"... mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai". (Q.S. Al-A'raaf [7] : 179)

Manusia dalam hidupnya diberikan seperangkat kelebihan dibandingkan  makhluk lainnya. Dengan kelebihan itu manusia dimaksudkan dapat mengemban amanah di muka bumi ini sebagaimana yang digariskan Allah `azza wa jalla Akan tetapi kenyataannya, tidak semua manusia mampu melakukan itu.

Bahkan tidak sedikit manusia terperosok ke lembah kehinaan, sebagaimana Allah tegaskan dalam surat Al-Araf ayat 179, "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka itulah orang-orang yang lalai".

Pada ayat di atas sungguh sangat jelas dan tegas banyaknya calon-calon penghuni neraka, baik dari kelompok jin dan manusia. Meskipun demikian Allah juga menegaskan bahwa Allah pun menciptkan calon-calon penghuni surga, sesuai dengan keadilan dari perbuatan baik dan buruknya.

Prof. Dr. Hamka dalam tafsir Al-Azhar menerangkan, pada ayat di atas didahulukan menyebut jin dari manusia. Ini tidak lain Jin adalah makhluk halus yang tidak dapat dicapai oleh panca indera manusia. Disebut lebih dahulu daripada manusia, karena merekalah yang lebih besar memiliki sifat-sifat lalai.

A. Hassan guru Persatuan Islam dalam tafsir al-Furqan menjelaskan, arti syaitan pada ayat 36 surat Al-Baqarah, syaitan dan iblis adalah dua nama buat satu makhluk yang maklum. Di waktu mengganggu namanya syaitan dan di waktu tidak mengganggu namanya iblis.

Dari firman Allah di atas dapat dipahami, Allah memberikan dan menciptakan potensi baik dan buruk, agar manusia dapat membedakan antara yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang adil dan yang zalim, "Maka Ia (Allah) menunjukkan segala kejahatan (kefasikan) dan kebalikkannya (ketaqwaannya)." (Q.S. As-Syams [91] : 8).

Kemudian selanjutnya dalam ayat di atas Allah menerangkan semua makhluk manusia dan jin telah sama-sama diberi hati untuk merenungkan dan memikirkan. Diberi mata untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah. Diberi telinga untuk mendengarkan ayat-ayat Allah. Tentu saja hati, mata, dan telinga jin menurut keadaannya. "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)." (Q.S. Al-A'raf [7] : 179)

Maksud orang yang mempunyai hati adalah mempunyai pikiran atau daya pikir dan daya rasa, tetapi tidak digunakan untuk peduli dan peka memahamkan sesuatu, sebenar-benarnya paham. Tafqahuuna bihaa artinya berfikir, merenungkan dan memahami kehidupan dan kenyataan di sekitarnya. Berkenaan dengan ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan, "Ingatlah, di dalam jasad manusia itu ada sekerat daging, jika daging itu baik, baiklah seluruh organ jasad, dan jika daging itu rusak, maka jasad itu rusaklah seluruhnya. Ketahuilah, sepotong daging itu adalah hati." (H.R. Bukhari Muslim).

Juga dijelaskan dalam ayat ini, Allah menciptakan telinga pada organ tubuhnya, "Dan mereka jin dan manusia mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah)."

Allah ciptakan telinga pada tubuh manusia, agar manusia dapat menggunakannya untuk mengambil pelajaran dari setiap yang didengarnya, di antaranya mendengarkan pengajian Al-Qur'an dan mendengarkan tausyiah ulama di berbagai majelis ta'lim.

Seluruh fasilitas panca indera yang Allah berikan ini hendaklah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Gunakan hati dengan baik, gunakan mata untuk melihat agar dapat membedakan antara yang hak dan yang bathil, dan gunakan telinga untuk mendengarkan peringatan ulama yang menjalankan al-amru bil ma'rufi wannahyu 'ani al-munkar. Oleh karenanya, kalau fasilitas ini tidak digunakan dengan baik, niscaya mereka itu akan seperti binatang ternak, bahkan lebih buruk daripada binatang ternak. "Mereka (jin dan manusia itu) seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi." (Q.S. Al-A'raf [7] : 179).

