Bila kita mau sedikit mencermati perilaku anak-anak, sungguh betapa banyak hal yang dapat kita pelajari dan kita ambil hikmahnya. Lihat! Anak kecil itu punya semangat pantang menyerah yang patut ditiru orang dewasa.
Perhatikan anak yang sedang belajar jalan. Langkahnya tertatih-tatih dan sesekali diselingi jatuh yang membuat kakinya lecet atau bengkak, namun dia tidak berpikir bahwa dia tidak memiliki bakat berjalan. Karena itu dia terus berlatih tanpa kenal lelah. Kalau saja kita dapat mengambil hikmah darinya, maka akan kita ketahui bahwa walaupun mereka gagal mereka tak pernah merasa malu walaupun harus benjol sana-sini.
Selain tidak kenal menyerah, ada satu hal yang menarik dari anak-anak yang bisa kita jadikan sebagai pelajaran. Anak-anak umumnya lebih cepat akur dan akrab kembali dengan temannya ketika mereka terlibat pertengkaran. Semenit sebelumnya, mereka saling adu mulut dan rebutan boneka. Namun semenit kemudian mereka bisa terlihat saling berbagi makanan. Lantas mengapa kita sebagai orang dewasa malah takut gagal?
Sesungguhnya kita tidak perlu merasa malu karena kegagalan kita. Kejatuhan kita dari sesuatu bukanlah kegagalan, karena yang namanya gagal adalah tidak pernah mau berbuat untuk memulai sesuatu!
Pelajaran lain yang bisa diambil dari anak-anak adalah, kepolosan. Mereka menjalani kehidupan apa adanya, mereka tidak pernah dipusingkan oleh keadaan. Tidak pernah mereka meminta orangtuanya untuk menghiasinya dengan pakaian-pakaian ala selebritis. Tak pernah mereka meminta untuk diajari diet agar langsing dan bagus penampilannya. Anak kecil itu sungguh polos: pikiran dan hati mereka merdeka. Jika kita menirunya dalam konteks positif niscaya hidup kita tidak akan sengsara.
Satu lagi keunikan anak kecil, yaitu kreatif. Sesungguhnya di benak anak kecil itu terdapat banyak kreativitas. Lihat saja, dengan kepolosannya anak kecil mencoret-coret dinding untuk mengekspresikan kreativitasnya. Meskipun begitu, ada juga beberapa perilaku anak yang tidak layak ditiru orang dewasa. Salah satunya adalah tidak punya rasa malu. Anak kecil tidak malu kencing di celana dan dia pun tidak malu menangis di tempat umum.
Ironisnya, banyak juga dewasa yang suka memaksa kalau sudah punya keinginan. Seorang istri yang kurang mantap imannya bisa memaksa suami untuk memenuhi semua keinginannya. Pada akhirnya, banyak para suami yang terpaksa korupsi karena dorongan istrinya yang selalu ingin ini dan itu. Lalu bagaimana cara orangtua menghilangkan kebiasaan suka pamer dan selalu ingin menang sendiri pada anak kecil agar tidak terbawa sampai dewasa?
Pertama sekali harus dapat dipahami bahwa orang pertama yang harus lebih dewasa di rumah itu adalah ibu dan bapak sebagai orangtua. Kedewasaan tersebut dimulai dengan cara mengendalikan diri dari ingin menang sendiri, karena ada beberapa orangtua yang tidak mau mengajak anaknya untuk berdialog, mereka lebih suka mendikte anak sesuai dengan keinginan mereka. Padahal, harus disadari bahwa apa yang menurut orangtua baik, belum tentu benar-benar baik bagi anak.
Karena itu, mari kita biasakan untuk berkomunikasi dua arah yang baik dengan anak-anak di rumah. Komunikasi yang baik di sini maksudnya adalah komunikasi yang dapat memberikan rasa aman. Jika merasa aman, maka seseorang cenderung lebih terbuka, maka tatkala seorang anak itu melakukan kesalahan maka dia akan dengan sukarela mengaku pada orangtuanya. Biasakan untuk bertukar pikiran dengan anak-anak.
Mereka mau menang sendiri, memang dunia anak-anak seperti itu. Orangtua tinggal mengarahkan dan memberikan pandangan tentang untung dan rugi yang akan didapat dari perilaku mereka. Ingat! Kita pernah berpengal man menjadi anak-anak, tapi anak-anak belum berpengalaman menjadi orangtua. Sehingga adalah kewajiban kita para orangtua untuk memahami dan mengarahkannya.Wallahu a`lam.
Penulis : KH Abdullah Gimnastiar
REPUBLIKA - Senin, 23 Juni 2003
(sumber:republika.co.id)
Perhatikan anak yang sedang belajar jalan. Langkahnya tertatih-tatih dan sesekali diselingi jatuh yang membuat kakinya lecet atau bengkak, namun dia tidak berpikir bahwa dia tidak memiliki bakat berjalan. Karena itu dia terus berlatih tanpa kenal lelah. Kalau saja kita dapat mengambil hikmah darinya, maka akan kita ketahui bahwa walaupun mereka gagal mereka tak pernah merasa malu walaupun harus benjol sana-sini.
