"Kecelakaan besarlah bagi diriku ini; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu sebagai kekasih." "Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku, dan adalah syetan terhadap manusia memang sangat memusuhi."
(Q.S. Al-Furqan [25] : 28 - 29)


Kasih sayang sesungguhnya adalah ajaran Islam yang mulia. Sadar atau tidak, setiap muslim menyakini bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kasih-sayang. Islam penuh dengan ajaran kasih-sayang itu dibawa oleh Nabi yang juga memiliki sifat kasih-sayang yang teramat besar kepada umatnya. Ditambah lagi, setiap muslim juga paham betul bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Meskipun demikian, sebagian besar kaum muslimin tidak mempraktekkan ajaran kasih-sayang dalam kehidupannya. Bahkan ada diantara mereka yang mempraktekkan ajaran kasih-sayang yang bersumber bukan dari Islam. Dalam konteks ini, praktek kasih-sayang menyimpang yang perayaannya dilangsungkan setiap tahun dikenal dengan istilah Valentine's Day. Celakanya, perayaan ini sudah terlanjur menjadi kebiasaan kaum muslimin. Sebagian besar yang merayakannya adalah kalangan generasi muda. Dan yang lebih celakanya lagi, Valentine's Day disebut sebagai hari kasih-sayang. Tentunya, istilah ini memberikan dampak negatif, karena ajaran Islam tentang kasih-sayang akan tersamarkan dari penglihatan jernih kaum muslimin.

Valentine's Day dan kasih-sayang tidak mempunyai kaitan sama sekali, apalagi keterikatan. Usaha menghubung-hubungkan keduanya pun akan selalu berakhir menjadi salah-sambung. Perayaan ini berawal dari kebiasaan orang Romawi penyembah berhala ini, kemudian diadopsi dengan sedikit penyesuaian (untuk tidak menyebut pemaksaan) oleh pihak Gereja kala itu. Kita tidak ingin memperinci sejarah tentang hal ini, karena para ahli sejarah juga tidak setuju dengan adanya pengaitan antara perayaan Valentine's Day dengan seorang pendeta yang bernama Valentine yang juga diperselisihkan siapa orangnya.

Terlepas dari ruwetnya sejarah Valentine's Day, perayaan tahunan ini sudah terlanjur menginfeksi kaum muslimin, khususnya kalangan remaja; dengan berbagai penyakit yang merusak tatanan hidup mereka. Dari sisi aqidah, mereka telah terjebak dengan kesyirikan, karena perayaan Valentine's Day pada awalnya adalah adopsi gereja yang berasal dari perayaan hari besar Romawi yang disebut Lupercalia. Ritual ini diadakan sebagai bentuk pengagungan terhadap berhala Juno (semacam tuhan wanita dan perkawinan) dan berhala Pan (semacam tuhan alam semesta ala Romawi). Merayakan Valentine's Day merupakan bentuk menyerupai (tasyabbuh) terhadap budaya kafir. Menyerupai orang kafir nilainya sama saja dengan menjadi bagian dari mereka.

Dari sisi syari'ah, perayaan ini jelas-jelas merupakan pelanggaran. Mengapa tidak disebut pelanggaran, ketika ada sepasang muda-mudi tanpa ikatan pernikahan, bermesra-mesraan dengan saling mengungkapkan ekspresi cinta, sesuatu yang hanya sepantasnya dilakukan oleh pasangan suami-istri. Pada saat itulah, pasangan sudah tergelincir dalam perbuatan mendekati zina yang sangat dilarang. Allah `azza wa jalla berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina; (Zina) itu sungguh perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (Q.S. Al-Isra : 32)

Salah satu tujuan syari'ah adalah menjaga kehormatan dan keturunan manusia. Oleh karena itu, semua yang mengarah kepada pengrusakkan kehormatan dan keturunan manusia, sangat dilarang dan dilakukan upaya pencegahan. Maka zina merupakan bentuk pengrusakkan terhadap kehormatan dan keturunan manusia. Karena itu, zina sangat dilarang, meski hanya mendekatinya saja. Momentum Valentine's Day dalam hal ini sangat berpotensi mengarah perzinaan. Dari sisi akhlak, jelas perayaan ini adalah bentuk dari akhlak yang buruk (sayyi'ah).

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menyusun dosa-dosa besar yang dianggap biasa dalam sebuah buku karyanya. Khalwat (berduaan) dengan wanita bukan mahram adalah termasuk ke dalam kategori dosa. Di kesempatan inilah syetan berpeluang banyak untuk mengelincirkan manusia. Selain khalwat dengan bukan mahram, di dalam buku tersebut juga dijelaskan  perbuatan dosa lainnya yang dianggap biasa, seperti berjabat tangan dengan wanita selain mahram, wanita keluar rumah dengan parfum yang menggoda pria, wanita bepergian tanpa mahram, serta memandang wanita dengan sengaja. Semua perbuatan yang bermuatan dosa tersebut kerap terjadi dalam perayaan Valentine's Day.

