Mengejar Tobat
Acap kali manusia melalaikan atau bahkan mengabaikan kealpaan-kealpaan yang dilakukan. Sehingga, kelalaian dan pengabaian itu menjadi kebiasaan yang dianggap lumrah.
Padahal, hal itu bisa berdampak kepada dirinya atau merugikan orang lain. Inilah posisi di mana seseorang merasa dirinya bersih dari noda dan dosa.
Ibnu Athaillah as-Sakandary dalam kitabnya, al-Hikam, memasukkan sebuah kajian penting yang senada dengan itu. Ma'shiyyatun auratsat dzullan wahtiqaran khoirun min tha'atin awratsat `izzan wastikbaaran, "Kemaksiatan yang melahirkan rasa hina dan butuh pada Allah SWT lebih baik daripada ketaatan yang melahirkan sikap merasa mulia dan sombong."
Tidak ada manusia yang terbebas dari belenggu dosa meski hanya sebesar biji zarah. Hal ini karena kealpaan dan kelupaan melekat pada dirinya. Sebaik-baik manusia bukanlah yang dapat mengelak dari dosa, tetapi sebaik-baik manusia adalah dia yang selalu mengiringi langkahnya dengan merefleksikan dosa-dosa yang diperbuat.
Sikap peka terhadap dosa bukan hanya menyelamatkan manusia dari azab neraka. Tetapi juga melindungi manusia dari kegelapan dan kesengsaraan di dunia. Kepekaan itu akan melahirkan empati dan simpati sehingga tidak akan sekali-sekali mendekati sesuatu yang bukan haknya, apalagi memperkaya diri dengan menyengsarakan dan membahayakan orang lain.
Dalam hal itu, ketika manusia tidak mengetahui keutamaan yang diberikan Allah SWT kepada orang yang bertobat, ketika itu dia tidak akan mempercepat tobatnya. Ibnu Qayyim al-Jauzi menyebutkan, "Sesungguhnya senjata yang disenangi oleh setan untuk melumpuhkan orang untuk melakukan kebaikan adalah taswif, yaitu menunda kebaikan."
Maka itu, dalam beberapa ayat Allah SWT menyeru agar manusia segera mengejar ampunan Allah SWT, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS Ali Imran [3]: 133).
Bahkan berlomba, "Berlomba- lombalah kamu kepada mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul- Nya." (QS al-Hadid [51]: 21).
Bukankah Allah SWT mencintai manusia yang senantiasa berintrospeksi diri dari kealpaan-kesalahannya. "... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (QS al-Baqarah [2]:222).
(sumber:Republika edisi Senin, 9 November 2015 Hal. 1 Oleh Ahmad Syaikhu)
Post a Comment