Sebagai salah satu monumen Ilahi (masya irillah), Arafah merupakan tempat yang amat penting dan bersejarah. Wukuf di Arafah menjadi inti (core) dari seluruh rangkaian pelaksanaan ibadah haji. Nabi saw sendiri pernah menegaskan, ''Al-Hajj 'Arafah'', haji adalah Arafah. (HR. Ahmad dan Ashhab al-Sunan).

Pernyataan Nabi ''Al-Hajj 'Arafah'' ini, agaknya tidak hanya dimaksudkan untuk menunjukkan pentingnya wukuf di Arafah semata, seperti yang umum dipahami oleh para ahli hukum Islam. Namun, kelihatannya terdapat maksud lain yang ingin beliau sampaikan lewat pernyataannya tersebut. Maksud itu ialah harapan agar kaum Muslimin menyimak dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh ''Deklarasi Arafah,'' yaitu khotbah Nabi saw yang disampaikan kepada para hujjaj di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun ke-10 Hijrah.

Dalam khotbah ini, Nabi saw mengajak manusia ke jalan Allah swt, dan menyeru mereka agar menghormati hak-hak suci sesama manusia baik laki-laki maupun perempuan. Dalam pidato ini, Nabi saw antara lain menegaskan, ''Sesungguhnya darahmu, harta bendamu, dan kehormatanmu adalah suci atas kamu seperti sucinya hari (haji)-mu ini, dalam bulanmu (bulan suci Dzulhijjah) ini dan di negerimu (tanah suci) ini.'' (Kitab Shahih Muslim bi Syarkh al-Nawawi, 8/182).

Khotbah Arafah, seperti terlihat di atas, sangat menekankan pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang harus dijaga dan dihormati. Pesan ini sejalan dengan ajaran dan doktrin Alquran yang menegaskan bahwa setiap pribadi (individu) manusia harus dihormati hak-haknya, karena setiap pribadi itu mempunyai nilai kemanusiaan sejagat (universal). (Q.S. al-Maidah, 27-32). Pesan-pesan yang disampaikan Nabi dalam khotbah Arafah tersebut, sebagian di antaranya kini dikenal sebagai hak-hak asasi manusia (HAM). Untuk itu, khotbah Arafah dapat disebut sebagai deklarasi mengenai HAM itu sendiri. Sebagai deklarasi, khotbah Arafah, tentu mendahului semua deklarasi tentang HAM yang pernah dikenal di dunia Barat.

Agama Islam, seperti pernah dinyatakan oleh filosof Muslim Prancis, Roger Garaudy, memang memiliki pandangan dan visi yang mengagumkan mengenai HAM. Tapi, sayang, lanjut Garaudy, pandangan ini pernah dirusak oleh berbagai deviasi dan penyimpangan yang terjadi dalam sejarah Islam baik dalam bentuk despotisme politik maupun dalam bentuk pemahaman yang rigid dan dangkal terhadap sumber-sumber Islam, terutama Alquran dan Al-Sunnah. (Lihat, Human Rights and Islam, h. 46-60).

Agak ironis memang bila umat Islam yang memiliki ajaran yang begitu memuliakan dan menghormati HAM seperti terlihat dalam Deklarasi Arafah di atas, pada kenyataannya justru diidentifikasi sebagai umat yang paling banyak melakukan pelanggaran mengenai HAM. Kita tampaknya perlu terus meningkatkan pemahaman dan kesadaran kita mengenai HAM, sebagai bagian tak terpisahkan dari realisasi dan pengalaman ajaran agama.

Barangkali inilah makna dari imbauan Nabi saw yang diutarakan secara berulang-ulang di sela-sela pidatonya kepada lautan manusia yang menyemut di padang Arafah itu. Katanya: ''Ala Falyuballigh al-Syahidz Minkum al-Ghaib'' (Ingat, hendaklah orang yang hadir di antara kamu menyampaikan ''Deklarasi Arafah'' ini kepada yang tidak hadir). Semoga kita dapat meneruskan pesan ini! Amin.


(sumber:http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/08/12/11/19350-deklarasi-arafah)

Post a Comment

 
Top