Tak terasa peristiwa demi peristiwa cepat terlalu. Pagi, petang, siang, malam, silih berganti. Jarang di antara kita yang memperhatikannya, terlebih yang disibukkan oleh hidup yang mempesona dan mengasyikkan. Tahu-tahu jasmani berangsur surut. Waktu dan musim terus beralih dari masa ke masa, mengubah segalanya.

Dalam Alquran banyak disinggung perubahan masa dan waktu, supaya manusia selalu ingat bahwa dia berada dalam kekuasaan Tuhan. Dia tidak mungkin mampu menentang perubahan, baik dalam alam maupun dalam dirinya sendiri. ''Perhatikanlah bulan dan malam, ketika telah pergi. Dan pagi, ketika telah benderang. Sesungguhnya, inilah peristiwa yang sangat besar. Satu peringatan untuk manusia'' (Al-Mudatstsir 32-35).

Dalam hal ini, kematian merupakan peristiwa besar yang mengubah segalanya dan menghentikan seluruh nilai dunia yang pernah begitu dicintainya. Oleh sebab itu, setiap muslim sangat ingin -- di sela-sela timbul tenggelamnya hidup ini -- banyak amal saleh dapat dilakukan, banyak kemelut hidup dapat dipertanggungjawabkan, lalu mengakhiri usianya dengan husnul khatimah, sebagai akhir yang indah. Tentang umur, Rasulullah SAW mengatakan: ''Umur umatku di antara 60 dan 70 tahun, dan sedikit di antara mereka yang melampaui itu.'' (H.R. Ibnu Majah).

Dalam praktek, tak banyak orang mencapai usia maksimal yang disebutkan Rasulullah di atas. Banyak di antara kita yang mati muda sebelum mencapai usia 60 tahun. Misalnya baru-baru ini kematian budayawan Betawi, Benyamin S sangat mengejutkan kita semua. Maka tentulah mereka yang melampaui usia maksimal adalah anugerah keistimewaan dari Tuhan dan berkesempatan merenungkannya lebih sungguh-sungguh bahwa sewaktu-waktu penilaiannya akan beralih dari hidup di dunia kepada kehidupan di akhirat. Ketika itu terjadi, Nabi SAW menggambarkan: ''Si mayat diberangkatkan ke kubur beserta keluarga, harta, dan amal perbuatannya. Keluarga dan hartanya kembali pulang. Yang tinggal padanya hanyalah amal perbuatan yang baik.'' (H.R. Bukhari-Muslim).

Satu hal yang paling berat menempatkannya dalam hati kita adalah satu hukum yang dijelaskan Alquran bahwa hidup sesudah mati (akhirat) itu lebih baik dan lebih kekal. Lebih lagi adalah menempatkan kata-kata hukum (Sunnatullah) itu dalam perspektif kehidupan sosial-ekonomi kita.

Syukurlah akhir-akhir ini dalam kehidupan sosial kita semakin disadari, masih banyak yang menantikan uluran tangan kaum punya untuk terjembataninya jurang kemiskinan dan situasi kesenjangan. Tetapi hal itu hanya akan dapat dijembatani dengan kesadaran yang dikesankan oleh iman ke dalam hati nurani kaum punya, di mana kelebihan nikmat Allah di tangannya diinvestasikan untuk membentuk teman abadi di akhirat nanti. Alquran mengingatkan: ''Ingatlah pada suatu hari, di mana harta dan putera-puteri tercinta, tiada nilai dan tiada guna, kecuali siapa yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.'' (As-Syu'ara 88-89). - (ah)


(sumber:http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/08/09/17/3414-teman-abadi)

Post a Comment

 
Top