Serahkanlah hidup dan matimu
Serahkan pada Allah semata
Serahkan duka gembiramu
Agar damai senantiasa hatimu

Lagu berjudul 'Dengan Menyebut Nama Allah' meluncur sahdu dari lantunan penyanyi Novia Kolopaking. Terasa sejuk dan teduh. Mengagungkan kebesaran Allah. Musik dan liriknya menyentuh sanubari yang terdalam. Mencuat tahun 1991, lagu ini diciptakan oleh Muhammad Dwiki Dharmawan dan Adjie, sutradara Teater Tetas. Dwiki mengaku tidak menduga karyanya dapat diterima luas oleh masyarakat. ''Tentu saja ada perasaan bangga,'' kata Dwiki.

Proses penciptaan lagu tersebut tidak terlalu lama. Ketika itu Dwiki tengah terlibat persiapan pagelaran operet Idul Adha dari sebuah stasiun televisi swasta. Pengarah acaranya lantas minta dibuatkan lagu khusus bertema agama. Dwiki merasa tertantang. ''Saya ingin membuat lagu yang menguraikan kebesaran Allah dari kata Basmallah dan dinyanyikan secara pop,'' tutur dia.

Kendati sudah seringkali membuat dan mengaransemen lagu, tapi untuk yang satu ini dia merasa ada getaran berbeda. Hidayah Allah datang seketika. Sewaktu mulai mencipta, jari jemarinya spontan bergerak gemulai di atas tuts piano memunculkan irama lembut. ''Pokoknya mengalir begitu saja, dan nggak bisa diuraikan dengan kata-kata,'' kenang Dwiki.

Keindahan irama dan lirik lagu Dengan Menyebut Nama Allah tetap abadi hingga kini. Banyak artis melantunkan kembali dengan beragam versi. Akan tetapi bagi Dwiki, kenangan ketika pertama mencipta lagu ini tidak bisa dia lupakan. Itu merupakan kali pertama dia berkesempatan menggarap lagu religius sekaligus memperdengarkannya.

Lebih jauh, Dwiki mengatakan ketertarikannya pada lagu-lagu religius sebenarnya sudah sejak kecil. Pada saat berusia taman kanak-kanak, dia telah terinspirasi lagu-lagu anak yang bertemakan keindahan alam, semisal Bintang Kecil. Dwiki kecil langsung menangkap pesan kebesaran Allah dari lagu tersebut.

Alhamdulillah, Dwiki pun dikaruniai bakat di bidang musik. Tak heran hobinya memang bermain musik. Menginjak remaja, dia sempat belajar musik jazz bersama Elfa Secioria. Kemudian dari tahun 1982 Dwiki malang melintang di berbagai pentas dan pertunjukan musik di seputar Kota Bandung.

Karir profesionalnya sebagai pemusik dimulai tahun 1984 sewaktu membentuk grup band Krakatau. Di sinilah namanya mulai naik daun dan terkenal di seantero negeri. Bersama Krakatau, Dwiki acap tampil di pentas-pentas musik berskala internasional.

Mereka malang melintang di dunia musik selama 20 tahun lebih. Tidak banyak grup band sanggup bertahan sekian lama. Sikap saling menghargai dan kebersamaanlah yang membuat Krakatau tetap eksis dari libasan waktu. Barulah tahun 1991, seluruh personel band sepakat vakum sementara waktu dan kontemplasi. Waktu tersebut akhirnya digunakannya untuk mencari bentuk bermusik yang lain, dan itu ternyata sarat dengan nilai-nilai agama.

Tercatat Dwiki sempat berkolaborasi bersama pemusik tradisional dan orkestra. Semangatnya muncul lagi. Dengan memadukan musik jazz dan tradisional, Dwiki dan Krakatau kembali mentas. Namun batiniahnya baru tercerahkan usai menjalani ibadah haji. Segala pahit manis perjalanan rohani dia rasakan di Tanah Suci.

Diceritakan, satu hari menjelang keberangkatan, Dwiki justru harus konser orkestra di Prambanan. ''Konsentrasi saya buyar. Mestinya mempersiapkan diri untuk menuju Tanah Suci, eh ternyata masih ngurusin pekerjaan,'' katanya mengenang. Jadilah Dwiki berangkat menunaikan ibadah haji dengan rasa lelah di badan dan sedikit flu.

Selama perjalanan dia terus berdoa dan minta ampunan kepada Allah SWT, berharap tidak terjadi sesuatu apapun yang buruk di Tanah Suci nanti. Doanya dikabulkan. Bersama rombongan artis yang lain, Dwiki pertama kali mendarat di Madinah. Lantaran kurang istirahat, badannya tambah tidak karuan. Kendati begitu, rasa rindu untuk singgah ke Masjid Nabawi sudah memuncak. Dwiki memaksakan diri ikut.