Selain tidak kenal menyerah, ada satu hal yang menarik dari anak-anak yang bisa kita jadikan sebagai pelajaran. Anak-anak umumnya lebih cepat akur dan akrab kembali dengan temannya ketika mereka terlibat pertengkaran. Semenit sebelumnya, mereka saling adu mulut dan rebutan boneka. Namun semenit kemudian mereka bisa terlihat saling berbagi makanan. Lantas mengapa kita sebagai orang dewasa malah takut gagal?
Sesungguhnya kita tidak perlu merasa malu karena kegagalan kita. Kejatuhan kita dari sesuatu bukanlah kegagalan, karena yang namanya gagal adalah tidak pernah mau berbuat untuk memulai sesuatu!
Pelajaran lain yang bisa diambil dari anak-anak adalah, kepolosan. Mereka menjalani kehidupan apa adanya, mereka tidak pernah dipusingkan oleh keadaan. Tidak pernah mereka meminta orangtuanya untuk menghiasinya dengan pakaian-pakaian ala selebritis. Tak pernah mereka meminta untuk diajari diet agar langsing dan bagus penampilannya. Anak kecil itu sungguh polos: pikiran dan hati mereka merdeka. Jika kita menirunya dalam konteks positif niscaya hidup kita tidak akan sengsara.
Satu lagi keunikan anak kecil, yaitu kreatif. Sesungguhnya di benak anak kecil itu terdapat banyak kreativitas. Lihat saja, dengan kepolosannya anak kecil mencoret-coret dinding untuk mengekspresikan kreativitasnya. Meskipun begitu, ada juga beberapa perilaku anak yang tidak layak ditiru orang dewasa. Salah satunya adalah tidak punya rasa malu. Anak kecil tidak malu kencing di celana dan dia pun tidak malu menangis di tempat umum.
Betapa banyak yang bisa kita tafakuri dari anak-anak kita di rumah. Oleh karenanya, anak-anak jangan hanya dijadikan sebagai objek kita untuk mengekspresikan sesuatu kepada mereka, tapi mereka pun harus menjadi input bagi kita. Input yang paling berharga lainnya adalah sifat mereka yang jujur. Sifat anak kecil lainnya yang tidak patut untuk kita tiru adalah suka pamer dan menang sendiri. Apapun yang dimilikinya, anak kecil cenderung ingin memperlihatkan pada teman-teman atau orang-orang di sekitarnya.Tentu sangat naif sekali jika orang dewasa meniru kebiasaan yang satu itu. Anak kecil memamerkan mainan miliknya bisa jadi akan terlihat lucu, karena kita yakin tujuannya bukan untuk sesuatu yang negatif. Akan tetapi merupakan sebuah kesalahan besar kalau orang dewasa suka pamer. Anak kecil juga belum memiliki kemampuan perhitungan seperti orang dewasa, sehingga ia cenderung selalu ingin menang sendiri dan suka memaksakan kehendak semaunya.
Ironisnya, banyak juga dewasa yang suka memaksa kalau sudah punya keinginan. Seorang istri yang kurang mantap imannya bisa memaksa suami untuk memenuhi semua keinginannya. Pada akhirnya, banyak para suami yang terpaksa korupsi karena dorongan istrinya yang selalu ingin ini dan itu. Lalu bagaimana cara orangtua menghilangkan kebiasaan suka pamer dan selalu ingin menang sendiri pada anak kecil agar tidak terbawa sampai dewasa?
Pertama sekali harus dapat dipahami bahwa orang pertama yang harus lebih dewasa di rumah itu adalah ibu dan bapak sebagai orangtua. Kedewasaan tersebut dimulai dengan cara mengendalikan diri dari ingin menang sendiri, karena ada beberapa orangtua yang tidak mau mengajak anaknya untuk berdialog, mereka lebih suka mendikte anak sesuai dengan keinginan mereka. Padahal, harus disadari bahwa apa yang menurut orangtua baik, belum tentu benar-benar baik bagi anak.
Karena itu, mari kita biasakan untuk berkomunikasi dua arah yang baik dengan anak-anak di rumah. Komunikasi yang baik di sini maksudnya adalah komunikasi yang dapat memberikan rasa aman. Jika merasa aman, maka seseorang cenderung lebih terbuka, maka tatkala seorang anak itu melakukan kesalahan maka dia akan dengan sukarela mengaku pada orangtuanya. Biasakan untuk bertukar pikiran dengan anak-anak.
Mereka mau menang sendiri, memang dunia anak-anak seperti itu. Orangtua tinggal mengarahkan dan memberikan pandangan tentang untung dan rugi yang akan didapat dari perilaku mereka. Ingat! Kita pernah berpengal man menjadi anak-anak, tapi anak-anak belum berpengalaman menjadi orangtua. Sehingga adalah kewajiban kita para orangtua untuk memahami dan mengarahkannya.Wallahu a`lam.
Penulis : KH Abdullah Gimnastiar
REPUBLIKA - Senin, 23 Juni 2003
(sumber:republika.co.id)
Post a Comment