Dzunnun al-Mishri, tokoh sufi yang populer karena paham ma'rifahnya, pernah ditanya, ''Dengan apa seorang dapat menggapai sorga?'' Jawabnya, ''Dengan senantiasa mengingat Allah SWT baik di waktu sunyi-sepi maupun di waktu ramai.'' Dalam terminologi sufistik, apa yang dikemukakan Dzunnun di atas dikenal dengan istilah kontemplasi (muraqabah), yaitu kegiatan memusatkan pikiran dan segala perhatian hanya tertuju kepada Allah SWT semata. Kontemplasi bagi kaum sufi merupakan suatu keharusan agar dapat memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan secara terus-menerus.

Keharusan berkontemplasi ini didasarkan pada kenyataan dan kesadaran bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi segala perbuatan kita, yang besar maupun kecil, yang nyata maupun tersembunyi. Firman Allah, ''Sesungguhnya Allah SWT selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. 4:1). Karena ketatnya pengawasan Tuhan ini, Abdul Wahid ibn Zaid, pendiri perkumpulan sufi di Abadan, pernah berkata, ''Sekiranya Allah SWT memang selalu mengawasi diriku, maka aku tidak pernah akan hirau dan peduli kepada yang selain-Nya.''

Kontemplasi, seperti dikemukakan di atas, dapat dibedakan berdasarkan kualitas dan intensitasnya. Menurut imam al-Ghazali di kitab Ihya' 'Ulum al-Din, kontemplasi dapat dibagi ke dua tingkatan. Pertama, muraqabat al-muqarrabin, yaitu kontemplasi yang dilakukan oleh orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pada tingkat ini, kontemplasi membuat seorang hanya terpaku kepada Tuhan. Dalam hatinya tidak ada ruang lagi untuk tertarik kepada yang lain. Inilah kontemplasi dalam bentuknya yang paling sempurna.

Kontemplasi jenis ini, kata al-Ghazali, dapat melahirkan prilaku kebaikan, lahir maupun batin, tanpa daya upaya. Logikanya begini. Jika hati seorang tertuju sepenuhnya kepada Tuhan, maka ia tak dapat berpaling pada hal-hal yang mubah apalagi yang terlarang (mahdzurat). Seluruh aktivitasnya pastilah merupakan kepatuhan kepada Tuhan. Hati merupakan pemimpin bagi anggota badan lainnya. Seluruh aktivitas anggota badan mengikuti instruksinya.

Kedua, muraqabat al-wara'in, yaitu kontemplasi orang-orang yang wira'i. Kontemplasi pada tingkat ini belum maksimal seperti pada tingkat pertama. Masih terbuka peluang bagi pelakunya untuk berpaling kepada yang selain Allah SWT meski ia terus berupaya untuk senantiasa ingat kepada-Nya.

Karena itu, orang yang mencapai tingkat ini, menurut al-Ghazali, perlu menyempurnakan diri dengan memperhatikan tiga hal ini. Pertama, ia harus menjaga dan memelihara kebaikan itu dari berbagai penyakit yang dapat menggrogotinya. Pada level dan tingkat apa pun, komtemplasi agaknya dapat membuat manusia lebih kenal dan lebih dekat dengan Tuhannya.

(sumber:http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/08/11/04/11593-mengingat-allah-swt) 

Post a Comment

 
Top