"Katakanlah : "Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam." (Q.S. Al-An'am [7] : 162)
Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang memiliki banyak keutamaan bagi umat Islam selain bulan Ramadhan, karena di dalam bulan ini terdapat serangkaian ibadah yang memiliki pahala amat luar biasa dihadapan Allah `azza wa jalla jika dilaksanakan dengan sesuai petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Diantara ibadah itu adalah ibadah haji ke Baitullah dan ibadah Udhiyyah (berqurban). Pada kesempatan ini kita akan menjelaskan seputar masalah ibadah qurban.
Hukum Berqurban
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban, ada yang berpendapat wajib dan ada pula yang berpendapat sunnah mu'akkadah. Namun mereka sepakat bahwa amalan mulia ini memang disyariatkan. Sehingga tak sepantasnya bagi seorang muslim yang mampu untuk meninggalkannya, karena amalan ini banyak mengandung unsur penghambaan diri kepada Allah, taqarrub, syiar kemuliaan Islam dan manfaat besar lainnya.
Beberapa ulama menyatakan bahwa berqurban itul lebih utama daripada sedekah yang nilainnya sepadan. Sebab, tujuan yang terpenting dari berqurban itu adalah taqarrub kepada Allah melalui penyembelihan.
Kriteria Binatang Qurban
Pertama, harus dari binatang ternak. Binatang tersebut berupa unta, sapi, kambing ataupun domba. Hal ini sebagaimana firman Allah `azza wa jalla, "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternah yang telah dirizkikan Allah kepada mereka." (Q.S. Al-Hajj : 34)
Jika seseorang menyembelih binatang selain itu walaupun harganya lebih mahal maka tidak diperbolehkan.
Kedua, harus mencapai usia musinnah (usia cukup unta) dan jadza'ah (usia cukup domba)
Hal ini didasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : "Janganlah kalian menyembelih kecuali setelah mencapai usia musinnah (usia yang cukup bagi unta, sapi dan kambing untuk disembelih). Namun apabila kalian mengalami kesulitan, maka sembelihlah binatang yang telah mencapai usia jadza'ah (usia yang cukup) dari domba." (H.R. Muslim)
Oleh karena tidak ada ketentuan syar'i tentang batasan usia tersebut maka terjadilah perselisihan di kalangan para ulama. Akan tetapi pendapat yang paling banyak dipilih dan dikenal di kalangan mereka adalah : unta berusia 5 tahun, sapi berusia 2 tahun, kambing berusia 1 tahun dan domba berusia 6 bulan. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin.
Ketiga, tidak cacat. Klasifikasi cacat sebagaimana disebutkan dalam sabdanya : "Empat bentuk cacat yang tidak boleh ada pada binatang qurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan kurus yang tidak bersumsum." (H.R. Abu Dawud)
Lantas, di antara para ulama memberikan kesimpulan sebagai berikut :
Kategori cacat (di dalam As-Sunnah) yang tidak boleh ada pada binatang qurban adalah empat bentuk tadi. Kemudian diqiyaskan kepadanya, cacat yang semisal atau yang lebih parah dari empat bentuk tersebut.
Kategori cacat yang hukumnya makruh seperti terbakar atau robek telinga dan patah tanduk yang lebih dari setengah. Adapun cacat yang tidak teriwayatkan tentang larangannya walaupun mengurangi kesempurnaan maka ini masih diperbolehkan. Walaupun kategori yang ketiga ini diperbolehkan, namun sepantasnya bagi seorang muslim memperhatikan firman Allah `azza wa jalla: "Kalian tidak akan meraih kebaikan sampai kalian menginfakkan apa-apa yang kalian cintai." (Q.S. Ali Imran : 92)
Binatang Apa yang Paling Utama?
Para ulama berbeda pendapat tentang jenis binatang yang paling utama untuk dijadikan qurban. Hal ini disebabkan tidak adanya dalil yang shahih dan jelas yang menentukan jenis binatang yang paling utama, wallahu a'lam. Syaikh Muhammad Amin Asy Syanqithi rahimahullah tidak menguatkan salah satu pendapat para ulama yang beliau sebutkan dalam kitab Adwa'ul Bayan, karena nampaknya masing-masing mereka memiliki alasan yang cukup kuat.
