tahun baru jangan keliru
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-Baqarah [2] : 208)

Sebentar lagi kita akan menghabiskan tahun 2012 dan memulai memasuki tahun 2013, tentunya sudah menjadi gaya hidup dan tren hampir di seluruh penjuru bumi untuk menyambut tahun baru dengan berbagai pesta dan perayaan yang glamour. Tidah hanya di kota-kota bahkan di desa - desa pun kita menemukan orang - orang berkumpul, begadang semalam suntuk, melakukan hura - hura dan konvoi kesana - kemari, bahkan perzinaan pun semakin marak untuk menyambut tahun baru.

Dilihat secara historis, tradisi merayakan tahun baru masehi tidak dapat dilepaskan dari tradisi syirik menghormati dewa Janus (yang kemudian menjadi nama bulan januari), dewa ini digambarkan bermuka dua, yang dianggap sebagai dewa permulaan. Kemudian tradisi ini menyebar ke daratan Eropa seiring dengan muncul dan berkembangnya agama Nasrani, sehingga perayaannya menjadi satu paket dengan perayaan natal, dan muncullah ucapan selamat, "Merry Christmas and Happy New Year".

Perayaan tahun baru telah menjadi perayaan global yang dilakukan di berbagai penjuru dunia, namun demikian jika diperhatikan dari segi sejarah dan asal - mulanya seperti dijelaskan di atas, tampak sekali perayaan malam tahun baru masehi adalah identitas dan syi'ar suatu agama tertentu (Nasrani), tentunya sebagai kaum Muslimin tidaklah layak kita terlibat dan turut serta merayakannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang kita berperan dan turut serta bahkan mendekati hari raya agama di luar agama kita, dari Anas bin Malik ra, "orang - orang jahiliyah dahulu memiliki dua hari (Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka bersenang - senang ketika itu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, "dulu kalian memiliki dua hari untuk bersenang - senang di dalam nya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari raya yang lebih baik yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (H.R. Abu Dawud dan Nasa'i)

Turut serta merayakan tahun baru ini juga secara tidak langsung mengakui keyakinan - keyakinan mereka yang bertentangan dengan Islam sehingga mengundang murka Allah `azza wa jalla

Keburukan Perayaan Tahun Baru
Selain dari hal di atas bagi kita kaum Muslimin terdapat keburukan - keburukan lainnya karena bertentangan dengan nilai Islam dalam merayakan tahun baru, di antaranya :

Pertama, menyerupai orang kafir (Tasyabbuh bil Musyrikin)
Merayakan tahun baru adalah termasuk meniru - niru orang kafir yang dibenci di dalam Islam, namun demikian kenyataannya pada saat ini banyak kaum muslimin yang justru mengekor jejak dan meniru - niru mereka, tentang hal ini sudah diingatkan dan diwanti - wanti oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa umatnya memang akan mengikuti jejak mereka, baik Persia, Romawi, Yahudi juga Nasrani dalam berpakaian, berhari raya atau pun yang lainnya, dari Abu Sa'id ra bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sungguh kalian akan mengikuti jejak-jejak kaum sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga apabila mereka masuk ke lubang biawak pun kalian akan ikut memasukinya", kami berkata, "Wahai Rasulullah, mereka Yahudi dan Nasrani?", Beliau menjawab "lantas siapa!" (H.R. Bukhari)

Kedua, terjerumus dalam perzinaan
Jika kita perhatikan, perayaan tahun baru yang dilakukan oleh pemuda-pemudi tidak akan lepas dari ikhtiath (campur baurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram) khalwat (berdua-duaan) dengan sebebas-bebasnya, sehingga berbagai larangan Allah dilabrak pada malam perayaan tahun baru ini, bahkan tidak jarang banyak yang terjerumus dalam perzinaan, padahal zina adalah dosa besar dan perbuatan keji, yang untuk mendekatinya saja di larang, Allah `azza wa jalla berfirman, "Dan janganlah mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk." (Q.S. Al-Israa' : 32)

Ketiga, mengganggu kaum muslimin
Sudah menjadi kebiasaan pada setiap tahun baru sering terdengar berbagai suara bising. Bagi sebagian orang mungkin itu biasa saja bahkan satu kebanggaan, tetapi bagi sebagian yang lain lagi tentu itu sangat mengganggu terlebih apabila di salah satu rumah terdapat orang yagn sedang sakit yang membutuhkan suasana yang tenang untuk istirahat.

Dalam hal ini jati diri seorang muslim tengah diuji bahkan keimanannya akan dipertanyakan ketika dia tidak memperdulikan kondisi lingkungan, tetangga dan orang-orang di sekililingnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman" ditanyakan, "Siapakah wahai Rasulullah? "Beliau menjawab, "Orang yang tetangganya tidak aman dari gangguan-gangguannya" (H.R. Bukhari)

Keempat, menghamburkan harta dan waktu
Harta dan waktu adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak, bagaimana dan kemana harta digunakan?, kemana waktu dan masa muda dihabiskan? atau pertanyaan-pertanyaan lainnya yang menggambarkan keadaan ketika hari perhitungan.

Tidak sediki uang dihamburkan (mubadzir) untuk merayakan tahun baruan dengan menggelar pesta musik, membakar petasan, kembang api dan hal-hal lainnya yang tidak bermanfaat bahkan tidak jarang untuk membeli minuman keras dan benda haram lainnya, memang ada segi positif dengan membelanjakan harta untuk hal-hal itu karena dianggap membantu meningkatkan ekonomi, namun apakah pernah terpikir segi negatif dan kerugian moral dan sosial akibat perayaan ini?.

Islam Kaaffah
Allah `azza wa jalla berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu". (Q.S. Al-Baqarah [2] : 208 )

Berdasarkan pada ayat tersebut, Allah memerintahkan kita agar ber-Islam secara paripurna (kaaffah) dan tidak menturuti langkah-langkah syaitan yang sering berupaya mengkeruhkan akidah dengan berbagai noda kekufuran dan kesyirikan. Islam secara paripurna atau kaaffah inilah yang harus menjadi jati diri kita. Wallahu A'lam


(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No. 52 Thn.XXXIX, 14 Shafar 1434 H/28 Desember 2012 M Oleh Aan Abdurrahman)

Post a Comment

 
Top