"Allah melaknat yang memakan (hasil) riba, yang memberi riba, penulisnya, dan dua saksinya jika mereka mengetahuinya." (H.R. Muslim)

Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melanyani atau mewajibkan anggotanya untuk menabung, di samping dapat memberikan pinjamana kepada anggotanya.

Sebagian kalangan mendefinisikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian modal yang telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepda para anggota koperasi dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan konsumtif maupun modal usaha. Kepada setiap peminjam, koperasi simpan pinjam menarik uang administrasi setiap bulan sejumlah sekian persen dari uang pinjaman.

Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam yang berasal dari uang administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun jumlah keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi diperhitungkan menurut intensitas anggota yang meminjam uang dari koperasi.

Hukum Koperasi Simpan Pinjam
Dalam menyimpulkan hukum koperasi, tidak lepas dari praktik akad atau transaksi yang dijalankan dalam badan usaha tersebut. Dengan demikian, jika model transaksi yang dijalankan melanggar prinsip-prinsip muamalah Islamy, bisa dipastikan hukumnya haram. Jika dilihat dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi simpan pinjam hukumnya haram. Adapun alasannya sebagai berikut :

Pertama, Dari sisi nama, koperasi simpan pinjam didirikan dengan tujuan orang bisa menyimpan dan meminjam uang di koperasi tersebut. Sehingga tidak tepat dan tidak boleh, jika kemudian koperasi tersebut mengambil keuntungan dari aktifitas pinjam meminjam.

Kedua, Pinjam meminjam dalam dunia Islam merupakan akad tabarru' yang bertujuan untuk saling tolong-menolong bukan sebagai sarana untuk mencari keuntungan.

Ketiga, Di dalam koperasi simpan pinjam terdapat unsur riba yang diharamkan dalam Islam, karena koperasi ini menarik dari setiap peminjam uang administrasi setiap bulan sejumlah sekian persen dari uang pinjaman.

Uang administrasi yang dibolehkan adalah uang yang  memang dipakai untuk kepentingan administrasi bukan untuk mencari keuntungan, sehingga besarnya harus disesuaikan dengan biaya administrasi seperti surat-menyurat, arsip dan sarana-sarana lain yang dibutuhkan di dalam pencatatan hutang.

Keempat, Uang administrasi tidak boleh ditentukan berdasarkan besarnya jumlah pinjaman, apalagi ditarik setiap bulan. Ini sama dengan bunga dari pinjaman alias riba. Walaupun diganti namanya dengan uang administrasi, tetapi pada hakekatnya adalah bunga dari pinjaman.

Beberapa Pandangan yang Salah
Pertama, Ada sebagian kalangan yang ingin menghindari praktik riba dengan cara menjual formulir pinjaman uang harganya disesuaikan dengan jumlah uang yang akan dipinjam. Umpamanya, untuk pinjaman sebesar Rp. 100.000 formulirnya berwarna putih dengan harga Rp. 5.000,-. Untuk pinjaman uang sebesar 500.000,- formulirnya berwarna merah dengan harga Rp.25.000,-. Untuk pinjaman sebesar Rp. 1.000.000,- formulirnya berwarna kuning dengan harga Rp. 50.000,-.

Apakah dengan cara seperti itu, koperasi tersebut telah terhindar dari praktek riba dan dinyatakan boleh?

Jawabannya adalah bahwa koperasi simpan pinjam denga cara itu belum terbebas dari praktik riba. Harga formulir yang disesuaikan dengan jumlah pinjaman pada hakekatnya adalah bunga pinjaman, seperti halnya meminjam sejumlah uang da harus mengembalikannya dengan menambah bunga 5% atau 10% dan seterusnya, tidak ada perbedaan antara keduanya, kecuali hanya nama saja, dan formulir sekedar untuk kamuflase.

Kalau ingin terhindar dari riba, maka harga formulirnya harus disamakan, dan harganya tidak boleh disesuaikan dengan besar kecilnya jumlah uang pinjaman. Karena fungsi dari kertas formulir sekedar untuk memberikan keterangan tentang data-data pinjaman, jadi tidak ada alasan untuk menaikkan harganya dari harga selembar kertas.

Kedua, Sebagian orang mengatakan bahwa penjualan formulir dengan harga sesuai dengan besar kecilnya pinjaman sama dengan penjualan perangko yang harganya disesuaikan dengan jenis prangko, sehingga hukumnya halal.

Jawabannya adalah tidak sama antara keduanya, karena dalam penjualan prangko, tidak ada unsur  pinjam meminjam, tetapi yang ada adalah akad jual beli barang, dan harga barang tersebut disesuaikan dengan kualitas dna manfaat barang. Jika kualitas dan manfaatnya lebih banyak, maka harganya lebih murah. Begitu juga dengan perangko, jika dipakai untuk mengirim surat yang lebih jauh, tentunya harga prangkonya lebih mahal, sebaliknya jika surat yang dikirim tidak kilat dan jarak tempuhnya dekat, maka harganya tentunya lebih murah. Seperti itu juga harga tiket bis, kereta, maupun pesawat. Dan semunya itu adalah boleh dan halal.

Adapun formulir yang harganya berbeda-beda berdasarkan jumlah pinjaman, pada hakekatnya koperasi hanya ingin mencari untung mengambil manfaat lewat hutang, dan ini diharamkan dalam Islam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Setiap hutang yang mengambil manfaat (komersil) adalah riba" (H.R. Baihaqi)

Ketiga, Sebagian kalangan mengatakan bahwa koperasi simpan pinjam hukumnya boleh, karena pada dasarnya dalam mu'amalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya. Sedangkan bunga dari pinjaman anggota bukan untuk mencari keuntungan, tetapi akan dikembalikan kepada anggota koperasi itu juga.

Jawabannya adalah koperasi simpan pinjam terdapat unsur riba yang diharamkan dalam Islam. Adapun bunga pinjaman yang dibebankan kepada setiap peminjam akan kembali juga kepada anggota koperasi adalah tidak benar.

Cara yang Sesuai Syariat
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar koperasi simpan pinjam sesuai syariat dan terhindar dari riba, di antaranya adalah:

Pertama, Koperasi membeli barang-barang dari uang yang terkumpul dari anggota dan menjual barang-barang tersebut kepada para anggota atau kepada masyarakat umum. Keuntungan dari hasil penjualan dibagi kepada para anggota berdasarkan jumlah uang yang ditabung ke koperasi tersebut.

Kedua, Koperasi ini juga bisa meminjamkan uang kepada anggota yang membutuhkan untuk keperluan konsumtif, tanpa dipungut bunga sedikitpun. Tetapi jika anggota memerlukan uang untuk keperluan usaha, maka koperasi bisa menerapkan sistem bagi hasil sesuai kesepakatan bersama. Tetapi akad ini tidak dinamakan pinjaman, tetapi disebut dengan mudharabah. wallahu A'lam.

(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.48 Thn.XL, 25 Muharram 1435 H/29 November 2013 M Oleh DR. Ahmad Zain An-Najah)

Post a Comment

 
Top