Orang-orang yang menjalani kehidupannya dengan memperturutkan kehendak hawa nafsu panggilan dunia, pada akhirnya akan terjerumus ke lembah kehidupan binatang, bahkan diumpamakan Allah seperti binatang anjing. "Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya  (tetap) dijulurkan lidahnya, dan jika kamu membiarkannya (tetap juga) ia menjulurkan lidahnya." (Q.S. Al-A'raf [7] : 176).

Sifat anjing yang paling buruk adalah jika diperlakukan keras dan kasar atau dihalau, anjing tetap menjulurkan lidahnya. Sifat lain anjing adalah jika diberi air minum, anjing itu tetap menjulurkan lidahnya, dan diberi makan, anjing itu tetap menjulurkan lidahnya, ini menunjukkan sikap al-lahats yaitu terengah-engah sambil menjulurkan lidahnya. Binatang tidak pernah cukup dan tidak pernah puas, karena hanya memperturutkan insting dan hawa nafsunya belaka.

Dengan demikian, sejauh manusia tidak mampu menggunakan segala fasilitas yang Allah berikan, niscaya ia akan menjadi hina dan terjatuh, dan kelak ia akan menjadi manusia yang merugi. Karena, manusia yang lengah dan lalai adalah mereka-mereka yang tidak peduli dan peka terhadap lingkungan sekitarnya, yaitu orang-orang yang tidak menggunakan hati, mata, dan telinganya demi orang banyak guna melakukan berbagai kebaikan, terlebih yang bermanfaat bagi orang lain. "Mereka-mereka itulah orang-orang yang lalai." (Q.S. Al-A'raf [7] : 179).

Maka dapatlah dikatakan, manusia yang lalai adalah di mana ia tidak mengingat apa arti dan makna dirinya sebagai manusia yang mempunyai hati, mata, dan telinga. Orang-orang yang lalai adalah orang yang tidak peduli pada masyarakat dan bangsanya. Adapun yang mereka perhatikan adalah peluang-peluang melakukan kemaksiatan dan kekerasan. Kekerasaan dalam tawuran, peluang mengedarkan narkoba. Peluang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompoknya, peluang-peluang melakukan korupsi, dan berbagai bentuk-bentuk lainnya.

Binatang ternak memiliki perangkat-perangkat instingtif yang dapat menuntun mereka. Sedangkan, jin dan manusia ditambah lagi dengan kalbu yang dapat memahami, mata yang dapat memandang, dan telinga yang dapat menangkap suara.

Perbedaan antara manusia dengan hewan adalah penggunaan dua fungsi indera yaitu mata dan telinga, serta fungsi hati (Qalbun). Apabila mereka tidak membuka hati, mata, dan pendengaran mereka untuk memikirkan dan merenungkan ketika mereka menempuh kehidupan dengan lengah, maka mereka itu lebih sesat dari pada binatang ternak yang cuma dibekali fitrah saja. Sesudah itu, mereka akan menjadi isi neraka jahanam.

Begitulah kedudukan manusia yang lalai. Mereka tidak dapat menjaga eksistensi kemanusiaannya yang begitu mulia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya ciptaan Allah. Manusia diberikan derajat tinggi, diangkat derajatnya di lautan dan di daratan. Sehingga sejauh manusia mampu menjaga dan melestarikan kelebihan-kelebihan itu, niscaya ia akan tetap eksis di dunia dan akhirat. Tapi sebaliknya, jika ia tidak mampu menjaganya, niscaya ia akan terpuruk, jauh merosot ke lembah kehinaan, bahkan lebih hina dari binatang apapun di muka bumi ini. naudzubillah min dzalik.


(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No. 25 Thn.XL, 12 Sya'ban 1434 H/21 Juni 2013 M Oleh Ramlan Mardjoned)

Post a Comment

 
Top