"Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. Al-Taubah [9] : 18)

Masjid dengan kasroh pada huruf jim- dalam bahasa Arab adalah isim makan (kata keterangan tempat) dari kata sajada (sujud) maka artinya adalah tempat bersujud. Adapun menurut istilah yang dimaksud masjid adalah suatu bangunan yang memiliki batas-batas tertentu yang didirikan untuk tujuan beribadah seperti shalat, dzikir, membaca Al-Qur'an dan ibadah lainnya.

Masjid memiliki kedudukan yang agung dan posisi yang tinggi dalam Islam. Masjid yang disebut Baitullah (rumah Allah) sudah cukup bukti akan kesucian dan keagungannya. Sehingga seorang muslim wajib mengagungkan dan memuliakan masjid. Allah `azza wa jalla berfirman, "Dan barangsiapa yang yang mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati." (QS. Al-Hajj:32)

Cara mengagungkannya dan memuliakan masjid adalah dengan senantiasa memakmurkannya dengan ibadah dan ketaatan, menjaga adab-adab masjid saat mendatanginya dan berada di dalamnya. Menyeterilkan masjid dari berbagai kotoran fisik maupun nonfisik, seperti berkata dusta, berbicara jorok, bersikap sombong, memiliki tujuan duniawi dalam menguasai masjid, dan sebagainya. Hendaknya orang yang memuliakan masjid menjadikan amal shalih dan ketaatan yang dikerjakannya di dalam masjid benar-benar karena Allah `azza wa jalla semata, tanpa menyekutukannya dengan selainnya dalam niatan. Allah `azza wa jalla berfirman, "Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (QS. Al-jin :18)

Ibnu Katsir  berkata dalam menafsirkan ayat ini, "Allah `azza wa jalla berfirman yang memerintahkan kepada para hamba-Nya agar mentauhidkan-Nya di tempat-tempat ibadah untuk-Nya, jangalah ada seseorang yang disembah bersama-Nya, dan jangan ada yang dijadikan sekutu dengan-Nya."

Siapa yang Pantas Memakmurkan Masjid?
Di Indonesia ada istilah Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), yaitu orang-orang yang bertugas menjaga kemakmuran masjid; fisik masjid maupun kegiatan ibadah di dalamnya. Di masyarakat, jabatan ini bisa menjadi simbol kesalehan karena ikatan dirinya dengan rumah Allah ini. Karenanya, terkadang terjadi, para pemuja sanjungan manusia berusaha merebut masjid dan menguasainya walau sebelumnya ia tak terlibat lebih dalam pembangunan dan pemakmuran.

Allah `azza wa jalla membuat kriteria hamba yang pantas memakmurkan rumah-Nya sehingga mendapatkan kedudukan tinggi di sisi-Nya. "Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. At-Taubah: 18)

Pertama, Orang yang beriman
Orang yang sanggup memakmurkan rumah Allah dengan semestinya, kemudian usahanya tersebut diterima Allah dan diberi pahala, adalah mereka yang mendasari amalnya dengan keimanan kepada Allah dan hari Akhir. Artinya, ia benar-benar menjadikan kesibukannya di rumah Allah dalam rangka beribadah kepada-Nya semata, mengikhlaskan tujuan untuk-Nya semata, dan berharap pahala dan keridhaan-Nya.

Masuk dalam makna ini, ia yakin dengan kebenaran kitab Allah dan ajaran di dalamnya sehingga senantiasa menyeru manusia untuk menerapkannya dalam kehidupan hariannya, sebagaimana yang ditafsirkan Ibnu Abbas RA.

Harapan dan tujuan amalnya di kemakmuran masjid untuk memakmurkan hidupnya akhirat, bukan karena adanya kepentingan dan tujuan duniawi. Apalagi dibarengi konspirasi jahat menghentikan aktifitas-aktifitas islami, seperti kajian sunnah, seruan dakwah dan jihad, amar makruf nahi munkar, dan santunan untuk yatim - dhuafa'. Maka manusia semacam ini tak pantas memegang jabatan pemakmur rumah Allah `azza wa jall.

