Pada pagi hari yang cerah, Rasulullah SAW berjalan ber sama para sahabatnya. Waktu itu, mereka menyaksikan seorang pemuda membelah kayu penuh semangat. Kemudian seorang sahabat berkata, "Seandainya semangat itu digunakan untuk berjihad di jalan Allah..."

Rasulullah SAW yang mendengar perkataan sahabatnya, lantas bersabda, "Apabila keluarnya dia dalam rangka mencari nafkah untuk anaknya yang masih kecil, itu juga termasuk jihad fi sabilillah. Jika keluarnya dalam rangka mencari nafkah untuk orang tuanya yang tua maka itu juga jihad fi sabilillah. Kalaupun keluarnya dia dalam rangka mencari nafkah untuk diri sendiri demi menjaga harga diri maka itu juga termasuk jihad fi sabilillah. Tetapi, bila keluarnya dia di sertai riya dan hura-hura maka itu merupakan usaha di jalan setan." (HR Thabrani).

Hadis di atas memberi pesan kepada kita, bekerja merupakan aktivitas mulia yang patut dilakukan seluruh Muslim di manapun berada. Sebab, di dalam Islam bekerja berarti melakukan aktivitas bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Dengan bekerja, seorang Muslim akan memperoleh dan menghasilkan nilai tambah materi sehingga kebutuhan mereka terpenuhi. Tak heran bila Nabi Muhammad memasukkan pekerja atau pengusaha pada golongan orang yang melakukan jihad fi sabilillah.

Para pekerja, pedagang, pengusaha, dan profesi lain bila dari kedalaman hati berniat memberikan manfaat dari kerja yang dilakukan, posisinya sama dengan jihad. Apa pun profesi asalkan diperoleh dengan halal, pekerjaan itu merupakan bentuk ibadah yang besar pahalanya.

Bekerja ialah tradisi kenabian yang paling panjang melintasi zaman. Para nabi dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak bergantung pada pemberian orang lain.

Nabi Daud, misalnya, menjalani profesi sebagai pengrajin. Nabi Yusuf juga menjalani profesi sebagai bendahara negara. Bahkan, Muhammad, sebelum diangkat menjadi nabi oleh Allah, bekerja sebagai penggembala dan pedagang.

Bagi seorang pekerja keras, Allah SWT akan mengganti setiap tetesan keringatnya tak hanya dengan materi di dunia, tetapi juga dengan pahala di akhirat kelak. Islam tidak menganjurkan umatnya mengharap belas kasih orang lain.

Rasulullah bersabda, "Sungguh, seandainya salah seorang di antara kalian mencari kayu bakar dan memikul ikatan kayu itu maka lebih baik daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik itu memberi nya atau tidak." (HR al-Bukhari dan Muslim). Wallahu a'lam.


(sumber: Republika edisi : Selasa, 3 Juni 2014 hal. 21 Oleh Prof H Dadang Kahmad) 

Post a Comment

 
Top