"Saya ikhlas jadi guru. Percayalah tujuan saya ikhlas, hanya ingin mengajar dan mendidik murid-murid." Benarkah rasa ikhlas bisa ditakar lewat kata-kata? Ikhlas itu amalan hati, tak perlu disebut dengan kata-kata. Bisa jadi saat bilang ikhlas, itulah tanda ketidakikhlasan. Karena, ikhlas tersimpan di lubuk hati terdalam maka hanya Allah SWT saja yang pasti mengetahui ikhlas tidaknya seseorang dalam beramal (QS at-Taghabun: 4).

Siapa guru yang ikhlas itu? Ali bin Abi Thalib RA ber kata, "Orang yang ikhlas adalah orang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima Allah SWT." Bahkan, seorang ulama mukhlisin, Ayyub As-Sakhtiyaany RA, mengatakan, "Demi Allah, tiadalah seorang hamba yang benar-benar ikhlas kepada Allah, melainkan ia merasa senang apabila dirinya seolah-olah tidak mengetahui kedudukan dirinya." Guru yang ikhlas paham dan sadar bahwa segala amal perbuatannya mesti bersih dari sikap riya, dan hanya diniatkan untuk mendapatkan ridha Allah SWT semata.

Tidak ikhlas berarti tidak ada ruhnya dalam suatu amalan. Karena, ikhlas merupakan ruh dan syarat diterimanya amal seorang guru. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat (menilai) bentuk tubuh serta kemolekan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan yang bersemayam dalam lubuk hatimu." (HR Bukhari dan Muslim).

Ada beberapa ciri keikhlasan seorang guru. Pertama, guru berbuat baik bukan karena ingin dipuji, hendak cari nama, atau mendapatkan penghargaan. Dipuji, dihargai, atau bahkan dicaci, sama saja bagi seorang guru yang ikhlas. Yang penting ridha Allah SWT, itu sudah cukup. Guru ikhlas tak silau pujian dari manusia. Oleh karena itu, guru yang ikhlas tak bisa diperbudak penghargaan dalam bentuk perkataan, perhatian, pemberian fasilitas dan tanda jasa, dan lain sebagainya. Firman Allah SWT, "Dan, apa saja harta yang kamu nafkahkan maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan, janganlah kamu membelanjakan (harta) untuk tujuan selain mencari keridhaan Allah semata." (QS al-Baqarah: 272).

Kedua, ikhlas itu tidak pamrih. Amalan seorang guru dikategorikan ikhlas jika dalam melaksanakan amalnya ia tidak mengharapkan untuk mendapatkan sesuatu, seperti pangkat, jabatan, atau kedudukan (QS al-Insan: 9). Guru ikhlas yakin setiap orang akan dinilai dari tanggung jawab terhadap amanah yang diembannya. Maka, guru yang ikhlas tak ujub karena pangkat dan kedudukannya, dan tak rendah diri pula karena tak punya posisi dan jabatan yang tinggi.

Ketiga, guru ikhlas konsisten berbuat baik dan memiliki perasaan nikmat dalam berbuat kebajikan. Guru yang ikhlas akan sibuk beramal baik meskipun membutuhkan pengorbanan harta, pikiran, tenaga, bahkan nyawa sekali pun. Karena baginya, semua amal baik itu adalah investasi terbaik untuk kehidupan di akhirat kelak. Firman Allah SWT, "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan amal kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas, dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami." (QS al-Anbiya: 90).

Ikhlas adalah sifat baik yang mudah diucap tapi sulit dilakukan. Disiplin saat di depan murid dan kepala sekolah, tetapi tidak peduli waktu saat sendiri. Berapi-api saat menyuruh murid belajar, tapi guru sendiri malas belajar. Dipuji senang, ditegur tidak terima dan sempitlah dada. Senang melihat guru lain susah dan susah melihat guru lain senang. Tanya pada nurani, sudahkah kita jadi pribadi guru yang ikhlas? Wallahu a'lam.

 

(sumber:Republika edisi Sabtu, 6 Februari 2016 Hal. 12 Oleh Asep Sapa'at)

Post a Comment

 
Top