"Bulan Sya'ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan." (H.R. An Nasa'i no. 2357).

Bulan Sya'ban merupakan pintu gerbang Ramadhan. Sya'ban adalah bulan yang penuh kebaikan. Di bulan tersebut banyak yang lalai untuk beramal shalih karena yang sangat dinantikan adalah bulan Ramadhan. Mengenai bulan Sya'ban, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Bulan Sya'ban adalah bulan di mana manusia mulai lali yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan." (H.R. An-Nasa'i no. 2357).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan keras agar umatnya tidak beramal tanpa tuntunan. Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam ingin sekali umatnya mengikuti ajaran beliau dalam beramal shalih. Jika beliau tidak memberikan tuntunan dalam suatu ajaran, maka tidak perlu seorang pun mengada-ada dalam membuat suatu amalan.

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak." (H.R. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Amalan yang disunnahkan di bulan Sya'ban adalah banyak-banyak berpuasa. 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, "Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya'ban." (H.R. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Di bulan Sya'ban juga amat dekat dengan bulan Ramadhan, sehingga bagi yang masih memiliki utang puasa, maka ia punya kewajiban untuk segera melunasinya. Jangan sampai ditunda terlewat bulan Ramadhan berikutnya.

Adat dan Kebiasaan yang Salah

Adapun adat dan kebiasaan yang tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam banyak yang tumbuh subur di bulan Sya'ban, atau mendekati atau dalam rangka menyambut bulan Ramadhan. Boleh jadi ajaran tersebut didasarkan pada hadits dha'if (lemah) atau maudhu' (palsu). Apa saja amalan tersebut? Berikut beberapa diantaranya:

Pertama, Kirim do'a untuk kerabat yang telah meninggal dunia dengan baca yasinan atau tahlilan. Yang dikenal dengan Ruwahan karena Ruwah (sebutan bulan Sya'ban bagi orang Jawa) berasal dari kata arwah sehingga bulan Sya'ban identik dendan kematian. Makanya sering di beberapa daerah masih lari stradisi yasinan atau tahlilan di bulan Sya'ban. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.

Kedua, Menghidupkan malam Nishfu Sya'ban dengan shalat dan do'a. Tentang malam Nishfu Sya'ban sendiri ada beberapa kritikan di dalamnya, di antaranya:

a. Tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya'ban. Ibnu Rajab rahimahulullah mengatakan, "Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat. Dan dalil yang ada hanyalah beberapa tabi'in yang merupakan fuqoha' negeri Syam." (Lathoif Al Ma'arif, 248).

Contoh hadits dho'if yang membicarakan keutamaan malam Nishfu Sya'ban, yaitu hadits Abu Musa Al Asy'ari, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di malam Nishfu Sya'ban kemudian mengampuni semua makhlu-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan saudaranya." (H.R. Ibnu Majah no. 1390).

b. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Janganlah mengkhususkan malam Jum'at dari malam lainnya untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jum'at dari hari lainnya untuk berpuasa." (H.R. Muslim no. 1144). Seandainya ada pengkhususan suatu malam tertentu untuk ibadah, tentu malam Jum'at lebih utama dikhususkan daripada malam lainnya. Karena malam Juma'at lebih utama daripada malam-malam lainnya. (At-Tahdzir minal Bida', 28).

c. Dalam hadits-hadits tentang keutamaan malam Nishfu Sya'ban disebutkan bahwa Allah akan mendatangi hamba-Nya atau akan turun ke langit dunia. Perlu diketahui bahwa turunya Allah di sini tidak hanya pada malam Nishfu Sya'ban. Sebagaimana disebutkan dalam Bukhari -Muslim bahwa Allah turun ke langit dunia pada setiap 1/3 malam terakhir, bukan pada malam Nishfu Sya'ban saja. Oleh karenanya, keutamaan malam Nishfu Sya'ban sebenarnya sudah masuk pada keumuman malam, jadi tidak perlu diistimewakan.

Ketiga, menjelang Ramadhan diyakini sebagai waktu utama untuk ziarah kubur, yaitu mengunjugi kubur orang tua atau kerabat (dikenal dengan "nyadran"). Yang tepat, ziarah kubur itu tidak dikhususkan pada bulan Sya'ban saja. Kita diperintahkan melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kepada kematian. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian)." (H.R. Muslim no. 976).

Jadi yang masalah adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu terntu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk "nyadran" atau "nyekar". Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

Keempat, Menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar, padusan, atau keramsan. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Puasa tetap sah jika tidak lakukan keramasan, atau padusan ke tempat pemandian atau pantai (seperti Parangtritis). Mandi besar itu ada jika memang ada sebab yang menuntut untuk mandi seperti mandi wajib (mandi junub). Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan "padusan"), ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan (baca: ikhtilath) dalam suatu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan di sambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!

Cukup dengan Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anha berkata, "Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), janganlah membuat amalan yang tidak ada tuntunannya. Karena (ajaran Nabi) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid'ah adalah sesat." (Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Mu'jam Al Kabir no. 8770 Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma' Zawa'id bahwa para perawinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shahih)

Orang yang beramal sesuai tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, itulah yang akan merasakan nikmat telaga beliau kelak. Sedangkan orang yang melakukan ajaran tanpa tuntunan, itulah yang akan terhalang dari meminum dari telaga yang penuh kenikmatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan, "Aku akan mendahului kalian di al-haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al-haudh, meraka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, "Wahai Rabbku, ini adalah umatku." Lalu Allah berfirman, 'Engkau sebenarnya tidak mengetahui ajaran yang tanpa tuntunan yang mereka buat sesudahmu.' " (H.R. Bukhari no. 7049).

Sehingga kita patut hati-hati dengan amalan yang tanpa dasar. Beramallah dengan ilmu dan sesuai tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam.

Salah satu amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah adalah berpuasa di bulan Sya'ban. Puasa di bulan Sya'ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemanggat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan. Sehingga tatkala Ramadhan tiba, baik fisik dan rohaninya telah siap untuk memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan.

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa berusaha untuk menjadi yang terbaik dan sukses. Salah satunya dengan mensukseskan diri agar siap menjemput Ramadhan dengan persiapan yang optimal dan matang. wallahu A'lam bishawab

(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.26 Thn.XLI, 29 Sya'ban 1435 H/27 Juni 2014 M Oleh M. Abduh Tuasikal. M.Sc)

Post a Comment

 
Top