Diriwayatkan dari Sahl, Rasulullah bersabda : "Aku dan pemelihara anak yatim, di surga seperti ini. Lalu beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan di antara keduanya sedikit." (H.R. Al-Bukhari).

Pada suatu pagi Hari Raya Idul Fitri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti biasa setiap hari lebaran, mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan kaum Muslim agar merasa bahagia, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari ke sana ke mari dengan mengenakan pakaian hari rayanya. Namun, tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang.

Rasulullah pun bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalau menangis tersedu-sedu. Rasul kemudian meletakkan tangannya dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis tersebut, lalu bertanya dengan suaranya yang lembut : "Anakku, mengapa kamu menangis? Hari ini adalah hari raya bukan?"

Gadis kecil itu terkejut. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita : "Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Anak-anak bermain dengan riang gembira. Aku lalu teringat pada ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikanku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia bertarung bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahu-membahu dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu siapa lagi?"

Setelah Rasulullah mendengar cerita itu, seketika hatinya diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang ia membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata: "Anakku, hapuslah air matamu... Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu... Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? ... Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu... dan Aisyah menjadi ibumu.... Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?"

Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Masya Allah! Benar, ia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, orang tempat ia baru saja mencurahkan kesedihannya dan menumpahkan segala gundah di hatinya.

Gadis yatim kecil itu sangat tertarik pada tawaran Rasulullah namun entah mengapa ia tidak bisa berkata sepatah kata pun. Ia hanya dapat menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya.

Gadis yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menuju ke rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagian yang sulit untuk dilukiskan, karena ia diperbolehkan menggenggam tangang Rasulullah yang lembut itu.

Sesampainya di rumah Rasulullah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu dibersihkan dan rambutnya disisir oleh beliau. Semua memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.

Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan diberikan makanan, juga uang saku untuk hari raya. Lalu ia diantar keluar, agar dapat bermain bersama anak-anak lainnya.

Anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri itu. Mereka merasa keheranan, lalu bertanya: "Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?"

Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya gadis kecil itu menjawab : "Akhirnya aku memiliki seorang ayah? Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya! Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang ayah seperti Rasulullah? Aku juga kini memiliki seorang ibu, namanya Aisyah, yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, namanya Fatimah. Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia, dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta isinya."

Menyantuni Anak Yatim
Yatim berasal dari bahasa Arab yang berarti orang yang kehilangan (kematian) ayahnya, bukan ibunya. Anak yatim wajib disantuni karena ia kehilangan ayah yang wajib menanggung nafkahnya. Namun demikian, orang yang kehilangan (kematian) ibunya tetap wajib disantuni sebagaimana halnya anak yatim. Apalagi kalau kehilangan (kematia) kedua orang tuanya sekaligus.

Adapun piatu adalah istilah dalam bahasa Indonesia untuk sebutan bagi anak yang kehilangan (kematian) ibunya. Sehingga anak yang kehilangan (kematian) ayah dan ibunya sering disebut dengan yatim piatu. Masa keyatiman seorang anak itu ada batasnya, yaitu ketika ia telah baligh dan tampak rusyd (kemandirian) pada dirinya. Firman Allah `azza wa jalla, "Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya." (Q.S. An-Nisa' [4] : 6).

Secara terperinci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memberi contoh bagaimana cara menyantuni anak yatim. Yang jelas, cara menyantuni anak yatim itu adalah dengan memuliakan, memperhatikan, memberi kasih sayang, memenuhi kebutuhan hidupnya (makan, minum, pakaian, tempat tinggal), pendidikannya, kesehatannya dan segala sesuatu yang diperlukannya agar menjadi anak yang shalih, mandiri dan berguna. Sehingga ia dapat bermanfaat bagi orang lain dan tidak teracuhkan.

Membelai Rambut Anak Yatim
Apakah ada tuntunannya memberi santunan dengan prosesi membelai-belai rambut anak yatim oleh jamaah secara bergiliran? Apakah dibenarkan yatim remaja putri dibelai-belai sedemikian rupa oleh jamaah laki-laki dari remaja hingga dewasa?

Tentang membelai rambut anak yatim, memang ada sebuah hadits sebagai berikut: "Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki yang mengadukan kekerasan hatinya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda : "Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin." (H.R. Ahmda dengan perawi shahih).

Menurut hadits ini, mengusap kepala anak yatim dan memberi makan orang miskin mempunyai pengaruh yang sangat baik pada diri seseorang, yaitu dapat melembutkan hati yang keras. Dalam prakteknya, kedua hal tersebut dilakukan dengan penuh keinsyafan hati secara natural (tidak dibuat-buat) atau dipaksa-paksakan). Mengusap kepala anak yatim adalah simbol atau cara menunjukkan empati dan kasih sayang, bukan ritual yang harus dilakukan. Sudah barang tentu yang diusap adalah kepala anak yatim yang belum dewasa. Adapun orang laki-laki membelai rambut anak yatim putri yang sudah menginjak usia remaja adalah dilarang karena menimbulkan fitnah.

Demikianlah, beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam menyantuni anak yatim. Semoga kita dapat mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang selalu santun dan mengasihi anak yatim. Wallahu a'lam bish-shawab.

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.44 Thn.XLI, 7 Muharram 1436 H/ 31 Oktober 2014 M Oleh Dewan Redaksi)

Post a Comment

 
Top