Lahir, jodoh, mati, dan rizki itu Allah SWT yang mengaturnya. Manusia hanya bisa berusaha dan menjalaninya.

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Tapi, apakah penyesalan harus terus menerus diratapi? Dalam setiap peristiwa senantiasa ada hikmah yang bisa dipetik, terserah manusia mau mengambil hikmah itu atau tidak. Kata-kata bijak itu keluar dari mulut Cindy Fatika Sari, artis sinetron yang juga penyanyi. Ia menyampaikan hal itu menceritakan peristiwa menyedihkan ditinggal wafat ayahnya, Drs Faisal Said, karena serangan jantung pada usia 63 tahun.

Bukan kematian itu yang ia sesalkan, sebab kematian akan menimpa siapa saja. Ia menyesal lantaran belum sempat berbuat banyak untuk sang ayah semasa hidupnya. Apalagi ia sering teringat Hadis Rasulullah SAW yang menyatakan: ''Keridhoan Allah itu ada pada keridhoaan orangtua dan kemarahan Allah ada pada kemarahan orangtua.''

''Saya menyesal banget karena sejak menikah kurang perhatian sama Papa. Saya terlalu sibuk mencari duit dan ngurus rumah tangga,'' tutur istri aktor Tengku Firmansyah ini. Pasangan artis ini menikah pada 11 Maret 1999.

Sejak itu, Cindy dan suami tinggal berpisah dengan kedua orangtuanya. Ayah Cindy meninggal dunia sekitar satu tahun setelah mereka menikah. Cindy menceritakan, ia mengetahui ayahnya wafat dari suaminya. Ibunya, Sri Prawati, tidak tega memberi tahu kondisi ayahnya kepada Cindy secara langsung. ''Ketika saya dihubungi Firman dan mengatakan papa anfal, saya sempat curiga kerena papa mempunyai penyakit jantung. Ketika mengetahui kejadian yang sebenarnya, saya sempat pingsan,'' kenang anak bungsu dari tujuh bersaudara yang saat itu sedang melakukan pemotretan.

Menurut Cindy, penyesalan itu bukan hanya lantaran ia belum sempat berbuat banyak untuk sang ayah, tapi juga karena ketika ayahnya wafat ia tidak berada di dekatnya. Padahal, katanya, beberapa hari sebelumnya, ayahnya ingin sekali bertemu Cindy. Namun, karena kesibukan, keinginan menengok sang ayah pun tertunda. Waktu itu Cindy merencanakan setelah pemotretan hendak menyisakan waktu untuk berkunjung ke orangtuanya, tapi ternyata ayahnya sudah pergi duluan untuk selamanya.

Cindy menceritakan, ayahnya sering menegur karena dirinya jarang menengok orangtua. Mungkin karena anak bungsu, Cindy selalu diharap kehadirannya di tengah-tengah keluarga. ''Kapan mau ke sini? Kalau Papa 'tidak ada' baru tahu,'' kata artis yang populer lewat ajang gadis sampul menirukan perkataan almarhum ayahnya sebelum wafat. Tapi Cindy tetap tidak begitu peduli, dan tidak ada perasaan apapun ketika ayahnya hendak meninggal.

Ketika mendengar ayahnya meninggal dunia, Cindy mengaku hanya bisa pasrah dan berdoa. Ia hanya mengambil hihmah di balik kematian ayahnya. Hikmah itu adalah ia tidak akan lagi melupakan ibunya. Ia bertekad untuk lebih berbakti dan menyenangkan mamanya mumpung masih hidup. ''Penyesalan atas wafatnya papa sampai sekarang tidak bisa hilang. Sejak itu saya berjanji kepada diri sendiri tidak akan melupakan Mama. Saya takut menyesal untuk yang kedua kali,'' ungkap mantan vokalis grup musik 'Gallery' yang kini memilih bersolo karier.

