kasih sayang

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." (Q.S. Luqman [34] : 14)

Sungguh mengerikan bila kita mendengar berita tentang ulah seorang ibu yang tega-teganya "membunuh bayinya sendiri yang baru saja dilahirkannya", bahkan ada pula yang dengan sengaja menggorok anak-anaknya hingga mati karena tidak tahan hidup dalam kemiskinan?

Orang yang seperti ini tidak bisa lagi dikatakan sebagai seorang ibu, dia sudah sama dengan hewan,  seperti perilaku kucing yang tidak suka pada anaknya, sehingga tidak segan-segan membunuh dengan memakannya. Pantaslah jika Allah ... berfirman: "Mereka itu tiada lain hanyalah seperti binatang,  bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang itu)". (Q.S. Al-Furqan [25] : 44).

Adapun larangan membunuh anak karena takut kemiskinan telah ditegaskan dalam firman-Nya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar". (Q.S. Al-Israa', [17] : 31).

Selain itu Allah menyatakan, bahwa membunuh anak sebagai sebuah kerugian bagi orang tuanya sendiri, sebagaimana dalam firman-Nya: "Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui..." (Q.S. Al-An'am [6] : 140).

Hal ini sesuai dengan sikap dan perilaku sebagai kaum ibu di zaman modern yang membunuh anak-anaknya karena kebodohan lagi tidak mengetahui dampaknya, seperti antara lain dengan melakukan aborsi (pengguguran kandungan). Ada pula diantara mereka yang mengkonsumsi rokok, minuman beralkohol atau miras, narkoba dan barang haram lain di saat sedang hamil, sehingga tanpa disadari menracuni dan membunuh janin yang ada di dalam perutnya. Semua itu jelas, sangatlah berbahaya, bukan hanya pada keselamatan jiwa dirinya, melainkan juga terhadap kehidupan janin yang ada di dalam kandungannya; bahkan akan menimbulkan keguguran dan atau kematian kedua-duanya, si ibu dan anak. Pembunuhan yang dilakukan oleh para ibu di atas itu dapat dikatakan jauh lebih sadis dan berbahaya daripada yang diperbuat orang-orang Arab Jahiliyah, yang membunuh anak-anak perempuannya dengan cara mengubur hidup-hidup di padang pasir.

Kenapa dikatakan "lebih sadis dan berbahaya" yang diakukan orang di zaman modern dibandingkan dengan orang-orang Arab Jahiliyah, dapat dilihat dalam beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, anak yang dibunuh hidup-hidup di masa Arab Jahiliyah, sebelumnya masih diberikan kesempatan lahir dan hidup menikmati dunia, tetapi yang dilakukan orang di zaman modern itu justru anaknya tidak diberikan kesempatan hidup di bumi, karena dia sudah di bunuh saat masih dalam kandungan.

Kedua, jika pada zaman Arab Jahiliyah anak yang dikubur hidup-hidup itu  berjenis kelamin wanita, maka pada zaman modern ini anak-anak yang dibunuh tidak pandang bulu jenis kelaminnya, anak laki-laki dan atau perempuan, bahkan yang belum jelas jenis kelaminnya.

Ketiga, pada zaman Arab Jahiliyah pembunuhan dilakukan dengan cara dikubur hidup-hidup saja di padang pasir, tidak dengan cara lain yang lebih sadis, sedangkan pada zaman modern ini, anak dibunuh dengan cara beraneka ragam, bahkan lebih sadis, seperti di aborsi (digugurkan), atau dicekek, dibekap pakai kain, digorok lehernya atau diikat plastik, dikasih minum racun, dibenamkan dalam air kolam, dimasukkan ke lubang WC, diceburkan ke sungai dan lain sebagainya.

Keempat, bila orang Arab Jahiliyah membunuh anaknya karena rasa malu, gengsi memiliki anak perempuan dalam masyarakat dan merupakan tuntutan adat istiadat, maka orang modern membunuh anaknya antara lain karena benci, tidak suka, dendam dengan laki-laki yang menghamilinya, kelahiran yang tidak dikehendaki, faktor kesulitan ekonomi dan kemiskinan, tidak mau bertanggung jawab dan malu atas perbuatan zinanya, tidak mau punya anak banyak, program Keluarga Berencana yang berlebihan dan lain-lain.

