"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan sebenarnya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS al-Hujuraat [49]: 6)
Di era globalisasi ini, informasi di media massa bisa tersaji dengan sangat akurat. Tetapi, bersamaan dengan itu pula informasi pun amat mudah direkayasa. Misalnya, saat pasukan penjajah Amerika merobohkan patung Saddam Hussein. Di media kita melihat beberapa rakyat Irak berjingkrak-jingkrak di atas patung itu. Berdasarkan penelitian, mereka bukan warga Baghdad, tapi mereka adalah orang-orang yang sengaja disewa khusus untuk menginjak-nginjak patung Saddam.

Dalam penggambaran media tersebut, dicitrakan bahwa seolah seluruh rakyat Baghdad bersuka cita atas robohnya patung Saddam, padahal penduduk Baghdad berjumlah 5,6 juta orang sedangkan yang diekspose oleh media itu hanya beberapa belas orang saja. Walau sebagian rakyat Baghdad tak suka kepada Saddam, tapi sesungguhnya mereka tetap tak mau dijajah.

Selama ini kita sering terkecoh oleh rekayasa informasi hingga kerap mengambil sikap dan keputusan berdasarkan informasi yang keliru. Dalam Alquran, Allah SWT memberikan rambu-rambu agar kita tak menelan mentah-mentah setiap informasi, termasuk informasi dari orang-orang sekitar kita. Kita sering kali mempercayai berita buruk yang terdengar dan langsung berburuk sangka sebelum diperiksa terlebih dahulu.

Sering kita terjebak oleh satu dua patah kata, akibatnya seperti nila setitik rusak susu sebelanga. Misalnya, ada orang tua yang murka ke anaknya tanpa melakukan cross check terlebih dahulu antara anak dan penyampai berita. Ada atasan yang marah pada karyawannya hanya karena distorsi informasi. Ada suami-istri yang memutuskan untuk bercerai hanya karena diadu domba orang lain. Masya Allah, keakuratan informasi itu begitu penting. Jika tidak, maka bisa membuat kita menzalimi orang lain tanpa kita sadari.

Maka bagi setiap orang yang ingin terjaga dari perbuatan zalim, ber-tabayyun adalah formula agar jangan sampai kita menimpakan musibah kepada seseorang atau suatu kaum hanya karena kesalahan informasi. Bila ada satu pihak mengadu, maka upayakanlah untuk mendengar pengakuan pihak yang diadukan. Bila ada seseorang memberikan laporan negatif, maka carilah informasi dan cross check terhadap setiap orang yang terlibat. Jangan sampai kita mengambil keputusan hanya karena informasi sepihak. Kita tak boleh berburuk sangka kepada penyampai berita, tapi kita harus --sekali lagi-- tabayyun, karena setiap orang berpeluang melakukan kesalahan dalam menyampaikan informasi baik sengaja maupun tidak.

Marilah kita membiasakan untuk senantiasa ber-tabayyun dengan mengecek silang setiap informasi negatif yang datang, jangan sampai kita mudah terpengaruh dan tergesa-gesa mengambil keputusan. Haruskah kita bertindak hanya karena distorsi informasi?

Pengalaman Aa, apa yang saya sampaikan di media tak selalu diuraikan secara utuh, hingga kadang tak sesuai dengan apa yang dimaksud, apa lagi bila tak direkam. Bahkan beberapa pejabat dan tokoh masyarakat ada yang agak alergi berbicara dengan wartawan karena tulisannya sering kali disesuaikan dengan visi medianya, sebab setiap wartawan memiliki latar belakang, visi, pengalaman, selera, dan masalah yang berbeda, sedemikian rupa hingga bisa terbangun opini yang kurang tepat.

Kita tak boleh berburuk sangka kepada wartawan, tapi tabayyun tetap diperlukan. Kebiasaan untuk mengcek silang informasi ini akan membuat kita mengambil tindakan dan keputusan yang lebih adil. Salah satu upaya ber-tabayun adalah kita harus kaya dengan informasi, pengalaman, ilmu, dan wawasan. Makin kaya dengan ilmu, pengalaman, wawasan, kita akan makin arif dalam bertindak. Hakim yang memiliki informasi yang akurat dan detail dapat lebih adil dalam mengambil keputusan.

Salah satu aset penting dalam hidup kita adalah kegairahan untuk terus menerus mencari ilmu, pengalaman dan wawasan. Makin lengkap informasi, makin luas wawasan. Makin dalam pengetahuan, makin banyak pengalaman. Maka kita pun akan makin leluasa dalam menyikapi hidup ini. Itulah sebabnya, mulai sekarang marilah kita tradisikan hari-hari kita adalah hari-hari penuh ilmu, hari-hari penuh wawasan, dan hari-hari penuh dengan pengalaman.

Penulis : Abdullah Gymnastiar
REPUBLIKA - Jumat, 23 Mei 2003

(sumber:republika.co.id)

Post a Comment

 
Top