"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (Q.S. At-Taubah : 122).

Pesantren dalam perjalanan sejarahnya telah memberikan kontribusi yang besar, antara lain bukan hanya dalam bidang pendidikan Islam, melainkan juga dalam penyebaran Islam di Indonesia.

Dalam bidang pendidikan kontribusinya cukup dirasakan, bukan hanya telah melahirkan alumni yang berhasil mengabdikan diri dalam masyarakat melalui pengetahuan yang dimilikinya dengan mengembangkan aktifitas dan lembaga pendidikan di daerah lingkungan masyarakatnya, melainkan juga telah mampu memberikan motivasi pada diri, keluarga dan masyarakat agar mencintai pendidikan dan menuntut ilmu sedalam-dalamnya.

Dalam penyebaran Islam juga cukup dirasakan dengan melahirkan juru da'wah dan pemimpin Islam yang tersebar di seluruh Indonesia dan berperan aktif dalam memakmurkan masjid, menggerakkan lembaga dan organisasi da'wah, bahkan melahirkan pemikiran-pemikiran cerdas melalui karya tulis ilmiah yang berkualitas.

Peran pesantren ini sejalan dengan teks dan substansi firman Allah `azza wa jalla di atas yang menyatakan dengan jelas sebagai berikut : "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (Q.S. At-Taubah : 122).

Peran pesantren yang sedemikian mulia ini berarti pula berpengaruh terhadap peran para alumninya yang sudah tersebar dalam masyarakat dalam berbagai profesi namun tetap memiliki visi dan misi yang sama dalam memajukan pendidikan Islam dan da'wah penyebaran Islam secara luas dan cerdas. Visi dan misi  semacam ini, kiranya menjadi bahagian dari aktifitas dan perjuangan para alumni pesantren, yang diharapkan dapat melakukan pencerahan dan meningkatkan pendidikan umat yang masih terbelakang, serta melakukan terobosan dalam mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan mereka, yang selama ini masih terbelit dalam kemiskinan dan kebodohan.

Pengentasan Kemiskinan Ummat

Masalah kemiskinan masih mewarnai kehidupan ummat Islam di negeri yang subur ini, yang ditandai antara lain dengan banyaknya penerima BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan RASKIN (Beras untuk orang miskin), sehingga menjadi bagian dari kampanye dan politik pencitraan penguasa. Sementara itu, kecenderungan para elit di negeri ini, termasuk juga sebagian ummat yang berhasil meraih tingkat pendidikan yang tinggi adalah bagiamana memperkaya diri dan keluarga yang ditandai dengan berlomba-lombanya mereka meraih kursi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, termasuk juga melakukan korupsi dan penyalahgunaan jabatan setelah mendapatkan kekuasaan.

Keadaan semacam ini memberikan gambaran dan realitas ummat Islam yang masih memerlukan pencerahan agar tidak menjadikan hidupnya sebagai budak harta sehingga menjadi pengganut faham materialism, tetapi bagaimana hidup mereka bermanfaat baik buat diri sendiri dan keluarganya, melainkan juga buat orang lain dan masyarakat.

Faham materialisme yang merupakan pengaruh dari kehidupan masyarakat Barat dewasa ini merupakan salah satu tantangan da'wah dan perjuangan ummat Islam dimana pun mereka berada, sehingga tujuan hidup yang telah digariskan dalam Al-Qur'an adalah untuk beribadah, telah berubah kepada kepentingan untuk mengejar dan meraih kehidupan material.

Bahkan karena untuk mencapai dan menggapai kepentingan ini, di antara ummat Islam, termasuk aktifos partai Islam dan da'wah tidak segan-segan meninggalkan dan merubah prinsip perjuangannya, sehingga nilai-nilai dasar yang selama ini dianut dan diperjuangkannya menjadi hilang. Inilah yang sesungguhnya pernah diberikan pelajaran oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan bahaya tiga ta, yaitu tahta, wanita dan harta terhadap juru da'wah, sehingga membuat misi da'wah bisa melenceng dari tujuannya semula.

