Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia berpuasa seperti setahun penuh." (H.R. Muslim)
Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Maukah aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, ..." (H.R. Tirmidzi)
Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah 'azza wa jalla maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi anjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawwal.
Alhamdulillah, kita saat ini telah berada di bulan Syawwal. Kita juga sudah mengetahui amalan utama di bulan ini yaitu puasa enam hari di bulan Syawwal. Apa saja faedah melaksanakan puasa tersebut?
Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawwal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan).
Jadi seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawwal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal]." Satu kebaikan di balas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan kebaikan yang paling minimal. Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.
Cara melaksanakan puasa Syawwal adalah: Puasanya dilakukan selama enam hari. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawwal. Lebih utama dilakukan berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.
Usahakan untuk menunaikan qadha' puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingatlah puasa Syawwal adalah puasa sunnah sedangkan qadha' Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.
Renungkanlah! Bagaimana lagi jika seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman), namun setelah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?!
Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts 'Ilmiyyah wal Ifta' (komisi fatwa Saudi Arabia) mengatakan, "Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), "Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja." Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan.
Ibnu Rajab mengatakan, "Tidak ada nikmat yang lebih besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan." Sampai-sampai Nabi pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang banyak melakukan shalat malam. Ini semua beliau lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan.
Begitu pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di penghujung Ramadhan (di hari Idul Fithri), kita dianjurkan untuk banyak berdzikir dengan mengagungkan Allah melalui bacaan takbir "Allahu Akbar". Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah `azza wa jalla berfirman, "Dan hendaklah kamu mencukupkannya bilangannya dan hendaklah kamu bertaqwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Q.S. Al-Baqarah: 185)
Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari 'ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.
Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka, "Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang shalih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun."
Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya'ban saja. Amalan seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal menjemput.
Sebagai penutup, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, "Barangsiapa melakukan dan melaksanakan ketaatan, maka diantara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. .... Mintalah kepada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing."
Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput. Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan dan memudahkan kita untuk menyempurnakannya dengan melakukan puasa Syawwal. Wallahul Musta'an.
(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.32 Thn.XLI, 12 Syawwal 1435 H/8 Agustus 2014 M Oleh Aan Abdurahman)
Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Maukah aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, ..." (H.R. Tirmidzi)
Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah 'azza wa jalla maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi anjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawwal.
Alhamdulillah, kita saat ini telah berada di bulan Syawwal. Kita juga sudah mengetahui amalan utama di bulan ini yaitu puasa enam hari di bulan Syawwal. Apa saja faedah melaksanakan puasa tersebut?
Faedah pertama: Puasa Syawwal akan menggenapkan pahala berpuasa setahun penuh.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh." (H.R. Muslim)
Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawwal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan).
Jadi seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawwal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal]." Satu kebaikan di balas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan kebaikan yang paling minimal. Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.
Cara melaksanakan puasa Syawwal adalah: Puasanya dilakukan selama enam hari. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawwal. Lebih utama dilakukan berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.
Usahakan untuk menunaikan qadha' puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingatlah puasa Syawwal adalah puasa sunnah sedangkan qadha' Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.
Faedah kedua: Puasa Syawwal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib.Yang dimaksudkan di sini bahwa puasa Syawwal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. Amalan sunnah seperti puasa Syawwal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadhan, pasti ada kekurangan yang mesti di sempurnakan dengan amalan sunnah.
Faedah ketiga: Melakukan puasa Syawwal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan.Jika Allah `azza wa jalla menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan sholih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melakukan amalan sholih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawwal. Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf, "Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya."
Renungkanlah! Bagaimana lagi jika seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman), namun setelah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?!
Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts 'Ilmiyyah wal Ifta' (komisi fatwa Saudi Arabia) mengatakan, "Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), "Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja." Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan.
Faedah keempat: Melaksanakan puasa Syawwal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah.Nikmat apakah yang di syukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadar di akhir-akhir bulan Ramadhan?!
Ibnu Rajab mengatakan, "Tidak ada nikmat yang lebih besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan." Sampai-sampai Nabi pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang banyak melakukan shalat malam. Ini semua beliau lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan.
Begitu pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di penghujung Ramadhan (di hari Idul Fithri), kita dianjurkan untuk banyak berdzikir dengan mengagungkan Allah melalui bacaan takbir "Allahu Akbar". Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah `azza wa jalla berfirman, "Dan hendaklah kamu mencukupkannya bilangannya dan hendaklah kamu bertaqwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Q.S. Al-Baqarah: 185)
Faedah kelima: Melaksanakan puasa Syawwal menandakan bahwa ibadahnya kontinyu dan bukan musiman saja.Amalan yang seseorang lakukan di bulan Ramadhan tidaklah berhenti setelah bulan Ramadhan berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.
Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari 'ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.
Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka, "Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang shalih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun."
Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya'ban saja. Amalan seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal menjemput.
Sebagai penutup, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, "Barangsiapa melakukan dan melaksanakan ketaatan, maka diantara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. .... Mintalah kepada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing."
Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput. Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan dan memudahkan kita untuk menyempurnakannya dengan melakukan puasa Syawwal. Wallahul Musta'an.
(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.32 Thn.XLI, 12 Syawwal 1435 H/8 Agustus 2014 M Oleh Aan Abdurahman)
Post a Comment