Lawan sifat berani (syaja'ah) adalah jubun (al Jubn), yaitu penakut. Takut kalah, takut rugi, takut gagal, takut perang, takut mati, takut dihukum, takut tidak dihargai, takut menyampaikan kebenaran, dan ketakutan-ketakutan lainnya.

Tipelogi jubun termasuk di antara sifat tercela. Sifat seseorang yang ketakutannya didominasi oleh nafsu kesenangan duniawi. Sedangkan Allah, yang menciptakan dan memberinya banyak kenikmatan, tidak ditakuti.

Sifat penakut seperti ini akan menjadi halangan dan hambatan untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Dan, jika sifat ini dipelihara dan menjadi karakteristik, niscaya mendatangkan kerugian, bahkan kebinasaan.

Banyak orang yang bermental penakut. Apalagi, pada era yang serba instan, pragmatis, dan materialistis seperti sekarang ini. Keberanian seseorang, terutama para pejabat atau pemimpin, begitu banyak yang mudah tergadaikan oleh suasana kehidupan duniawi yang melalaikan.

Lebih-lebih, kalau sudah merasa berutang budi, disuap, atau dibayar, keberaniannya untuk mengungkap kebenaran atau keadilan nyaris tidak ada atau hilang sama se kali. Karena diliputi kebingungan, situasi yang tak tentu arah dan merasa tersandera.

Padahal, di tengah dekadensi moral atau kezaliman yang makin kompleks dan masif, umat dan bangsa ini selalu merindukan figur orang-orang yang mempunyai keberanian. Sehingga, umat dan bangsa ini dapat terlepas dan terhindar dari berbagai belenggu kezaliman.

Berani bukanlah dalam arti siap berkorban lalu melakukan perlawanan kepada siapa saja tanpa mempertimbangkan sisi baik dan buruknya. Bukan pula keberanian yang didramatisasi atau ka rena semata-mata dorongan luapan kebencian, marah, den dam, dan hawa nafsu lainnya.

Sikap berani yang dibenarkan oleh syara, yaitu keberanian yang dibangun atas dasar iman dan kebenaran serta dilakukan dengan penuh pertimbangan yang akurat dan terukur. Potensi sifat keberanian yang dimiliki dijadikan sebagai kekuatan dan amunisi untuk menyampaikan kebenaran, keadilan, dan kemaslahatan publik.

Berani mengatakan kebenaran, meskipun di hadapan penguasa atau pejabat yang melakukan perbuatan yang diketahui melanggar hukum atau melalaikan janji dan amanahnya. Lebih bagus lagi, berani mengaku atas kesalahan dirinya sendiri, yang disertai penyesalan dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahannya tersebut.

Ciri dan sumber utama keberanian seorang mukmin adalah keimanan dan takut kepada Allah. Mentalitas dan mindsetnya kuat bahwa dia tidak merasa takut kepada siapa pun selain hanya kepada Allah. Wallahu Al Musta'an

(sumber:Republika edisi Selasa, 22 Desember 2015 Hal. 13 Oleh Imron Baehaqi)

Post a Comment

 
Top