wanita cantik




Dunia ini adalah perhiasan, dan seindah-indah perhiasan adalah wanita shalehah (Muhammad saw)

Cantik. Predikat itulah yang didambakan oleh banyak wanita dari zaman ke zaman pada berbagai peradaban. Kebutuhan tampil cantik memang merupakan naluri setiap wanita normal, sehingga pada derajat tertentu, kecantikan menjadi sesuatu yang universal dan menjadi bagian dari kultur sebuah masyarakat. Karenanya, persepsi mengenai kecantikan menjadi sesuatu yang nisbi dan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup (ideologi) yang mendasari gaya hidup suatu masyarakat.

Bagi masyarakat kapitalis-sekuler yang memisahkan antara nilai-nilai spiritual dengan kebutuhan-kebutuhan material, kecantikan bersifat sebatas fisik-materil semata. Dalam kultur seperti ini seorang wanita dianggap cantik hanya apabila memiliki jasmani yang memenuhi standar-standar kecantikan tertentu yang diakui khalayak. Itulah kecantikan artifisial.

Wanita menjadi rela memanipulasi fisiknya melalui berbagai teknik, dengan biaya berapa pun besarnya, misalnya operasi plastik, untuk memperoleh bentuk fisik sebagaimana yang disyaratkan oleh standar kecantikan versi khalayak.

Berbagai teknologi dan perangkat kecantikan telah menjadi lahan industri yang bernilai komersiil tinggi. Untuk kepentingan industri kosmetika dan segenap perangkat pendukungnya itu, wanita terus-menerus dirangsang, melalui berbagai media, untuk memuja kecantikan artifisial semata.

Female dan fashion menjadi dua kata sakti demi sejumlah besar devisa. Wanita yang menjadi korban tanpa sadar telah tergiring pada hedonisme yang meruntuhkan nilai asing yang melekat dalam dirinya. Sejarah telah mencatat deretan panjang nama wanita yang mengalami kehidupan tragis akibat terbius oleh obsesi keabadian kecantikan artifisial tersebut.

Hal di atas adalah apa yang diistilahkan sebagai tabaruj jahiliyyah (cara berhias ala jahiliyah). Jauh-jauh hari Islam telah mengingatkan wanita muslim untuk menghindarinya. Dalam Islam, perhiasan wanita yang terindah adalah takwa dan kesalehannya (QS 7:26). Nilai-nilai ketakwaan dan kesalehan ini akan melahirkan pribadi luhur yang memancarkan keagungan jiwa yang terwujud dalam akhlakul karimah. Itulah kecantikan sejati atau dalam terminologi modern dikenal sebagai the inner beauty.

Berdandan agar tampil cantik tentu boleh-boleh saja, terlebih bila untuk menyenangkan hati suami, asal saja tetap dalam batas-batas rambu yang telah ditetapkan oleh Sang Khalik -- agar kecantikan dapat menjadi rahmat dan bukannya penyebab laknat. Tapi, penampilan fisik yang prima hanya akan berharga bila disertai oleh keimanan yang teguh, akal yang cerdas, tutur bahasa yang santun dan perilaku yang lurus.



(sumber:http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/08/10/17/8108-cantik)

Post a Comment

 
Top