Suatu hari, ketika Rasulullah sedang beriktikaf di masjid, datanglah istrinya, Shafiyah binti Huyai, mengunjunginya pada waktu malam. Dia berbincang sebentar, lalu bangkit untuk pulang. Rasulullah ikut berdiri mengantarnya hingga ke rumah.

Tempat tinggal sang istri ketika itu adalah rumah Usamah bin Zaid. Di tengah perjalanan, lewatlah dua orang sahabat dari Anshar. Ketika mereka melihat Rasulullah berdua, mereka mempercepat langkahnya.

Rasulullah berkata, "Tahan langkahmu, orang ini adalah Shafiyah binti Huyai." "Subhanallah, wahai Rasulullah," demikian ucapan spontan kedua orang itu begitu mendengar pernyataan Rasulullah.

Rasulullah berkata, "Setan itu berjalan di tubuh manusia melalui jalan darah. Saya khawatir, dia menanamkan pada hatimu berdua prasangka buruk." Begitulah Rasulullah melarang umatnya berprasangka buruk.

Karena, prasangka buruk itu akan menciptakan pola pikir negatif dalam diri kita. Sedangkan, pikiran yang kita miliki merupakan anugerah Allah SWT yang terpenting untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Allah mengingatkan kita dalam Alquran, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa. Dan, janganlah kamu mencari-cari keburukan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan satu sama lain. Adakah seseorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan, bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya, Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS al-Hujurat [49]: 12).

Di dalam hadis, Rasulullah juga mengingatkan, "Jauhilah prasangka buruk karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta, dan janganlah kalian saling mendiamkan, saling mencari kejelekan, saling menipu dalam jual beli, saling mendengki, saling memusuhi, dan janganlah saling membelakangi, dan jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara." (HR Bukhari, 5606).

Berbekal pikiran yang kita miliki, kita dapat menelusuri masa lalu, memikirkan banyak hal, bahkan kita dapat memikirkan apa saja yang belum pernah terjadi. Tapi, pikiran yang begitu hebat sering tidak dimanfaatkan dengan baik.

Kita lebih sering memikirkan peristiwa negatif dalam kehidupan kita. Padahal, pikiran negatif yang kita simpan terus-menerus akan berdampak depresi yang berujung pada sakit jiwa.

Laksana seorang petani, kita bertanggung jawab menanam bibit buruk atau bibit unggul dalam pikiran. Jika kita memilih untuk memenuhi pikiran dengan hal-hal negatif, itulah yang akan kita peroleh.

Sebaliknya, jika kita memenuhi pikiran dengan pikiran positif, tentu hidup kita akan lebih bermakna dan berarti.


(Sumber: Republika edisi : Selasa, 24 Juni 2014 Hal. 21 Oleh Muslimin)

Post a Comment

 
Top