Setelah seorang pemimpin berupaya menjadi orang yang shidiq dan amanah, selanjutnya ia harus memiliki kecerdasan, yang dengan kecerdasannya itu ia bisa menempatkan sesuatu dengan sangat tepat di jalan yang disukai Allah SWT.

Pemimpin yang shaleh dan jujur memang sangat dibutuhkan, tetapi tidak akan sempurna jika tidak didampingi dengan kecerdasan. Rasulullah SAW adalah orang yang fathonah yaitu orang yang sangat cerdas, bisa berfikir dengan jernih, cepat, efektif, efisien, jitu, dan kreatif. Paling tidak ada empat hal yang harus dimiliki pemimpin masa depan.

Pertama, pemimpin yang cerdas dia harus bisa berfikir jauh ke depan. Islam mengajarkan kita untuk berfikir tentang saat kematian, disuruh memperhitungkan tentang keadaan alam kubur, juga dilatih berfikir tentang yaumal hisab, suatu masa yang belum terjadi. Artinya seorang pemimpin yang cerdas dapat dilihat dari apakah ia memiliki visi atau tidak, juga sejauh mana visi yang dicita-citakannya itu.

Seorang pemimpin sejati dia tidak hanya berfikir untuk hari ini saja, tapi harus mampu membuat perencanaan, misalnya sampai 5-10 tahun ke depan, juga strategi jangka panjang dan jangka pendek. Jika dia memimpin rumah tangga, dia akan berfikir hendak dijadikan apa rumah tangganya. Apakah hanya akan berkaya-kaya di dunia, tapi direbus di akhirat? Atau melimpah ruah di dunia dan di akhirat menjadi ahli surga? Tidak sedikit orang yang cita-citanya hanya sampai dunia saja. Berlatihlah memikirkan visi yang jauh ke depan, karena berfikir jauh itu menentukan apa yang bisa kita lakukan.

Kedua, pemimpin yang cerdas itu harus mampu membuat strategi, merencanakan dan menentukan mana yang harus didahulukan. Jangankan memimpin sesuatu yang besar, untuk mengatur hal yang sederhana saja memerlukan kemampuan berfikir. Membuat sesuatu yang sederhana saja jika tidak memakai strategi tentu akan gagal, apalagi untuk memimpin sesuatu yang besar. Jika seseorang tidak mampu menentukan mana yang harus didahulukan dan tidak mampu merencanakan, itu ciri orang yang lemah kepemimpinannya

Ketiga, pemimpin yang cerdas harus terampil membaca, menggali dan mensinergikan potensi. Pemimpin yang tidak pernah membaca potensi dan mensinergikannya, dia tidak akan sukses karena tidak ada sukses tunggal, tidak pernah bisa sukses hanya dengan sendirian. Sebagai contoh, Nabi SAW mengetahui potensi sahabat-sahabatnya, sehingga potensi mereka semua dapat bersinergi. Misalnya, Rasulullah SAW mengerti potensi Bilal, walaupun ia hanya seorang budak yang hitam legam, tetapi ia sangat taat dan mempunyai suara yang bagus, sehingga adzannya menyentuh qolbu. Contoh lainnya, terlahirnya seorang anak karena adanya sinergi dari dua potensi, yaitu sel telur dari seorang ibu dan sperma dari seorang ayah. Oleh karena itu, bacalah potensi orang-orang di sekitar kita. Di rumah potensi istri dan anak apa, potensi pembantu apa, potensi tetangga bagaimana? Di sekolah potensi teman-teman juga dibaca.

Keempat, pemimpin yang cerdas adalah pemimpin yang bisa memotivasi. Setelah potensi dibaca dan digali, lalu mereka didorong agar bisa berbuat sesuatu. Seorang pemimpin tidak cukup hanya pandai merencanakan dan bercita-cita, tetapi harus mampu memotivasi agar masyarakat bisa bergerak, anak bisa belajar, istri bisa menghemat, tetangga bisa saling menghargai, suasana di kantor bisa menjadi produktif, bahkan bangsa bisa berubah menjadi lebih baik akhlaknya.

Sekarang di Indonesia ini orang yang cerdas banyak, setiap kampus melahirkan sarjana setiap tahun, tetapi mengapa negara kita dilanda krisis dan menjadi bangkrut? Cerdas yang baik adalah cerdas yang dibimbing oleh Allah SWT, karena kecerdasan yang tidak tertuntun akan berpeluang merusak. Kebatilan yang dilakukan oleh orang yang cerdas lebih berbahaya dibandingkan oleh orang yang bodoh. Jika orang bodoh mencuri ayam, terkadang bukan ayamnya yang tertangkap, justru dirinya yang tertangkap. Tetapi jika orang cerdas mencuri bisa sampai miliaran atau triliunan rupiah, bahkan bisa membuat negara menjadi bangkrut.

Semoga Allah Yang Menciptakan akal pikiran, mengaruniakan kepada kita kecerdasan yang dibimbing dan dituntun oleh-Nya, kecerdasan yang bermanfaat untuk melakukan sesuatu di jalan yang disukai-Nya.
REPUBLIKA - Jumat, 23 Agustus 2002 Oleh KH. Abdullah Gymnastiar

(sumber:republika.co.id)

Post a Comment

 
Top