Hikmah lain yang dipetik Cindy dari kematian sang ayah bahwa: lahir, jodoh, dan mati itu ada dalam kekuasaan Tuhan. Manusia hanya bisa menerima dan menjalaninya. Pengalun tembang 'Kala Kunanti' ini lantas menunjuk pengalaman pribadinya yang menikah di usia relatif muda. Menurutnya, ia tidak pernah membayangkan membina kehidupan berumahtangga pada usia muda. Tapi, katanya, ternyata Tuhan menentukan lain. Ia dipertemukan lelaki jodohnya dan dilanjutkan dengan pernikahan pada usia 20 tahun, sedangkan suaminya berumur 21 tahun. ''Alhamdulillah, pernikahan kami diridhoi Allah.''

Pada awal pernikahan, menurut Cindy, banyak cobaan berat yang harus dihadapi. Antara lain ia dan suaminya terpaksa tidak mengumumkan kepada publik bahwa mereka telah menikah, lantaran terikat kontrak dengan perusahaan tempat ia bekerja. ''Alhamdulillah, pengalaman pahit itu sudah terlewati,'' ujar presenter dan model ini. Cindy mengaku sangat tersiksa ketika harus merahasiakan pernikahannya. Ia ingin hidup itu apa adanya.

Ditanya tentang pengalamannya membina rumahtangga di usia muda, menurutnya, ada banyak hal yang positif. Antara lain ia lebih bisa menfokuskan prioritas dalam hidup, di samping ada perasaan aman karena sudah mempunyai keluarga. ''Ketika masih lajang hidup tidak terarah. Setelah mempunyai suami dan apalagi anak hidup menjadi terfokus untuk keluarga,'' ujar wanita yang mengenyam pendidikan di Amerika ini.

Dengan penjelasan tadi, Cindy menggarisbawahi menikah di usia muda lebih banyak manfaatnya daripada mudharatnya. Kuncinya, masing-masing pasangan sama-sama berkomitmen demi keutuhan keluarga dan masing-masing membuang jauh-jauh ego yang berlebihan. Mengaca pada dirinya, Cindy berpesan kepada kaum muda untuk tidak takut menikah. ''Kalau keinginan berumah tangga sudah ada dan bertemu pasangan yang cocok, segera saja menikah,'' tutur artis yang pernah mengikuti program open door student exchange.

Mengenai rizki, menurutnya, asal mau berusaha dan bekerja keras serta bertawakal kepada Allah, insya Allah akan ada saja. ''Toh, rizki itu yang mengatur juga Allah.''

Tentang anak, Cindy menuturkan, sebenarnya ia dan suaminya bersepakat untuk tidak mempunyai momongan lebih dulu. Pada tahun-tahun awal pernikahan, mereka ingin lebih berkonsentrasi pada pekerjaan dan karir. ''Tapi, ya itulah, semua Tuhan yang mengatur. Setelah tiga bulan menikah, saya ternyata hamil. Namun, bagi kami, anak adalah rizki dan titipan Allah. Dikasih, ya senang sekali. Apalagi sekarang banyak orang yang tidak mempunyai anak,'' tuturnya.

Cindy menganggap anak dan keluarga sebagai kontrol dirinya, misalnya saat sedang di luar rumah tidak bakal macam-macam karena selalu teringat mereka. ''Keluarga juga sebagai inspirasi dan semangat dalam pekerjaan.'' Karena itu, Cindy ingin membangun keluarga yang didasari kejujuran satu sama lain. Kedekatan dan kemesraan keluarga, katanya, yang utama. Tidak ada jarak dan penuh keterbukaan.

Sekarang ini, anak Cindy, Tengku Syaira Anataya, berusia dua tahun lebih. Keinginan Cindy, Syaira terbuka kepada orang tuanya. ''Lebih baik ngomong apa saja di depan saya daripada ngumpet di belakang,'' kata wanita kelahiran Malang 18 Desember 1978 yang hijrah ke Jakarta saat lulus SMP ini. Dalam usia yang relatif muda, Cindy mengaku sangat bersyukur dengan apa yang telah diraihnya: suaminya yang baik, anak yang sehat, dan karir yang bagus. Namun, katanya, karir hanyalah untuk mendukung kesejahteraan keluarga. Karena itu, katanya, ia tidak akan 'tergila-gila' suntuk dalam pekerjaan maupun karirnya. ''Yang nomor satu tetap keluarga.''

(sumber:Republika Januari 2003)

Post a Comment

 
Top