[ Oleh Aji Setiawan]

Kita harus yakin bahwa Allah SWT Mahakuasa. Tak ada yang terlepas dari kekuasaan-Nya. Di tangan-Nya lah segala sesuatu. Allah Maha Mengatur, Allah Maha Berkehendak, Allah yang membuat sesuatu menjadi mulia, dan Allah pula yang membuat sesuatu menjadi hina. Jika Allah menghendaki sesuatu ter jadi, meskipun sulit menurut kita, itu pasti terjadi.

Kepercayaan akan semua ini dalam pandangan Islam dikenal dengan sebutan tawakal. Semakin kuat kepercayaan ini, akan semakin tebal rasa tawakal dan akhir nya rasa optimistis dalam diri se makin bertambah. Dari rasa ta wakal inilah optimistis berawal. Rasa optimistis haruslah menga lahkan pesimistis yang bisa me nye rang siapa saja.

Jika ingin berhasil, kita harus bisa membangun rasa optimistis dalam diri dan kita memulainya dengan memupuk rasa tawakal kepada Allah SWT.

Optimistis yang lahir dari tawakal itulah yang menyebabkan Rasulullah SAW dan para khalifah setelahnya bisa memenangi ba nyak pertempuran melawan orang kafir.
Dalam berbagai medan pe perangan, sebenarnya pasukan Muslim selalu kalah dalam hal jumlah prajurit, fasilitas persenjataan, kelengkapan medis, dan lain sebagainya.
Tetapi, sejarah men catat, kaum Muslimin hampir selalu meraih kemenangan dalam tiap pertempur an. Salah satu kun cinya adalah optimisme dan keya kinan kepada kekuasaan Allah.

Pernah, kaum Muslimin agak pesimistis. Yaitu, saat menghadapi Romawi di Perang Yarmuk pada 13 Hijriah. Jumlah prajurit dan perlengkapan senjata antara dua pasukan sangat tidak imbang. Pasukan Romawi mencapai 240 ribu personel, sedangkan jumlah pasukan Islam tidak sampai 30 ribu personel. Melihat hal ini, Panglima Khalid bin Walid men coba membangkitkan rasa optimisme pasukan Islam. Ia berteriak, "Betapa sedikitnya pasukan Romawi dan betapa banyak pasukan Islam. Banyak dan sedikit bukan dari jumlah prajurit. Pasukan dianggap banyak jika ia menang dan sedikit jika ia kalah."

Ketika itu, optimisme pasukan Islam bangkit dan akhirnya mampu memorak-porandakan pasukan Romawi.

Manusia, ketika dihadapkan pada hal-hal sulit atau menemu kan sebuah tantangan besar, ada dua pilihan yang harus dia ambil, maju menabrak dan menjawab tantangan tersebut atau mundur tanpa melakukan apa-apa. Jika dia memilih maju, ada dua kemung kinan yang bisa diraih, berhasil atau gagal.
Tapi, jika dia memilih diam tanpa ada usaha dan tindak an nyata maka kemungkinannya hanya satu, yaitu gagal. Dari ini, diperlukan pemu pukan sikap optimistis dalam meng hadapi setiap tantangan dan membuang jauh-jauh sikap pesimistis.

Optimistis merupakan keya - kinan diri dan merupakan salah satu sifat yang sangat ditekankan dalam Islam. Dengan sifat optimistis, seseorang akan bersemangat dalam menjalani hidup untuk menjadi lebih baik. Allah melarang dan tidak menyukai orang yang bersikap lemah dan pesimistis baik dalam bertindak, berusaha, mau pun berpikir.

Dalam Alquran, Allah berfirman (artinya): "Janganlah kalian bersikap lemah dan janganlah (p ula)
ber sedih hati, padahal kalianlah orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kalian beriman." (QS Ali Imran [3]: 139).

Sikap optimistis akan menjadi energi hidup yang terus menyala di waktu yang tepat. Kita harus se lalu menumbuhkan semangat pan tang menyerah, terus berdoa sambil berusaha, serta beramal dengan penuh keyakinan akan ke kuasaan Allah SWT. Bila Allah ber kehendak, hal tersulit sekalipun akan menjadi sangat mudah bagi kita. Jika belum mencoba, jangan mengatakan tidak bisa. Seorang mukmin tidak boleh kalah sebe lum berperang.

(Sumber: Republika edisi : Sabtu, 26 April 2014 Hal. 25 Oleh Aji Setiawan)

Post a Comment

 
Top