Dalam ajaran Islam, kata Istiqamah sering dide ngar. Bahkan, mashur dan sering terucap dalam bahasa sehari-hari. Bahkan, seorang ulama hadis terbesar Ibnu Hajar al-Asyqalani, belajar kurang lebih 40 tahun, tapi tidak mendapatkan ilmu yang diharapkan, sampai dia ber hasil menikmati kesuksesan, karena istiqamah dalam belajar.
Secara bahasa, istiqamah berarti berdiri di tengah-tengah, tidak condong ke kanan dan ke kiri. Namun dalam keseharian, istiqamah dimaknai sebagai pemenuhan hak-hak yang dilakukan dengan suka rela dan adil, serta berkesinambungan. Setiap pekerjaan harus dilakukan dengan ikhlas dan terus-menerus.

“Sesungguhnya orangorang yang mengatakan, `Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka istiqamah', maka malaikat akan turun pada mereka (dengan mengatakan), `Janganlah takut dan merasa sedih. Bergembiralah dengan (memperoleh) surga yang dijanjikan buat kalian'.“

(QS Fushilat [41]: 30).

Ayat ini menggambarkan betapa keimanan dan istiqamah merupakan pintu masuk untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan yang hakiki.
Baik duniawi maupun ukhrawi. Sesuatu yang dilakukan secara kontinu (berkesinambungan) meskipun sedikit, lebih baik ketimbang banyak, walaupun hanya sekali dilakukan.

Kontinuitas tersebut akan menggugah ketaatan, zikir, kedekatan, dan keikhlasan seorang hamba kepada Sang Pencipta. Buahnya akan jauh melebihi sesuatu yang banyak tapi terputus. Baik secara kuantitas maupun kualitas. Rasulullah SAW bersabda, “Perbuatan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan terus-menerus walaupun sedikit.“

Dalam realitas kehidupan, istiqamah dapat mengantar manusia pada puncak kesempurnaan serta melindungi akal dan hatinya dari kerusakan duniawi. Istiqamah juga akan mengangkat jiwanya dari lembah kehinaan dan memperbaiki eksistensi satu kelompok atau golongan, sehingga tercipta keamanan dan kesejahteraan di sekitarnya.

Abu `Ali ad-Daqqaq mengatakan, untuk mencapai istiqamah ada beberapa tahapan.
Pertama at-taqwim, yaitu meluruskan dan melatih jiwa untuk teguh dalam ketaatan.
Kedua al-iqamah, yaitu membersihkan hati dari hal-hal yang merusak. Ketiga alistiqamah, yaitu usaha mendekatkan batin yang dimulai dari jiwa dan hati nurani secara terus-menerus kepada Allah SWT.

Euforia kebebasan dan reformasi yang bergulir selama ini, ternyata istiqamah telah kehilangan tempat pada nurani para pemimpin bangsa. Iktikad baik yang dibangun sejak awal untuk membawa kapal bangsa ini berlabuh di pulau kesejahteraan dan kedamaian rakyat.

Kepercayaan rakyat yang disematkan di dada mereka hanya dijadikan hiasan perjalanan dalam mencari kepuasan diri.
Sementara `desah berat' dan `elus dada' rakyat tak pernah dihiraukan. Tidak ada jalan lain untuk meraih kesejahteraan dan kesuksesan kecuali dengan keistiqamahan.
(sumber: Republika edisi : Sabtu, 23 Juni 2012 hal. 01 Oleh Moh Romli)

Post a Comment

 
Top