bersahaja

Dalam 7B (kiat menjadi pribadi yang sukses), setelah beribadah dengan benar dan istiqomah, berakhlaq baik, belajar tiada henti, dan bekerja keras dengan cerdas, maka B yang kelima adalah bersahaja dalam hidup. Kita berharap dari hasil bekerja keras dengan cerdas Allah menitipkan rezeki yang lebih agar dapat didistribusikan untuk sebesar-besarnya manfaat bagi kemaslahatan umat.

Prioritaskan membayar zakat, sedekah dan menabung. Kemudian, agar kita mempunyai lebihan harta kita harus bersahaja dalam hidup dengan menahan diri dalam membelanjakannya. Dengan demikian kita akan lebih besar tiang daripada pasak. Orang yang tak bersahaja dalam hidup, kebutuhan dan pengeluarannya sangat banyak, akibatnya biaya untuk sedekah dan menabung menjadi sedikit karena dia terus menerus memuaskan dirinya, misalnya dengan membeli perhiasan, mengganti mobil atau rumah.

Itu semua tak terlarang dilakukan, tetapi kita membutuhkan orang-orang yang mempunyai kelebihan harta justru untuk bisa dinafkahkan di jalan Allah. Yang disebut orang kaya itu bukan orang yang banyak uangnya, tetapi (di antaranya adalah) orang yang sedikit kebutuhannya. Mengapa demikian? Karena tak sedikit orang yang merasa kaya dengan harta, tabungan, atau rumahnya yang megah padahal pribadinya miskin. Dia meraup harta dari sana sini karena miskin pribadinya. Dia relakan dirinya terhina dengan mencuri uang dan mengambil kekayaan orang lain, itu adalah ciri-ciri orang yang mempunyai kekayaan dunia tapi berkepribadian miskin.

Apakah keuntungannya jika kita membiasakan bersahaja dalam hidup? Pertama, kita tak akan diperbudak oleh pamer. Kalau kita mempunyai barang, makin bagus cenderung makin ingin dilihat orang yang akhirnya membuat kita tersiksa. Bukan tak boleh memiliki barang bagus, tapi apalah artinya kalau barang itu akhirnya memperbudak diri kita. Kedua, biaya hidup bisa lebih rendah. Makin mahal barang, maka perawatan, penjagaan dan perbaikannya juga makin mahal.

Jika kita bersahaja insya Allah itu semua bisa ditekan. Ketiga, kita tak akan membuat orang lain iri atau kotor hati. Selain itu, pencuri pun semakin tak berminat. Bersahaja itu tak identik dengan murah, karena kalau kita membeli barang murah tapi cepat rusak, ini bisa mendatangkan masalah. Misalkan, ada orang yang ingin makanannya bersahaja hingga ia membeli yang murah (kurang menyehatkan) karena sisanya akan ditabungkan.

Tapi bila akhirnya dia sakit hingga biaya pengobatannya lebih besar dari tabungannya, maka ini tak proporsional. Pembelanjaan yang proporsional adalah yang sesuai dengan keperluan dan kemampuan. Firman Allah SWT, "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (QS Al Furqaan [25]: 67).

Bertanyalah pada diri jikalau akan membeli sesuatu. Misalkan, "Untuk apa saya membeli kursi? Untuk apa saya mengganti mobil? Perlukah saya mengganti motor padahal baru setahun?" Kalau memang diperlukan silakan membelinya. Bersahaja itu bukan berarti miskin, murah atau jelek. Nabi Muhammad SAW orang yang sangat bersahaja, tak berkurang kemuliaannya. Beliau kudanya bagus-bagus karena memang beliau memerlukannya agar dapat berkendaraan dengan baik.

Rasulullah menganjurkan kita mempunyai rumah yang lapang kalau itu memang diperlukan, tapi rumah Rasul sendiri sangat sederhana karena sebagai pemimpin beliau harus meraba hati orang miskin. Beliau juga harus meneladani umatnya untuk hidup bersahaja walaupun beliau sanggup membeli rumah yang besar dan bagus. Kendati demikian, kita jangan menilai orang lain dengan alat ukur kita, bisa jadi orang lain membeli barang mahal karena memang benar-benar membutuhkannya.

Misalkan, ada orang yang memakai mobil mewah karena aktivitasnya memang sangat membutuhkan kenyamanan, kemudian sedekahnya pun berkali lipat dari harga mobilnya, ini tak mengapa. Tapi andaikata dia sedekahnya pelit, karyawannya seret, tetangganya miskin, ini tak proporsional. Negeri kita sedang krisis ekonomi, tapi begitu banyak mobil mewah, sedangkan rakyat banyak yang untuk makan saja susah.

Karenanya sebaiknya para pemimpin itu lebih pandai meraba derita rakyatnya dan lebih bersahaja dalam hidup. Semoga Allah Yang Mahakaya memperkaya batin kita dengan merasa cukup dengan karunia Allah. Jangan sampai kita merasa kaya dengan apa yang kita miliki, tapi kita harus merasa kaya dengan apa yang Allah jaminkan kepada kita.

Penulis : Abdullah Gymnastiar
REPUBLIKA - Jumat, 17 Januari 2003

(sumber:republika.co.id)

Post a Comment

 
Top