Kelima, pada zaman Arab Jahiliyah pembunuhan anak dilakukan oleh orang per orang, umumnya oleh kaum Bapak, bukan ibunya, sedangkan pada zaman modern pembunuhan anak selain dilakukan oleh orang per orang, juga ada yang dilakukan dengan kerja sama dan terorganisir dan massal, antara ibu, bapak, keluarga, dokter, bidan, rumah sakit bersalin, dukun beranak dan para calo aborsi lainnya.

Padahal Allah `azza wa jalla memerintahkan kepada para orang tua, khususnya kaum ibu agar memelihara keselamatan dan keamanan jiwa anak-anaknya sejak dalam kandungan, karena pada saat ruh telah ditiupkan pada janin, dan kemudian dia mampu mendengar apa yang dikatakan oleh ibu yang sedang mengandungnya, maka sejak saat itulah calon manusia itu harus dijaga dan dilindungi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara dan seluruh umat manusia. Begitu dia lahir menjadi bayi, maka si ibu pun diperintahkan untuk menjaga keselamatan dan keamanan jiwanya dengan memberi Air Susu Ibu dengan baik dan sempurna, selain itu anaknya senantiasa didoakan agar kelak menjadi waladun saleh di masa depan, dan dia pun setelah dewasa dapat mendo'akan pula ibu bapaknya.

Sebagaimana Allah berfirman: "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah 30 (tiga puluh) bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai 40 (empat puluh) tahun dia berdo'a: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada Ibu Bapakku dan supaya kau dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridhoi, berikanlah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau, dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (Q.S. Al-Ahqaaf [46] : 15).

Karena itulah seorang ibu harus senantiasa menjaga keselamatan dan keamanan jiwa anak-anaknya, baik sejak dalam kandungan apalagi setelah lahir menjadi bayi dan anak-anak, kemudian dia berkewajiban dan bertanggung jawab dalam mengasuh dan mendidik mereka hingga dewasa sehingga kelak diharapkan akan menjadi anak yang saleh dan salehah.

Memang harus diakui, bahwa peran ibu jauh lebih besar dari bapak dalam mengurus, mengasuh, membimbing, membina, mendidik, memelihara keselamatan dan keamanan jiwa anak-anaknya, sebagaimana peran yang dilakukan "Ibunda Hajar" dalam mengasuh dan membesarkan Nabi Ismail ra, Ibunda Sarah terhadap Nabi Ishaq ra, Ibunda Maryam kepada Nabi Isa ra, Ibunda Aminah bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam  serta peran ibu lainnya dalam sejarah yang telah berhasil membentuk anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan perhatian yang besar sehingga menjadi beriman dan bertaqwa.

Sosok ibu ibu Nabi seperti inilah tiada lain yang layak disebut sebagai "ibu sejati yang sungguh dirindukan oleh setiap anak". Dia bukanlah "seorang pembunuh atau penelantar anak", melainkan dia "orang yang memiliki perhatian dan kasih sayang yang besar, telah berfungsi tidak hanya sebagai pendidik, pengasuh, melainkan juga mampu memuliakan dan membesarkan.

Terhadap sosok Ibu sejati seperti ini pantaslah jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada ummatnya agar menghormati dan memuliakan ibu lebih besar dan utama dari pada bapak, sebagaimana dinyatakan hadits dari Abu Hurairah ra sebagai berikut : "Datang seorang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan bertanya: 'siapakah orang yang berhak aku layani dengan sebaik baiknya?' Jawab Nabi: 'Ibumu'. 'Kemudian siapa?' Jawab Nabi: 'Ibumu'. 'Kemudian siapa?' Jawab Nabi: 'Ibumu'. 'Lalu siapa lagi?' Jawab Nabi: 'Bapakmu'." (H.R. Bukhari - Muslim)

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.10 Thn.XLII, 15 Jumaddil Awwal 1436 H/ 6 Maret 2015 M Oleh DR. Mukhsin, MK)

Post a Comment

 
Top