Hidup dan mati pada hakikatnya adalah menjalani ujian Allah SWT. Allah
berfirman, ''(Allah) yang menjadikan mati dan hidup, untuk menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun.'' (Q. S. 67:2). Orang yang tak mempunyai orientasi
dalam hidup menilai kehidupan ini hanya untuk hidup, oleh karena itu
harus dinikmati sepuas-puasnya selama hayat masih di kandung badan.
Mereka menganggap kematian itu tak lebih ibarat sebuah mesin yang rusak.
Bagi Islam hidup bukan hanya bernafas. Ada sekelompok manusia yang kendati jasadnya sudah mati, namun seperti dikatakan Quran sebagai ''orang-orang hidup dan memperoleh rezeki'' (Q. S. 3: 169). Sebaliknya ada yang nyatanya hidup tapi dianggap sebagai ''orang yang mati'' (Q. S. 35: 22). Makna hidup dalam perspektif Islam adalah menyeimbangkan antara kesenangan duniawi dan penyiapan bekal ukhrawi. Bukankah doa yang selalu kita mohon adalah, ''Rabbana aatina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah (Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat).''
Di antara kita mungkin ada yang mengira bahwa kematian tak akan segera menghampirinya. Mereka berpikir demikian, karena badannya memang sehat, kekayaan melimpah, dan punya kekuasaan (jabatan). Padahal kematian acap kali lewat di sekitarnya, entah itu teman, kenalan, kerabat, tetangga atau orang lain yang kematiannya dimuat lewat berita duka media massa. Namun semua itu dianggapnya sepi. Mereka pun segera kembali mengasyiki dunianya. Yang demikian ini karena mereka tak menyadari bahwa hidup ini seperti menumpang kapal. Berapa pun lamanya ia mengarungi samudara dan lautan, suatu ketika kapal pasti akan bersandar di dermaga dan ia pun harus turun. Karena itu betapa pun sehatnya kita, semelimpah apapun kekayaan kita, dan setinggi apapun jabatan kita, suatu ketika kita pasti turun.
Seorang ulama mengatakan bahwa kematian itu ibarat bayi kembar dua. Ketika kakaknya lahir lebih dulu, si adik berasumsi bahwa kakaknya sudah meninggal. Sebab, ia mengira bahwa dunia adalah perut ibunda. Dengan kata lain, kematian itu pada hakikatnya adalah kehidupan baru di alam yang lebih kekal. Dan jenis kehidupan di alam kekal nanti, tergantung pada amal perbuatan manusia ketika hidup di dunia. Persis seperti bayi. Bila selama dalam kandungan ibunya, ia diberi vitamin dan gizi yang baik, maka ia akan lahir dan hidup sehat. (ah)
(sumber:http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/08/09/18/3709-hidup-dan-mati)
Bagi Islam hidup bukan hanya bernafas. Ada sekelompok manusia yang kendati jasadnya sudah mati, namun seperti dikatakan Quran sebagai ''orang-orang hidup dan memperoleh rezeki'' (Q. S. 3: 169). Sebaliknya ada yang nyatanya hidup tapi dianggap sebagai ''orang yang mati'' (Q. S. 35: 22). Makna hidup dalam perspektif Islam adalah menyeimbangkan antara kesenangan duniawi dan penyiapan bekal ukhrawi. Bukankah doa yang selalu kita mohon adalah, ''Rabbana aatina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah (Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat).''
Di antara kita mungkin ada yang mengira bahwa kematian tak akan segera menghampirinya. Mereka berpikir demikian, karena badannya memang sehat, kekayaan melimpah, dan punya kekuasaan (jabatan). Padahal kematian acap kali lewat di sekitarnya, entah itu teman, kenalan, kerabat, tetangga atau orang lain yang kematiannya dimuat lewat berita duka media massa. Namun semua itu dianggapnya sepi. Mereka pun segera kembali mengasyiki dunianya. Yang demikian ini karena mereka tak menyadari bahwa hidup ini seperti menumpang kapal. Berapa pun lamanya ia mengarungi samudara dan lautan, suatu ketika kapal pasti akan bersandar di dermaga dan ia pun harus turun. Karena itu betapa pun sehatnya kita, semelimpah apapun kekayaan kita, dan setinggi apapun jabatan kita, suatu ketika kita pasti turun.
Seorang ulama mengatakan bahwa kematian itu ibarat bayi kembar dua. Ketika kakaknya lahir lebih dulu, si adik berasumsi bahwa kakaknya sudah meninggal. Sebab, ia mengira bahwa dunia adalah perut ibunda. Dengan kata lain, kematian itu pada hakikatnya adalah kehidupan baru di alam yang lebih kekal. Dan jenis kehidupan di alam kekal nanti, tergantung pada amal perbuatan manusia ketika hidup di dunia. Persis seperti bayi. Bila selama dalam kandungan ibunya, ia diberi vitamin dan gizi yang baik, maka ia akan lahir dan hidup sehat. (ah)
(sumber:http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/08/09/18/3709-hidup-dan-mati)
Post a Comment