Setiba di masjid tersebut, ayah satu putra ini minum air zam-zam yang ada di sana. Sehabis minum zam-zam, ''Tiba-tiba kondisi saya pulih seperti sedia kala. Flu mendadak hilang,'' ujarnya takjub. Hikmah lain adalah sewaktu rombongan haji menjalankan ibadah melempar jumrah di Mina. Ribuan jamaah menyesaki lokasi sempit sikitar Jumrah. Dwiki menyebut perjuangan untuk dapat melempar jumrah itu sangat berat. Sambil bersesak-sesak mereka terus bergerak ke depan.

Dari kecil Dwiki sangat sensitif dan alergi terhadap debu. Sedikit saja kena debu, hidungnya langsung pilek. Bisa dibayangkan betapa cemasnya Dwiki saat hendak melempar jumrah dengan kondisi medan yang berdebu. Namun, kekhawatirannya tidak terjadi. ''Penyakit alergi hidung itu nggak keluar sehingga ibadah melempar jumrah bisa terlaksana baik.''

Selain di Mina, Dwiki juga mengaku mendapat kesan yang tak akan terlupakan saat di Mekah. Rombongan haji ini berkesempatan bertemu seorang imam Masjidil Haram. Sayang Dwiki tidak turut serta karena sibuk mengurus paspor. Mereka minta kepada sang imam untuk didoakan. Sebagian mereka, khususnya yang namanya tidak ada nuansa Islamnya (nama Arab--Red), merasa rikuh memperkenalkan diri. Kendati demikian, Dwiki tetap menitipkan namanya untuk didoakan.

Selain mendoakan, sang imam ternyata juga memberikan tambahan nama Islam (Arab) kepada anggota rombongan. Rano Karno diberi nama Abdullah, Ahong (pemain sinetron Si Doel Anak Sekolah) mendapat nama Salman Al-Farisi, nama sahabat Nabi Muhammad SAW. Adapun Dwiki memperoleh tambahan nama Muhammad. ''Sekarang nama saya menjadi Muhammad Dwiki Dharmawan,'' ujarnya bangga. ''Nanti, saya akan tambahkan nama baru itu di KTP.''

Pengalaman batinnya selama di Tanah Suci, benar-benar membekas dalam hati Dwiki. Kini hari-harinya senantiasa diisi dengan manfaat dan menjauhi mudharat. Dia berusaha dekat kepada Allah agar terhindar dari segala yang berbau dosa.

Menurut Dwiki, berhaji mampu membuatnya menyelami makna hakiki kehidupan. Intinya harus ada keseimbangan dalam kehidupan spiritual dan duniawi. Hal tersebut penting untuk lebih memahami makna ketuhanan dan keberagamaan agar tidak terjebak pada jurang materi. Akhirnya dia berkesimpulan, dalam bermusik tidak harus selalu berorientasi bisnis, karena semua yang dimiliki, termasuk bakat bermusik, hanya titipan Allah SWT.

Bermusik, menurut Dwiki, juga perlu keseimbangan. Sebab pada dasarnya musik bisa membawa pesan moral. Minimal, urai suami penyanyi rock Ita Purnamasari ini, bermusik harus membawa kebaikan kepada diri sendiri.

Memaknai kehidupan dan membantu sesama kini telah menjadi bagian keseharian Dwiki. Sejak beberapa bulan lalu dia memiliki sekitar 20 anak asuh yang tinggal di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. ''Membantu anak asuh sudah kewajiban sesama umat. Apa yang saya lakukan belum ada apa-apanya,'' ungkap Dwiki lagi.

Berbeda dengan yang lain, bagi Dwiki, upaya konkret membantu anak-anak jalanan tadi tidak semata pemberian materi. Lebih dari itu, dia mencoba membangun rasa percaya diri mereka yakni melalui kesempatan berkesenian. Mereka diharapkan dapat merasakan kesenian secara profesional. Dilatih musik dan juga teater. Jadi, bukan sekadar memberikan santunan tapi juga bekal di masa depan. Gagasan ini memperoleh sambutan dari teman sesama artis.

Niat Dwiki hanya satu, yakni agar anak-anak asuhnya mendapatkan wawasan baru terutama di bidang kesenian. ''Jangan menjadikan anak jalanan sebagai objek, namun bantulah dengan membangun rasa percaya diri mereka,'' ajak Dwiki.

Sebelumnya, dia telah banyak terlibat pada kegiatan sosial dan agama, antara lain dengan membantu acara Dompet Dhuafa Republika, mencari dana bantuan korban kerusuhan Ambon, dan masih banyak lagi. Namun, yang langsung menyentuh ke masyarakat memang baru kali ini. Dwiki sadar sewaktu memulai karier harus dari awal serta melalui proses yang panjang. Dan hikmah pengalamannya itu ingin dia tanamkan kepada anak asuhnya kini, bahwa kesuksesan tidak mungkin diraih tanpa kerja keras dan perjuangan.

(sumber:Republika)

Post a Comment

 
Top