Suatu hari di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, Husein, putra Ali, memerintahkan Qanbar, pembantunya, agar mengambil setakar madu milik negara yang belum dibagi-bagikan kepada umat Islam untuk disuguhkan kepada tamunya. Ketika mengetahui perubahan tempat madu Khalifah Ali menanyakan kepada Qanbar dan mendapatkan keterangan bahwa Husein telah mengambil setakar untuk tamunya.

Khalifah Ali marah besar dan kemudian menginterogasi putranya. Mengapa ia berani mengambil madu sebelum tiba saat pembagian? ''Kami kan juga punya hak dan bagian. Kalau aku nanti telah menerima bagianku, madu itu pasti akan kuganti,'' jawab Husein.

''Walau engkau punya hak dan bagian dari madu itu, engkau tidak boleh mengambil lebih dahulu sebelum orang-orang Islam lainnya,'' jelas Khalifah Ali. ''Sekiranya aku tidak melihat Rasulullah menciummu (karena amat mencintai), engkau pasti kucambuk karena perbuatanmu.''

Pada waktu yang lain Aqil, saudara Khalifah Ali, datang untuk meminta bantuan. Maksudnya, agar ia diberi referensi oleh Khalifah untuk mengambil sedikit bahan makanan dari perbendaharaan negara. Aqil berbuat demikian karena ia tahu bahwa Khalifah Ali hidupnya sederhana. Khalifah Ali lalu memerintahkan saudaranya itu untuk datang pada malam harinya.

Ketika Aqil datang ke rumah Khalifah Ali, dengan dipandu oleh anak-anaknya karena sudah tua dan buta, ia langsung disambut oleh saudaranya yang juga penguasa tertinggi umat Islam itu. ''Hanya inilah untukmu!'' kata Khalifah Ali. Dan ketika Aqil mengulurkan tangannya untuk menerima pemberian yang dikiranya makanan, ternyata yang diberikan Khalifah Ali adalah sebatang besi panas. Sambil menjerit kepanasan, Aqil melemparkan besi itu.

Khalifah Ali dengan tenang berkata, ''Itu baru besi yang dibakar dengan api dunia. Bagaimana kelak bila kau dan aku dibelenggu dengan rantai yang dibakar di neraka?'' Khalifah Ali melanjutkan, ''Dariku engkau tidak akan memperoleh lebih dari hakmu yang sudah ditetapkan Allah bagimu.''

Cuplikan peristiwa sejarah di atas menegaskan kepada kita bahwa kekuasaan dan jabatan adalah amanat rakyat yang harus dilaksanakan secara jujur dan adil. Dalam menjalankan kekuasaan Khalifah Ali tak pernah membedakan antara keluarga, kerabat, dan rakyat kebanyakan. Kiranya, untuk memberi rasa aman kepada masyarakan sekarang ini, kita perlu bercermin kepada Khalifah Ali.


(sumber:http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/08/10/29/10455-milik-negara)

Post a Comment

 
Top