"Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar". (Q.S. At Taubah [9] : 119)

Setiap orang membutuhkan kejujuran, karena dengan sikap itu seseorang akan dimuliakan banyak orang, dipercaya dan setiap orang merasa nyaman dan tentram bila berhubungan dengannya. Sehingga, suka atau tidak, sikap jujur itu sangat dibutuhkan dan dambaan bagi semua orang.

Tapi sayangnya sekarang ini sikap jujur ini sudah langka, sulit didapati, dan ini terjadi dalam segala aspek kehidupan. Baik itu berkaitan dengan ekonomi, sosial, dan lain-lain, terlebih lagi dalam bidang politik yang sarat dengan janji-janji palsu.

Kenyataan ini dapat dilihat dan dirasakan di tengah-tengah masyarakat sekarang ini. Misalnya saja dalam bidang perdagangan. Banyak pedagang melakukan kecurangan atau dusta. Baik dari segi timbangan atau takaran maupun kondisi barang yang tidak sesuai dengan keasliannya. Para pedagang modil begini, sama sekali tidak peduli, bahkan pura-pura tidak tahu, kalau apa yang dilakukannya merugikan konsumen. Yang ada dibenaknya adalah hanyalah bagaimana meraih keuntungan yang sebanyak-banyaknya.

Begitu juga hal dengan para pegawai, banyak diantara mereka yang telah melakukan tindak korupsi tanpa merasa bersalah kalau ia telah melanggar hukum. Perbuatan semacam itu di anggapnya sudah menjadi hal biasa. Belum lagi penyalahgunaan jabatan dan kedudukan. Akibatnya, banyak uang dinas yang hilang karena diselewengkan dan banyak jabatan yang digunakan untuk kepentingan pribadi.

Masalah politik pun demikian, malah semakin menjadi-jadi, dimana para pelaku politik tidak segan-segan mengumbar-ngumbar janji untuk kepentingan diri dan partainya. Menina-bobokan calon pemilih dengan segudang janjinya. Pokoknya kalau kalian pilih kami, niscaya apa yang menjadi keinginan rakyat akan dipenuhi. Tapi kenyataannya? Janji hanyalah janji. Justru ketika sudah dipilih kemudian menjadi anggota dewan yang terhormat, di sana bukannya menyelesaikan masalah rakyat, malah justru menambah persoalan. Bagaimana mungkin masalah rakyat bisa terselesaikan, kalau merekapun di sana saling bersitegang, mencari kekuasaan guna memenuhi ambisinya masing-masing.

Mungkin dalam sejarah perjalanan negeri tercinta ini, baru kali ini terjadi DPR tandingan? Mereka saling berebut menduduki jabatan tertentu dan akhirnya ketika itu tidak didapat, ada di antara mereka menyalurkan emosinya dengan menjatuhkan meja hingga berantakan. Kejadian ini disaksikan jutaan masyarakat Indonesia yang dalam Pilkada lalu mereka datang berbondong-bondong ke TPS-TPS guna menyalurkan aspirasinya dalam rangka taat hukum dan tanggung jawab sebagai anak bangsa. Tapi akhirnya apa yang didapati? Segala jerih payah masyarakat dengan segala pengorbanan diganti dengan perilaku beberapa anggota DPR yang sama sekali tidak simpatik, bahkan sangat memalukan.

Sungguh ketidakjujuran sekarang ini telah merajalela di tengah masyarakat, sehingga wibawa seseorang di mata masyarakat semakin hilang dan kehidupan dalam masyarakat pun semakin timpang. Kalaulah ditelusuri kenapa hal ini bisa terjadi, maka akan ditemukan adanya beberapa faktor penyebabnya.

Pertama, masih banyak orang menganggap bahwa sikap jujur merupakan penghalang dan pengekang, sehingga mereka merasa tidak bebas dalam melakukan usahanya. Akhirnya, mereka berusaha tanpa kejujuran, melakukan kecurangan, manipulasi dan sebagainya, yang kesemuanya menjadikan hak-hak orang lain terampas.

Bila dipandang oleh nafsu manusia yang serakah, berlaku jujur itu sangat mengekang baginya karena keinginan nafsu serakahnya yang ingin cepat kaya, cepat berkuasa akan dapat terhambat. Dengan demikian, dia melakukan apa saja dengan cara apapun juga, yang penting apa yang menjadi nafsu serakahnya itu terwujud. Sepatutnya cara-cara semacam ini dijauhi karena sama sekali tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Bahkan dalam satu hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan, "Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang membiasakan diri berkata benar sehingga tercatat di sisi Allah sebagai orang yang benar. Sesungguhnya, dusta membawa kepada keburukan dan keburukan itu membawa ke neraka. Sesungguhnya, seseorang yang membiasakan diri berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta". (H.R. Bukhari - Muslim).

