etika berhaji

Sejak 21 Agustus 2015 calon jamaah haji Indonesia mulai diberangkatkan ke Tanah Suci. Mereka dalam Islam dinilai sebagai orang-orang terpilih yang memiliki kesempatan menjadi tamu Allah di rumah-Nya. Mereka adalah orang-orang beruntung yang tahun ini berhak menyandang predikat tamu Allah. Maka, bersyukurlah.

Bentuk syukur yang selayaknya dilakukan bukan sekadar mengundang keluarga besar, handai tolan dan sebagainya dalam rangka kenduri keberangkatan. Tetapi, jauh lebih penting mempersiapakan diri menjadi tamu Allah yang paham akan etika/adab saat berada di Tanah Suci selama musim haji.

Boleh jadi, jamaah calhaj Indonesia sudah dibekali dengan hal-hal pokok yang selayaknya dilakukan oleh mereka sejak keberangkatan ke Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air. Umumnya calhaj Indonesia telah mendapat bimbingan saat mereka mengikuti manasik di kabupaten/kota masing-masing. Namun, kenyataannya, berdasar pengalaman musim haji sebelumnya, masih banyak jamaah Indonesia yang seolah-olah tidak menyadari bahwa dirinya tamu Allah. Hal itu boleh jadi karena mereka belum mendapatkan penjelasan yang memadai saat mengikuti manasik dari kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH).

Pertama, banyak jamaah perempuan yang menempati shaf shalat jamaah laki-laki. Padahal, di Masjidil Haram sekali pun, sebaiknya terpisah, terutama pada saat shalat berjamaah.

Kedua, banyak jamaah yang memaksakan diri, dahulu-mendahului saat tawaf dan/atau saat sa'i. Tidak jarang terjadi desak-desakan dan sikut-sikutan. Banyak jamaah yang memaksakan diri mencium Hajar Aswad.

Ketiga, banyak jamaah dengan seenaknya masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tanpa "mematikan" telepon selularnya.

Keempat, banyak jamaah yang memotret aktivitasnya saat berada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Bahkan, banyak jamaah yang "berani" memotret saat imam sudah memulai shalat berjamaah.

Kelima, banyak jamaah yang ketika di Tanah Suci perilakunya tetap tidak berubah, persis seperti kebiasaannya di Tanah Air. Misalnya, ngobrol ngalor-ngidul tanpa kontrol. Kita harus terus belajar menjadi tamu Allah yang beretika. Semoga.

(sumber:Republika edisi Kamis, 27 Agustus 2015 Hal. 24 Oleh Mahmud Yunus)

Post a Comment

 
Top