Hanya saja seseorang yang mau berqurban hendaknya memberikan yang terbaik dari yang dia mampu dan tidak meremehkan perkara ini. Allah `azza wa jalla mengingatkan : "Wahai orang-orang yang beriman, berinfaqlah dengan sebagian yang baik dari usaha kalian dan sebagian yang Kami tumbuhkan di bumi ini untuk kalian. Janganlah kalian memilih yang buruk lalu kalian infaqkan padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji." (Q.S. Al-Baqarah : 267)
Jumlah Binatang Kurban
a. Satu kambing mewakili qurban sekeluarga, Abu Ayyub Al Anshari ra menuturkan : "Dahulu ada seseorang di masa Rasulullah menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya." (H.R. At-Tirmidzi)
b. Satu unta atau sapi mewakili kurban tujuh orang dan keluarganya. Hal ini dikemukkan Jabir bin Abdillah: "Kami dulu bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyembelih seekor unta gemuk untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang pula pada tahun Al-Hudaibiyyah." (H.R. Muslim)
Waktu Penyembelihan
a. Awal waktu, yaitu setelah penyembelihan qurban yang dilakukan oleh imam (penguasa) kaum muslimin di tanah lapang. (H.R. Muslim) Apabila imam tidak melaksanakannya maka setelah ditunaikannya shalat ied. (Muttafaqun'alaihi)
b. Akhir waktu, para ulama berbeda pendapat tentang akhir penyembelihan qurban. Ada yang berpendapat dua hari setelah Ied, tiga hari setelah Ied tersebut, hari Ied itu sendiri (tentunya setelah tengelamnya matahari) dan hari akhir bulan Dzulhijjah. Perbedaan pendapat ini berlangsung seiring tidak adanya keterangan shahih dan jelas dari Nabi tentang batas akhir penyembelihan. Namun tampaknya dua pendapat pertama tadi cukuplah kuat berdasarkan apa yang dijelaskan oleh para ulama, Wallahu a'lam.
Tata Cara Penyembelihan
a. Menajamkan pisau dan memperlakukan bintang kurban dengan baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik. Dan jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik pula. Hendaklah salah seorang di antara kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan (tidak menyiksa) sesembelihannya." (H.R. Muslim)
b. Menjauhkan pisaunya dari pandangan binatang kurban. Cara ini seperti yang diceritakan Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di dekat leher seekor kambing, sedangkan dia menajamkan pisaunya. Binatang itu pun melirik kepadanya. Lalu beliau bersabda : "Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini (sebelum dibaringkan) Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!." (H.R. Ath Thabrani dengan sanad shahih)
c. Menghadapkan bintang qurban ke arah kiblat. Sebagai mana hal ini pernah dilakukan Ibnu Umar ra.
Tidak Memberi Upah Kepada Penyembelih
Larangan ini dipaparkan Ali bin Abi Thalib ra : "Aku pernah diperintahkan Rasulullah untuk mengurus qurban-qurban beliau dan membagikan apa yang qurban itu pakai (pelana dan sejenisnya) serta kulitnya. Dan aku juga diperintah untuk tidak memberi sesuatu apapun dari qurban tersebut (sebagai upah) kepada penyembelihnya. Kemudian beliau mengatakan : "Kami yang akan memberinya dari apa yang ada pada kami". (Muttafaqun'Alaih)
Diisyaratkan Pengqurban Memakan Daging Qurbannya
"Maka makanlah daging-daging binatang tersebut dan berilah makan kepada orang fakir." (Q.S. Al-Hajj : 28)
Demikian juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : "Makanlah kalian, berilah makan (baik sebagai sedekah kepada fakir atau hadiah kepada orang kaya) dan simpanlah (untuk kalian sendiri)." (H.R. Muslim)
Selamat beribadah qurban semoga Allah `azza wa jalla menerima amal ibadah kita semua. Wallahu 'alam.
(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.40 Thn.XLI, 8 Dzhulhijjah 1435 H/ 3 Oktober 2014 M Oleh Iqbal Quro)
Post a Comment