Mewujudkan Kasih Sayang dalam Pergaulan
Ajaran Islam tentang kasih sayang tidak terbatas ruang dan waktu, bahkan melampui kedua dimensi itu. Sebab itu, perayaan Valentine's Day yang membatasi pengungkapan rasa kasih sayang terbatas hanya sehari saja per tahun, ditambah lagi dengan cara dan ekspresi yang salah pula, amatlah pantas kita kritisi dan jauhi.

Sebagai seorang muslim seharusnya mengekspresikan kasih sayang lewat koridor yang telah ditentukan. Pastinya, Islam tidak akan melewatkan ajaran tentang kasih sayang. Kita tidak harus bersusah-payah mengadopsi ajaran agama lain yang sangat bertolak-belakang dengan aqidah dan tuntunan Islam.

Ajaran tentang kasih sayang dalam Islam membuat cakupan yang luas. Tidak hanya kepada sesama manusia, bahkan kasih-sayang pun harus dipraktekkan kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar disebutkan, "Orang-orang yang mengasihi akan disayangi oleh Ar-Rahman (Allah). (Oleh karena itu) kasihilah siapa saja yang ada di permukaan bumi, niscaya akan mengasihimu penghuni yang ada di langit..." (HR. Abu Dawud, Shalih At-Targhib wat-Tarhib)

Dalam konteks Valentine's Day, meskipun perayaan  ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan kasih-sayang, namun kita mencoba memberikan jalan keluar dan jalan kembali bagi mereka yang ingin mengekspresikan rasa kasih-sayangnya akan tetapi telah terlanjur kesasar ke jalan yang keliru, sehingga dengan lugunya, ia ikut terlibat dalam jerat kasih-sayang palsu. Untuk mewujudkan kasih-sayang dalam pergaulan antar sesama manusia, Islam telah mengaturnya dalam masalah mu'amallah antar sesama.

Khusus terkait masalah pergaulan lawan jenis dalam konteks Valentine's Day, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, agar ekspresi kasih-sayang tersebut tidak malah menjadi tambahan dosa-dosa kita yang memang sudah menumpuk dari dulunya. Pertama, beristighfar dam bertaubatlah dan jangan pernah berniat mengulangi kembali perayaan tersebut di tahun-tahun berikutnya. Selanjutnya, berdoalah untuk kebaikan diri sendiri dan orang-orang yang kita sayangi.

Kedua, ekspresikan rasa kasih-sayang itu dengan penuh tanggung-jawab, yakni dengan cara menikahi orang yang dikasihi, bukam malah berbuat dosa bersama-sama dengannnya. Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan cara memanfaatkan momen berkedok cinta, namun hanya bertujuan untuk melampiaskan nafsu semata.

Ketiga, jika tak mampu menikah karena alasan apapun, jangan jadikan alasan itu sebagai tameng pembenaran (justifikasi) untuk menjadikan orang yang kita kasihi sebagai pacar di luar nikah. Berpuasalah jika tidak mampu menikah.

Keempat, memperdalam ilmu agama. Dengan demikian, kita akan mengetahui batas-batas pergaulan. Di antara batas pergaulan adalah tidak bercampur-baur dengan lawan jenis bukan mahram di satu tempat (ikhtilath).

Kelima, selalu menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat. Waktu luang adalah bencana jika tidak  melakukan hal-hal bermanfaat di dalamnya. Alihkan perhatian kepada kegiatan yang mulia dan produktif, kreatif, dan inovatif apalagi di masa muda yang masih enerjik. Sebagai motivasi, selalu ingatkan diri kita, bahwa di akhirat kelak, kita akan dimintai pertanggung-jawaban mengenai masa muda, untuk hal-hal apa saja kita menghabiskannya.


Sebagai bentuk ekspresi kasih-sayang terhadap orang yang kita kasihi adalah dengan cara tidak menjerumuskannya ke dalam perbuatan keji. Terjerumusnya seseorang ke dalam perbuatan keji bersama orang yang ia kasihi adalah salah satu bentuk tragedi yang berakhir kepada penyesalan tiada henti, bukan hanya di dunia ini, tapi juga di akhirat nanti. Wallahu a'lamu bish shawab.


(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.6 Thn.XLI, 7 Rabi'ul Akhir 1435 H/7 Februari 2014 M Oleh DR.Darwis Abu Ubaidah)

Post a Comment

 
Top