Islam mengandung ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi Islam yang komprehensif dan mencerabut akar doktrin Islam yang sangat fundamental, yakni akhlak politik. Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan.

Akhlak politik dalam Islam bermula dari niat dan tujuan memasuki kancah politik. Seorang yang ingin berkecimpung dalam dunia politik, baik sebagai legislatif, yudikatif maupun eksekutif, harus mempunyai niat dan motivasi yang benar. Niat dan tujuan berpolitik menurut Islam adalah: 1. Menegakkan keadilan dan kebenaran; 2. Membela kepentingan rakyat; 3. Menyeru kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah kemunkaran (nahi munkar).

Selanjutnya, akhlak politik dalam Islam, meniscayakan iman dan taqwa sebagai landasan politik yang hendak dibangun. Menjalankan politik tanpa iman dan taqwa, mempunyai implikasi yang riskan bagi pembangunan bangsa. Dalam GBHN sendiri dinyatakan bahwa asas pembangunan nasional adalah iman dan taqwa, termasuk pembangunan politik.

Tanpa iman dan taqwa, seorang figur politik akan mudah terjerumus kepada keputusan dan perilaku politik yang menyimpang. Tanpa iman dan taqwa, seorang politisi akan tega menginjak-injak kebenaran dan keadilan dan membiarkan kemungkaran di depan matanya. Al-Mawardi, ahli politik Islam klasik terkemuka (w.975 M) merumuskan syarat-syarat seorang politisi sebagai berikut: 1. Bersifat dan berlaku adil; 2. Mempunyai kapasitas intelektual dan berwawasan luas; 3. Profesional; 4. Mempunyai visi yang jelas; 5. Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat. Senada dengan formulasi Al-Mawardi tersebut, Ibnu Taymiyah dalam karyanya As-Siyasah Asy-syar'iyah menyebutkan, bahwa pemimpin politik harus mempunyai kualitas moral dan intelektual, adil, amanah (jujur) dan mempunyai kecakapan.

Kutipan di atas mendeskripsikan secara eksplisit tentang kualifikasi seorang pemimpin politik menurut perspektif Islam. Kualifikasi tersebut menyiratkan akan keniscayaan akhlak dalam dunia politik. Di samping itu, seorang politisi, harus mempunyai kesadaran teologis bahwa dirinya berfungsi sebagai khalifah Tuhan di muka bumi untuk melakukan pembangunan dan akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya tidak saja kepada manusia, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam konteks ini, Nabi bersabda, ''Semua kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya. Seorang politisi adalah pemimpin dan ia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.'' (Muslim).

(sumber:Republika.co.id)

Post a Comment

 
Top