peringatan maulid nabi

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya". (Q.S. Al-Ahzab : 36)

Sekarang kita berada di bulan Rabi'ul awwal. Dimana kebanyakan kaum muslimin Indonesia memperingatinya dengan istilah Maulidu Nabi (hari kelahiran nabi), barangkali semacam ulang tahun. Peringatan tersebut dilakukan dengan satu alasan, ingin membuktikan rasa cintanya seorang umat kepada rasulnya.

Karena kuatnya rasa cinta tersebut, cinta itu dituangkan dengan berbagai macam cara, mulai dengan membuat syair, hidangan makanan, bahkan membuat cara khusus bagi baginda nabi. Panggung-panggung didirikan dengan berbagai hiasan dan soundsystem yang memekakkan telinga. Latihan paduan suara dengan berbagai liriknya menjadi pembuka acara dengan para penyanyinya, mulai dari anak-anak sampai nenek-nenek. Umur tak menjadi halangan, toh bisa didandani dengan kostum paling keren dan make-up keluaran terkini. Nyaris tak lagi dapat dikenali mana anak mana orang tua. Semua beriringan dengan ramai riuhnya tabuhan rebana dan lantunan marawis.

Malam dan siang berikutnya, di masjid dan banyak tempat lainnya, benar-benar sebaliknya. Suasana ramai hilang sudah. Masjid tetap sepi, demikian juga majlis ta'lim. Banyak orang sudah merasa puas dengan peringatan yang lalu dengan berbagai acaranya. Adakah yang bertanya, kemana orang-orang yang hadir semalam? Bagaimana dengan ungkapan cinta yang disenandungkan? Adakah konsekuensi cinta tersebut? Apakah cinta yang terungkap sudah sesuai dengan harapan orang yang dicintai?

Sejatinya tidak ada masalah dengan cinta yang mendalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan, bagi umat Islam cinta adalah tanda keimanan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Mencintai orang Anshar adalah tanda keimanan, dan membenci mereka adalah tanda kemunafikan." (H.R. Muslim/109)

Tapi sekali lagi, jika diamati banyak kejadian bahwa tidak setiap kata dan ungkapan cinta menunjukkan hakikat cinta itu sendiri. Apa penyebabnya, seringkali orang yang ingin mengungkapkan cinta ternyata salah memahami tentang konsep cinta, ia salah paham. Kesalahan tersebut dimulai dari tidak dipahaminya apa yang dimaksud cinta oleh orang yang akan diberikan cintanya tersebut.

Ibarat anak jenaka yang salah memberikan mahar wanita yang dicintainya. Maka di dalam Islam, mahar adalah pemberian calon mempelai laki-laki kepada mempelai wanita sebagai ungkapan rasa cinta. Wujud cinta kepada Rasulullah jelas bukan hanya dengan ungkapan belaka. Namun, haruslah sesuai dengan apa yang sudah digariskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Umat Islam tidak boleh menerjemahkan ungkapan cinta tersebut dengan cara menduga-duga, apalagi berkhayal tentang aktifitas yang dapat dijadikan ungkapan rasa cinta tersebut. Konsekuensi orang yang mencintai Rasulullah adalah kemuliaan, lebih dari itu adalah menjadi syarat tidak batalnya iman.

Apa saja agar cinta tersebut sesuai, agar tidak bertepuk sebelah tangan. Agar apa yagn diharapkan sesuai dengan kemauan orang yang dicintai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan rambu-rambu tersebut dan bagaimana cara mengungkapkannya:

Pertama, Membaca Shalawat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seorang bershalawat kepadaku kecuali para malaikat akan mendoakan kepadanya sebagaimana ia bershalawat kepadaku, maka ucapkanlah shalawat baik sedikit atau banyak". (H.R. Ibnu Majah/987)

Kedua, Membaca Shalawat kapan saja, tidak dibatasi pada bulan tertentu. "Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa'atku." (H.R. Muslim)

Bagaimana shalawat yang diajarkan Rasulullah, sehingga dapat menghindarkan diri dari kesalahan dan memiliki kesesuaian? Shalawat ini perlu dibaca agar menjadi panduan untuk mengungkapkan rasa cinta tersebut.

Di antara shalawat yang dianjurkan yang dapat kita amalakan adalah :
[1] Dari Zaid bin Abdullah berkata bahwa sesungguhnya mereka dianjurkan mengucapkan, "Allahumma sholli 'ala Muhammad an nabiyyil ummiyyi. [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad Nabi yang Ummi]" (Fadhlu Ash Sholah 'alan Nabi no. 60. Syaikh Al-Albani mengomentari bahwa hadits ini shohih)

[2] Dari Ka'ab bin 'Ujroh, beliau mengatakan, "Wahai Rasulullah, kami sudah mengetahui bagaimana kami mengucapkan salam kepadamu. Lalu bagaimana kami bershalawat padamu?" Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Ucapkanlah : "Allahumma sholli 'ala Muhammad wa 'ala Muhammad kama shollaita 'ala Ibrahim, innaka hamidun majid" [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada kerabat Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia] (Fadhlu Ash Sholah 'alan Nabi no. 56. Syaikh Al-Albani mengomentari bahwa sanad hadits ini shohih)

[3] Dalam riwayat Bukhari no. 3370 terdapat lafazh shalawat sebagai berikut, "Allahumma sholli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad kama shollaita 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid. Allahumma barik 'ala Ibrahim majid. Allahumma barik 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad kama barokta 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid." [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi keberkahan kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia].

Itulah bacaan shalawat yang dapat kita amalkan dan hendaknya kita mencukupkan diri dengan shalawat yang telah diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam Janganlah kita mengamalkan shalawat yang sebenarnya tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, apalagi mengandung kemusyrikan.

Ketiga, Mengerjakan apa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Allah `azza wa jalla  memberikan peringatan dan nasehat kepada kita, umat-Nya. Rasa cinta harus terwujud dalam bentuk ketaatan mengerjakan perintah-perintah dan apa yang pernah dicontohkan. Tidak mengikuti subyektifitas pribadi, apalagi hanya karena pengalaman tanpa rujukan. Jimat-jimat, akik, jampi-jampi dan simbol-simbol yang lainnya.

Dengan demikian sudah semakin jelas, bagaimana mengungkapkan rasa cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . Ungkapan cinta tidak saja bernada pujian, tetapi pujian yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam .Bukan sekedar peringatan, karena akan sirna begitu acara telah usai. Akan datang tahun depan. Padahal jika kita mengerjakan apa yang dikerjakan dan dicontohkan nabi, sama saja nilainya sebagaimana orang yang cinta Nabi. Tidak banyak kata terucap, tapi amal yang semakin mantap. Mendapat satu ilmu dilanjutkan dengan amal. Agar amal tersebut menjadi salah satu tanda keimanan. Karena Allah mengampuni orang-orang yang suka beramal.

Allah `azza wa jalla berfirman, "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar".

Yang dimaksud dengan Muslim disini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya. Wallahu A'lam bishawab.

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No. 3 Thn.XLII, 25 Rabiul Awwal 1436 H/ 16 Januari 2015 M Oleh Ahmad Misbahul Anam, M.Pd.I)

Post a Comment

 
Top