"Saya orang kampung, tinggal di kampung. Susah cari opportunity. Susah cari peluang."

Begitu kata seorang kawan. Ciri khas the loser. Mencari-cari sebab kekalahan, mencari-mencari penyebab kegagalan. Yang dilihat, kebiasaan, bukan kelebihan. Tapi kekurangan.

Ini dulu yang dibenahin. Ini dulu yang harus diperbaiki. Jika tidak, tinggal di kota akan ada aja alasannya. "Rame sih. Banyak saingan. Sementara saya ga bisa apa-apa. Ga ada modal pula. Apa-apa mahal...", lama-lama bertambah-tambah deretan penyebab yang disebut.

Saya suka menghibur diri dan kawan-kawan. Allah itu ada di mana-mana. Ga di kota. Ga di desa. Ga di tempat ramai. Ga di tempat sepi. Banyak sedikit peluang barangkali sebab kitanya yang ga dikasih atau belum dikasih kemampuan untuk melihat peluang.

Sebab, daerah mana yang ga punya kelebihan? Semua jengkal bumi, punya kelebihan masing-masing, untuk semua penghuninya. Yang satu ini, malah ga kenal Muslim-Mukmin. Siapa aja hamba-Nya dikasih oleh Allah. Bersumber dari ar-Rahman-Nya.

Saya pengen jadi orang yang bertauhid. Pengen jadi orang yang beriman. Apa-apa dikaitkan dan diawali dulu dengan Allah. Bahkan di pertengahan. Juga di akhir. Di semua etape perjalanan hidup.

Jadi, mulailah dengan mendekatkan diri dulu ke Allah. Penguasa segala kemungkinan. Pemilik semua kejayaan dan kesuksesan. Pemilik segala apa yang ada di bumi dan di langit-Nya. Juga di semesta-Nya ini.

Karena Allah ada di mana-mana, maka keadaan ini jelas harusnya membuat kita juga kuat, termotivasi, dan senang. Sebab, Allah Maha Kaya dan Maha Berkehendak. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Jika Allah sudah menghendaki, Kun Fayakun!

Seorang jamaah saya menikmati ini. Bahkan di usianya yang sudah di atas 60, ia memulai mendekati Allah. Ia melakukan apa-apa yang diwajibkan dan mencoba menghidupkan sunah-sunah. Dan ia seperti diingatkan juga untuk berdoa kepada yang bisa mengubah semua keadaan. Yakni kepada Allah. Maka ia geber doanya.

Apa yang terjadi? Ia tinggal di kota terpencil. Di desa lagi. Tapi dalam waktu kurang dari satu tahun, semua kemungkinan dan peluang dibuka Allah. Ia akhirnya menjadi eksportir kemiri. Barang yang memang menjadi komoditi desanya, kotanya.

Dan bahkan kemudian saat saya undang ke TV dengan izin Allah, ia sudah punya perkebunan bumbu-bumbu dapur, dagang telor antarkota, dan lain-lain. Ia berbisik, "Jadi muda lagi, he he he," sebab banyak kesibukan.

Sebelumnya, selalu meratapi hidupnya. Anaknyalah yang bodoh semua. Anaknyalah yang meninggalkannya. Suami yang meninggal dunia tanpa meninggalkan apa-apa. Hidup tanpa pengetahuan dan keterampilan.

(sumber:Republika, edisi Selasa, 26 Agustus 2014 Hal. 21 Oleh Ustaz Yusuf Mansur)

Post a Comment

 
Top