Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS al-Ahzab [33] : 21).
Suri teladan yang baik dari beliau itu menyangkut segala segi
kehidupan. Maka, tak ada sesuatu pun dari kehidupan beliau yang luput
dari pantauan sahabat-sahabatnya. Mulai hal-hal kecil hingga hal-hal
besar.
Alas tidur beliau sangat sederhana. Alas tidur beliau berdasarkan catatan yang valid terbuat dari kulit yang diisi sabut. Berdasarkan catatan lain nya, Umar bin Khattab RA pernah masuk ke kamar pribadi Rasulullah. Di sana, dia mendapati beliau tengah tidur di atas tikar terbuat dari pelepah kurma. Sehingga, terlihat meninggalkan bekas di lambungnya.
Pada waktu lain beliau tidur beralaskan mantel kasar atau kulit yang digelar. Ada juga keterangan bahwa beliau tidur di atas "ranjang" terbuat dari rakitan pelepah kurma atau lainnya yang diikat dengan tali. Sehingga, terlihat meninggalkan bekas di lambungnya.
Alas tidur beliau yang sangat sederhana itu tentu saja mengundang rasa takjub siapa pun yang melihatnya. Bahkan, Umar sampai meneteskan air matanya saat melihat bekas tikar di lambung beliau.
Lalu dia berkata, "Engkau adalah Rasulullah. Sedangkan kisra dan kaisar tidur di atas ranjang terbuat dari emas."
Ketika Adi bin Hatim datang di Madinah sebagai seorang Muslim, Rasulullah memintanya datang ke rumah beliau. Maka untuk menghormatinya, beliau memberikan bantal miliknya kepada Adi. Padahal, tidak ada lagi yang lain di rumah itu selain bantal tersebut.
Ketika seorang wanita Anshar suatu ketika masuk ke rumah Rasulullah untuk menemui Aisyah, dia pun geleng-geleng kepala saat mengetahui kondisi alas tidur beliau. Karena itu, tanpa diminta dia mengirimkan selembar alas tidur terbuat dari wol.
Begitu beliau melihatnya, Rasulullah memerintahkan Aisyah untuk mengembalikannya kepada wanita itu.
Ketika Hafshah ditanya tentang alas tidur Rasulullah, dia menjawab, "Kain wol kasar yang kami lipat dua. Suatu malam, tebersit di benakku untuk melipatnya menjadi empat. Ternyata paginya beliau bertanya, `Apa yang kau jadikan alas tidurku tadi malam?'
Aku jawab, `Itu adalah alas tidurmu, hanya saja tadi malam aku lipat menjadi empat. Aku pikir itu akan lebih nyaman untukmu.' Sekonyong- konyong beliau bersabda, `Kembalikan lagi ke keadaan semula (dilipat menjadi dua). Ketahuilah, kenyamanannya telah menghambatku (mendirikan) shalat tadi malam." (HR Tirmidzi). Subhanallah wa bi hamdih.
(sumber:Republika, edisi Selasa, 7 Oktober 2014 Hal. 26 Oleh Mahmud Yunus)
Post a Comment