"Dan mereka berkata : "Maha suci Tuhan Kami, Sesungguhnya janji Tuhan Kami pasti dipenuhi" dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu." (Q.S. Al-Israa [17] : 108-109)

Mungkin kita pernah menangis, atau bahkan sering menangis. Tapi itu bukan karena Allah `azza wa jalla, mungkin karena kehilangan harta, sakit yang diderita, kerabat yang meninggal, atau bisa jadi untuk menarik perhatian manusia, dan sebagainya. Paradigma umum memandang bahwa wanita identik dengan menangis. Ya, karena memang wanita dianugerahi Allah perasaan yang lembut dan mudah tersentuh. Namun, apakah hanya wanita saja yang bisa menangis?

Allah `azza wa jalla berfirman, "Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab) mereka sendiri); seraya berkata : "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Quran dan kenabian Muhammad)". (Q.S. Al-Maidah [6] : 83)

Imam Ath-Thabari rahimahullah menyebutkan, ayat ini turun berkenaan dengan 12 Rahib yang diutus raja Najasyi untuk bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika mereka bertemu dengan nabi, mereka bertanya tentang Islam. Lalu, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun membacakan surat Yasiin kepada mereka. Seketika itu mereka menangis dan menyatakan keimanannya kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagian dari mereka juga berkata, "Sungguh ini seperti yang pernah diturunkan kepada Isa bin Maryam".

Tidak hanya para Rahib, para sahabat Nabi juga demikian. Mereka adalah sosok yang mudah menangis karena takut kepada Allah. Begitu juga generasi setelah mereka. Mereka  senantiasa mengingat dan menyadari betapa kecil dan lemahnya diri mereka di hadapan Allah Yang Maha Perkasa.

Imam al-Bukhari di dalam kitab shahihnya meriwayatkan dari Ibnu Syihab dari Hamzah bin Abdullah bahwa dia pernah diberitahu oleh ayahnya, ketika sakit yang diderita oleh Rasulullah semakin berat dan beliau diberitahu akan tibanya waktu shalat, beliau bersabda, "Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami shalat orang-orang." Aisyah berkata, "Sesungguhnya Abu Bakar itu seseorang yang sensitif; jika membaca Al-Qur'an dia tidak akan kuasa menahan tangisnya."

Sosok lainnya adalah Al-Faruq yaitu Umar bin Khattab ra. khalifah yang kedua. Beliau terkenal sangat tegas terhadap kezhaliman, dan mampu membuat kecut nyali musuh-musuh Islam sekaliber Romawi dan Persia. Namun dibalik keperkasaan dan tubuh kekar yang beliau miliki, ternyata beliau sangat mudah menangis hingga tersedak-sedak bila berdiri sholat atau saat berdzikir menyebut dan mengingat asma Allah. Padahal Nabi dalam sebuah hadits Bukhari Muslim mengatakan bahwa syaitan saja tidak akan berani berpapasan dengan Umar bin Khattab.

Menangis adaah hal yang manusiawi dan lumrah pada diri manusia. Menangis bukanlah menunjukkan kelemahan jiwa seseorang. Salah besar jika ada anggapan bahwa orang yang rajin menangis adalah orang yang jiwanya lemah. Sebaliknya justru menangis berfungsi untuk melembutkan hati yang keras, dan mengokohkan jiwa.

Keutamaan Menangis Karena Allah
Menangis karena takut kepada Allah adalah sifat dari hamba-hamba Allah yang bertaqwa dari para Nabi dan orang-orang shalih, dan yang mengikuti mereka. Menangis karena takut kepada Allah mempunyai banyak keutamaan. Beberapa keutamaan tersebut dijelaskan berdasarkan hadits-hadits berikut ini.

Pertama, Mendapat naungan dari Allah
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tujuh macam orang yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungannya." Kemudian disebutkan salah satunya adalah, "... dan seorang yang mengingat Allah dalam kesendiriannya, lalu kedua matanya berlinangan air mata." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Kedua, Selamat dari api neraka.
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tidak akan masuk nerak seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, sehingga air susu kembali ke dalam kantong susunya. Dan debu (jihad) di jalan Allah tidak dapat berkumpul dengan asap jahanam." (H.R. Tirmidzi dan An-Nasa'i)

Ketiga, Dicintai oleh Allah `azza wa jalla
Dari Ibnu Abbas ra. berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Ada dua mata yang tidak akan tersentuh oleh api neraka, mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang berjaga dalam peperangan di jalan Allah." (H.R. Tirmidzi)

Keempat, Selamat dari berbagai fitnah
Dari Uqbah bin Amir, dia berkata, "Ya Rasulullah, apakah kedamaian itu?" Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Tahanlah lisanmu, jadikan rumahmu nyaman (untuk beribadah) dan menangislah atas kesalahanmu." (H.R. Ahmad dan Tirmidzi)

Kelima, Bahagia di dunia dan Akhirat
Dari Tsauban, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Berbahagialah siapa pun yang dapat menguasai lisannya, yang rumahnya terasa luas baginya, dan dapat menangis atas kesalahan yang diperbuatnya." (H.R. Thabrani)

Menangis adalah satu karunia Allah `azza wa jalla kepada kita. Berhati-hatilah jika kita termasuk orang yang tidak bisa meneteskan air mata. Bukan saja mata kita kering karena tidak ada air yang membasuhnya secara alami, tetapi juga kekeringan jiwa.

Menangis bukan hanya karena kehilangan orang yang dicintai, barang yang kita sangat sayangi ataupun karena sakit, tetapi menangis karena hati yang penuh takut dan harap kepada Dzat yang menciptakan kita. Takut akan siksanya dan cemas jika tidak mendapat rahmat-Nya. Bergetarnya hati dan badan manakala diperdengarkan ayat-ayat-Nya.

Sebaliknya, ketika hati tidak lagi tersentuh oleh lantunan indah ayat-ayat suci Al-Qur'an dan lebih cenderung mengkonsumsi nyanyian-nyanyian cengeng dan berisi maksiat, maka saat itulah hati menjadi keras membatu dan tak dapat melelehkan air mata di kala mengingat dosa-dosa dan peringatan tentang nereka Allah. Dan di saat itu pulalah, shalat tak lagi terasa nikmat. Munajat pun terhambat dan seolah itu hanya menjadi aktifitas di kantor, sekolah, kampus, atau lapangan aktifitas lainnya. Saat itulah hati telah menjadi batu dan tidak mendapatkan cahaya hidayah. Bergumul di hatinya nafsu membara yang selalu membujuk untuk bermaksiat. Naudzubillah min dzalik.

(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.18 Thn.XL, 22 Jumadil Akhir 1434 H/3 Mei 2013 M Oleh Muttaqin Salam)

Post a Comment

 
Top