Kedua, yang menyebabkan kejujuran sekarang ini menjadi langka,  karena banyak orang menganggap bahwa berlaku jujur itu sama sekali tidak menguntungkan, bahkan merugikan. Hal ini mereka contohkan dalam beberapa kasus. Misalkan berapa banyak orang jujur dan berdedikasi sekarang ini disingkirkan dari jabatannya karena lantaran dianggap tidak bisa bersengkokol dalam melakukan praktek kecurangan. Juga dalam perdagangan, orang-orang yang jujur dianggapnya tidak akan meraih keuntungan besar. Akhirnya mereka pun terjerat untuk sama-sama melakukan kecurangan demi meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Memang ada kalanya orang benar dan jujur tersingkir. Akan tetapi, ajaran agama dan hati nurani manusia tetap tidak akan membenarkan sikap dan perbuatan tersebut, karena perbuatan itu merupakan dosa dan sangat tercela.

Orang yang tidak jujur, kalaulah ia berhasil dan sukses dalam usahanya, ini sama sekali tidak membanggakan hari nuraninya.

Karena itu, dalam situasi kejujuran yang semakin langka dewasa ini, hendaklah kita semakin kokoh dan kuat berlaku jujur meskipun untuk itu ujian dan tantangan sangat luar biasa. Namun demikian, yakinlah dengan kejujuran itu seseorang kelak akan meraih ketenangan hidup di dunia dan terlebih lagi kelak di akhirat. Karena pada prinsipnya, Allah tidak akan membiarkan orang-orang yang jujur selalu berada dalam kesusahan. Bahkan Allah menjadikan kepada mereka yang mampu berlaku jujur berupa kemulian di dunia akhirat.

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)". (Q.S. At Taubah : 119)

Ketiga, Penyebab lain yang menjadikan kejujuran itu langka di masyarakat, karena masih banyak  orang beranggapan bahwa masyarakat mudak dikelabui, sehingga dengan seenaknya mereka melakukan ketidakjujuran. Kenyataan sungguh sangat menyedihkan dan itu benar-benar terjadi. Kita tidak membayangkan bagaimana mungkin calon jamaah haji atau umroh dikelabui dengan iming-iming diberangkatkan ke tanah suci. Tapi apa yang ternyata, pada hari  yang telah ditentukan mereka tidak dapat diberangkatkan dengan berbagai alasan. Akhirnya uang pun hilang dan diripun diterlantarkan. Sungguh tega manusia melakukan hal ini.

Tapi, sadarilah, bahwa cara semacam ini lambat laun akan ketahuan mengingat pengetahuan dan pemahaman masyarakat sekarang ini sudah jauh meningkat. Lihat saja, berapa banyak kasus penipuan yang terbongkar kasusnya karena peran serta masyarakat. Sehingga sudah tidak pada tempat dan waktunya, beranggapan bahwa masyarakat mudah diperdaya. Malahan sekarang ini tidak dapat dipungkiri, para pelaku penyelewengan, penipuan dan penyimpangan tidak akan lepas dari pengawasan masyarakat.

Untuk itu, hendaklah disadari bahwa perilaku yang bertentangan dengan agama dan hati nurani, meskipun seseorang pandai merahasiakannya, tapi lambat laun akan terbongkar juga. Beberapa banyak contoh yang ada di negeri ini. Berapa banyak pejabat di negeri ini, yang tadinya orang terhormat, kini berurusan dengan pengadilan korupsi, bahkan ada di antara mereka yang sekarang mendekam di sel tahanan.

Sebagai penutup dapat disimpulkan, kejujuran merupakan suatu sikap terpuji yang harus dimiliki oleh orang beriman. Kejujuran tidaklah mengekang dan merugikan, bahkan memudahkan dan menguntungkan bagi pelakunya. Sedangkan sikap ketidakjujuran justru sebaliknya, tidak akan pernah membawa ketenangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Wallahu a'lam

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.47 Thn.XLI, 28 Muharram 1435 H/ 21 November 2014 M Oleh M. Isa Anshori)

Post a Comment

 
Top