Kedua, Rajin Shalat Berjama'ah
Kriteria berikutnya, para pengurus DKM hendaknya orang yang rajin mendirikan shalat berjamaah di masjid yang diurusnya. Ini dilihat dari lafadz, waaqaama al-Shalah (dan mendirikan shalat). Karena imarah masjid memiliki dua makna, pertama; memakmurkan secara maknawi dengan ibadah shalat, dzikrullah, tilawah Al-Qur'an, kegiatan hidayah semacam tabligh akbar, taushiyah, dan semisalnya. Makna kedua, memakmurkan secara fisik, dengan memperbagus dan memperindah bangunannya, membuat nyaman ruangan masjid, dan semisalnya.

Ketiga, Memiliki Kepekaan Sosial
Kriteria berikutnya, pengurus masjid hendaknya memiliki kepekaan terhadap masyarakat sekitarnya, khususnya mereka yang miskin dan lemah. Ini ditunjukkan oleh lafadz, Wa aataa al-Zakaah, yang merupakan amal kebaikan kepada sesama makhluk yang paling utama. Baik dalam bentuk infak dan shodaqah, santunan, bantuan modal, membantu korban bencana, dan semisalnya.

Keempat, Takut kepada Allah `azza wa jalla
Kriteria terakhir, pemakmur rumah Allah adalah mereka yang tidak takut kecuali kepada Allah semata. Ia tidak takut kepada siapa saja selain Allah yang menghalangi manusia dari jalan Allah. Ia sempurnakan ibadahnya dalam arti yang luas hanya kepada Allah semata, tidak dibagi kepada selain-Nya.

Rasa takut ini mendorongnya untuk berhati-hati dalam berkata dan berbuat. Ia tinggalkan segala bentuk perkataan dan perbuatan yang bisa membuat Allah murka. Ia tak berani melanggar keharaman yang telah Allah tetapkan, juga tak berani menyengaja mengurangi hak wajib Allah yang harus ditunaikannya.

Al-Syikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di berkata dalam tafsirnya, "Maka Allah menyifati mereka dengan iman nafi' (yang bermanfaat) dan menegakkan amal shalih yang induknya adalah shalat dan zakat, juga menegakkan rasa takut kepada Allah (Khasyyatullah) yang menjadi pokok semua kebaikan. Mereka-mereka itulah pemakmur masjid yang sebenarnya dan ahli masjid yang sejati." "Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak punya rasa takut kepada Allah, mereka ini bukan pemakmur masjid-masjid Allah, bukan pula termasuk ahli masjid yang sejati, walaupun ia mengklaim dan mengaku-ngakukannya." tambahnya.

Para pemakmur masjid (rumah Allah) yang sejati adalah mereka yang memiliki empat sifat yang telah disebutkan di atas, beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan memiliki rasa takut yang besar kepada Allah `azza wa jalla. Mereka yang pantas menduduki posisi Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Mereka senantiasa mendapat bimbingan hidayah dari Allah untuk memegang kebenaran, meniti jalan yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari nereka. Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi dalam Aisarnya berkata, "Orang mendapat rasa aman dan selamat dari nereka adalah mereka yang memiliki empat sifat yang telah disebutkan dalam ayat."

Sebaliknya orang-orang yang obsesi duniawinya besar, rakus jabatan dan uang, malas mengunjungi rumah Allah `azza wa jalla di shalat lima waktu, pelit dari infak dan sedekah (tidak peka terhadap saudara seiman yang lemah), tidak memiliki rasa takut kepada Allah yang besar, gemar mendekat dan meminta-minta ke kuburan, mereka tak layak menjadi pemakmur rumah Allah.

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.34 Thn.XLI, 26 Syawwal 1435 H/ 22 Agustus 2014 M Oleh Badrul Tamam, Lc)

Post a Comment

 
Top