Apakah pesantren, termasuk kyai, santri dan alumninya juga terperangkap dalam pengaruh materialisme adalah sangat bergantung kepada tingkat iman dan ilmu yang dimilikinya, sebab tidak mustahil karena faktor kemiskinan dalam hidupnya sehingga tergiur melakukan studi keluar negeri dengan beasiswa dari Negara Asing yang Sekuler dan Liberal, sehingga begitu kembali ke dalam masyarakatnya telah berubah pandangan dan sikapnya tentang Islam. Dia pun telah menjadi bagian dari kepentingan Negara Asing itu dalam "megasong" dan menyebarkan faham sekulerisme, plurarisme dan liberalisme (Spilis), yang dengan melakukan itu kemudian mereka mendapat "upah" karena pengaruh materialisme yang tidak sedikit dibandingkan dengan gaji pegawai negeri di negerinya sendiri.

Demikian pula Alumni Pesantren yang telah terjun ke dalam kancah politik nasional dan berhasil meraih kedudukan, tidak mustahil telah mengalami perubahan paradigma tentang kehidupan dunia, sehingga nilai-nilai dasar yang diperolehnya dari pesantren tentang kehidupan yang tawadlu dan wara sebagaimana dicontohkan oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dahulu, terlupakan.

Apalagi mereka berdalih sebagai meneladani dan mencontoh para Kyainya yang kaya raya karena pesantrennya semakin maju dan banyak santrinya, serta melimpahnya bantuan para pejabat yang mencari dukungan politis dan spiritual, mereka tidak lagi memikirkan tentang nilai-nilai kehidupan yang mulia ini, apalagi memikirkan nasib ummat yang miskin.

Keadaan seperti ini tentu tidak terjadi pada seluruh Kyai dan Alumni Pesantren, karena di pundak mereka ummat berharap, bukan hanya dapat memberikan bimbingan, pembinaan dan pendidikan dalam ilmu, iman dan amal, melainkan juga dapat memecahkan masalah kemiskinan yang sedang dihadapinya. Itulah sebabnya keterlibatan Pesantren, Kyai, Santri dan Alumninya dalam program pengentasan kemiskinan dalam berbagai bentuk perlu dilakukan, sebagaimana yang sudah dan sedang direalisasikan oleh mereka yang terlibat, antara lain di dalam Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Sebagaimana diketahui bahwa lembaga zakat ini dipimpin oleh salah seorang Kyai dan Alumni pesantren yang telah menjadi Cendekiawan Muslim dan Ulama Intelektual pula, dan apa yang dilakukannya ini dapat menjadi uswah bagi Kyai dan Alumni Pesantren lainnya untuk berperan melakukan pencerahan ekonomi ummat dalam rangka pengentasan ekonomi.

Tentu tidak harus melalui lembaga zakat saja pengentasan kemiskinan ummat dapat direalisasikan oleh Pesantren, Kyai, Santri dan para Alumninya dalam berkreatifitas melalui lembaga-lembaga sosial dan ekonomi lainnya, termasuk juga melalui Ekonomi, Bisnis Perbankan Syariah, Pengadaian Syariah, Asuransi Syariah, Baitul Mal wa Tanwil (BMT) dan sebagainya, yang sekarang ini tengah tumbuh subur di bumi Indonesia.

Sebagai insan yang telah memiliki bekal ilmu, iman dan amal yang cukup, para Kyai, Santri dan Alumni Pesantren diharapkan dapat memainkan perannya masing-masing, antara lain di lingkungan masyarakatnya dalam melakukan pencerahan berbentuk pengentasan kemiskinan ummat, sesuai kemampuannya.

Namun harus dipahami bahwa pengentasan kemiskinan tidak berarti dilakukan dengan membagi-bagikan uang sebagai mana konsep BLT dan RASKIN, sebab kata rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah", sehingga tidak akan dapat menyembuhkan sumber penyakitnya, tetapi bagaimana memberikan kail dan pancing, sebagaimana yang dicontohkan rasul sendiri,  dengan menyuruh seorang laki-laki membeli kampak dari harta yang dimilikinya, kemudian dengan kampak itulah dia dapat bekerja mencari rezki, sehingga kemiskinannya dapat dihilangkan.wallahu a'lam.

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.39 Thn.XLI, 1 Dzhulhijjah 1435 H/ 26 September 2014 M Oleh Drs. Muhsin MK. MSc.)

Post a Comment

 
Top