Banyak di antara kita yang mengaku taat beraga ma, tetapi masih saja berlaku tidak baik kepada sesama. Di antara kita ada orangorang yang korupsi, menggelapkan pajak, menzalimi rakyat, tidak menjalankan amanah, dan lainnya. Padahal, mereka juga shalat, puasa, bahkan berhaji.
Tetapi, masih saja shalatnya tidak bisa mencegah sifat buruk, keji, dan kemungkaran. (QS al Ankabut [29]:45).
Siapakah yang salah? Tuhan tidak akan pernah salah.
Kitalah yang salah. Kita hanya bertakbir, tahmid, membaca fatihah, dan salam dengan lisan saja. Kita hanya mengangkat tangan, rukuk, sujud, dan menoleh kanan kiri hanya saat berada di depan-Nya saja. Kita merasa dilihat dan dekat de ngan-Nya hanya saat shalat.
Kita tahu shalat itu dila ku kan dengan niat hanya karena Allah, tetapi kita lupa atau melupakan bahwa hidup ini berawal dan bermuara kepadaNya. Semua akan dipertanggung jawabkan kepada-Nya.
Kita tahu shalat itu diawali dengan takbir (mengagungkan Allah) dan diakhiri dengan sa lam ke kiri dan kanan. Tetapi, kita lupa atau melupakan bah wa seharusnya mengawali hari dengan pengakuan bahwa se mua ini milik Allah, kita tidak punya hak untuk memakainya secara berlebihan.
Kita tidak punya hak untuk memakai yang bukan hak kita.
Kita juga lupa mengakhiri hari ini dengan memberikan ke da maian di sekitar kita. Kita tahu saat shalat kita serasa berada di dekat-Nya. Tetapi, saat di luar shalat kita merasa jauh dari-Nya. Sehingga, kita masih saja menzalimi orang lain, memakai yang bukan hak kita, mengambil yang bukan milik kita, atau dosa lainnya. Padahal, Dia sangat dekat, lebih dekat dari urat leher kita.
Kehidupan ini, dengan ber bagai seluk beluknya, berawal dan bermuara kepada Allah.
Sebelum berangkat kerja kita shalat Subuh. Sesampainya di tempat kerja, melakukan shalat Dhuha. Saat siang kita shalat Zhuhur, dan sebelum pu lang, kita mendirikan shalat
Ashar.
Lalu, tiba di rumah mela kukan shalat Maghrib dan selanjutnya sebelum menikmati kebersamaan dengan keluarga dan istirahat malam, mendi ri kan shalat Isya. Di akhir malam pun bangun bermunajat ke pada-Nya.
Tetapi, shalat bukan hanya sebatas dimensi ibadah. Shalat merupakan manifestasi dari puncak kehidupan kita. Shalat kita harus teraplikasi dan integ ral dalam kehidupan kita sehari-hari.
Berbahagialah orang-orang yang telah menshalatkan kehidupannya. Me re ka khusyuk dalam shalat, te nang, tekun, dan patuh da lam bekerja.
Selalu merasa dekat dan
diperhatikan oleh Allah, baik saat shalat maupun saat be kerja. Tidak melakukan perbuatan yang sia-sia, apalagi yang merugikan atau menzalimi orang lain. Mengeluarkan za kat dan berbagi kepada sesa ma. Menyayangi keluarga de ngan sepenuh hati. Menjaga diri dari maksiat. Tidak me lam pui batas. Menunaikan ama nah yang dibebankan ke padanya.
Di akhir harinya pun, me re ka bersyukur kepada-Nya atas segala karunia-Nya dengan selalu menjaga shalatnya. Mere kalah yang mendapatkan kebah agiaan di dunia dan di akhirat.
Inilah yang dimaksud menshalatkan kehidupan kita. (Lihat QS al-Mukminun [23]:1-11). ■
(sumber: Republika edisi : Rabu, 13 Juni 2012 hal. 01 Oleh M Malikul Mahfudh Rustamaji
Related Posts
Rahasia Allah
Hidup itu faktanya memang dinamis, selalu terjadi dua yang saling bertukar: kebahagiaan dan kedukaa[...]
Memanfaatkan Waktu
Pada suatu hari, Umar bin Abdul Aziz dihadapkan pada pekerjaan-pekerjaan yang menum puk hingga ia le[...]
Agar Jeruk Kecut tak Sia-Sia
Hidup ini kejam, kata politikus. Sehingga, banyak politikus saling gugat di pengadilan. Hidup ini pa[...]
Haruskah Menunggu Tua?
Tidak sedikit Alquran menceritakan sosok pemuda ideal. Tidak sekadar memuji, Alquran bahkan menjadik[...]
Menggapai Rahmat Allah SWT
Diceritakan bahwa Nabi Ayyub AS sedang dalam keadaan mandi, tiba-tiba terdapat belalang emas jatuh t[...]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment