musibah dan ampunan





Tidak ada satu pun musibah (cobaan) yang menimpa seorang muslim, melainkan dosanya dihapus Allah Ta'ala karenanya, sekalipun musibah itu hanya karena tertusuk duri. Nabi Muhammad saw

Musibah dan ampunan bagi Allah merupakan satu-kesatuan permasalahan. Tidak mungkin dipisahkan. Maka Allah perpesan kepada manusia yang beriman, jika mendapat kesenangan, janganlah menyambutnya dengan kegembiraan yang berlebihan. Sebaliknya, jika tertimpa kesusahan, janganlah menerimanya dengan kesedihan yang berlebihan pula. Di balik seluruh persoalan, berkah Allah berada di belakangnya. Kemana pun kita bersembunyi untuk menghindar dari persoalan ketentuan Allah menunggu kita. Sering para kyai menganjurkan, berdamailah hadapilah seikhlasnya dengan persoalan yang menghadang, sekalipun persoalan itu besar.

Hadis riwayat Muslim di atas mengingatkan akan sebuah kisah tentang kemurnian jiwa seorang sahabat Rasulullah. Dalam buku Mereka yang Kembali karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisy, diceritakan tentang Tsa'labah bin Abdul Rahman yang lari dan bersembunyi di pegunungan antara Mekah dan Medinah. Apa pasal? Pada suatu hari Nabi mengutusnya untuk suatu keperluan. Ketika pergi itu, Tsa'labah melewati sebuah rumah dan ia melihat tak sengaja seorang perempuan yang sedang mandi.

Dirundung perasaan berdosa yang bisa mendorong turunnya wahyu tentang peristiwa yang menyangkut dirinya, ia memutuskan untuk menghindari Rasulullah. Empat puluh hari sudah Rasul tak melihatnya dan merasa kehilangan, ketika itulah Malaikat Jibril turun dari langit menemui Nabi sambil berkata: ''Wahai, Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu memberikan salam kepadamu dan berfirman bahwa seorang lelaki umatmu berada di antara pegunungan ini dan telah memohon perlindungan kepada Allah.''

Serta-merta Nabi meminta Umar dan Salman membawa kembali Tsa'labah. Maka Tsa'labah dipertemukan kembali dengan Nabi namun begitu mendengar ayat suci yang sedang dilantunkan Nabi, pingsanlah Tsa'labah. ''Dosaku terlalu besar, wahai Rasulullah,'' keluhnya setelah siuman. ''Akan tetapi, kalam Allah itu lebih besar lagi,'' jawab Nabi. Di rumahnya kembali, Tsa'labah jatuh sakit selama delapan hari. Rasulullah meletakkan kepala Tsa'labah di pangkuannya tapi ia berusaha menolaknya. ''Kenapa kamu geser kepalamu dari pangkuanku?''

''Karena kepala ini penuh dosa.''''Apa yang kamu keluhkan?'' ''Seperti ada gerumutan semut-semut di antara tulangku, dagingku, dan kulitku.''''Apa yang kamu inginkan?''''Ampunan Tuhanku.'' Maka Malaikat Jibril turun lagi menemui Nabi: ''Wahai, Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu memberi salam untukmu dan berfirman: ''Andai hamba-Ku ini menghadap-Ku dengan kesalahan sebesar bumi, Aku menyambutnya dengan ampunan-Ku sebesar bumi pula.''

Lalu Nabi memberi tahu Tsa'labah tentang wahyu itu yang membuatnya terpekik lalu meninggal. Ketika Rasul selesai menyalati jenazahnya, beliau berjalan berjingkat-jingkat seolah tak ada tempat di tanah untuk menjejakkan kaki. Seorang sahabat bertanya apa sebab Nabi berjalan begitu, yang dijawab beliau: ''Malaikat yang turut melayat Tsa'labah banyak sekali.'' (ah)


(sumber:http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/08/09/27/5245-musibah-dan-ampunan)

Post a Comment

 
Top