Alhamdulillah berjalan hampir satu tahun, penulis menikmati keadaan iktikaf di Masjid Az- Zikra. Tidak keluar dari masjid kecuali untuk sebuah hajat atau panggilan dakwah.

Hikmahnya teramat banyak untuk ditulis. Luapan kebahagiaan, ketenangan, dan kenikmatan dalam hidup begitu dominan dirasakan setelah beramal iktikaf ini. Dan kini, rasanya tepat jika kita kembali membincangkan lagi tentang iktikaf.

Terlebih di sepuluh akhir bulan Ramadhan ini. Menurut bahasa, iktikaf ialah menahan, berdiam, dan menetap. Sedangkan menurut syariat, iktikaf ialah berdiamnya seseorang di masjid dengan sifat tertentu.

Diriwayatkan dari Aisyah RA, ia berkata, "Apabila telah masuk hari kesepuluh, yakni sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, Rasulullah SAW mengencangkan kain sarungnya dan menghidupkan malam-malam tersebut serta membangunkan istri-istrinya." (Muttafaq Alaihi).

Istilah "mengencangkan kain sarungnya", adalah sebuah kinayah tentang ketekunan beribadah, mencurahkan waktu untuknya, dan bersungguh-sungguh di dalamya. Dalam bahasa lain, fokus untuk menyibukkan diri dengan beribadah.

"Menghidupkan malam", yakni menghidupkan seluruh malam dengan shalat dan selainnya. "Membangunkan istri-istrinya" yakni membangunkan mereka dari tidur untuk beribadah dan melakukan amal-amal taqarub ila Allah (mendekatkan diri kepada Allah).

Dalam riwayat lain disebut, "Jika Nabi SAW ingin melakukan iktikaf, beliau mengerjakan shalat Subuh, baru kemudian masuk ke tempat iktikafnya," (Muttafaq Alaihi). Maksudnya, beliau mulai berfokus dan menyepi di tempat iktikafnya yaitu di dalam masjid setelah shalat Subuh. Namun, bukan berarti bahwa itu dimulainya waktu iktikaf.

Bahkan, waktu iktikaf itu dimulai sebelum Maghrib pada malam ke-21. Ketika setelah selesai shalat Subuh beliau menyendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam an-Nawawi. Takwil ini harus dilakukan untuk mengompromikan antara hadis ini dan hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Nabi beriktikaf pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana hadis ini.

Diriwayatkan dari Aisyah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW pernah memasukkan kepalanya ke kamarku dan aku menyisir rambutnya. Dan jika sedang iktikaf beliau tidak masuk rumah kecuali jika ada keperluan." (Muttafaq Alaihi).

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beberapa orang sahabat Nabi SAW bermimpi melihat malam Lailatul Qadar pada tujuh hari terakhir. Maka Rasulullah SAW bersabda:

"Menurut dugaanku, kalian bermimpi pada tujuh hari terakhir. Barang siapa ingin mencari malam tersebut, maka carilah pada tujuh malam terakhir." (Muttafaq Alaihi).

Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apa yang harus aku ucapkan jika aku mengetahui malam Lailatul Qadar itu? Beliau menjawab, "Ucapkanlah Allahuma innaka afuwwun tuhibbul Afwa fa'fu annii, Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, suka memaafkan maka maafkanlah aku.
(Hadits diriwayatkan oleh lima imam selain Abu Dawud dan disahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim). 
(sumber:Republika, edisi Jumat, 18 Juli 2014 Hal. 1 Oleh Ustaz HM Arifin Ilham)

Post a Comment

 
Top