adab kepada ahli ilmu

Sikap yang sepatutnya ditampilkan ketika berhadapan dengan ahli ilmu, apalagi bila ahli ilmu agama adalah harus hormat (takzim), memuliakannya (ikram), dan bila perlu melayani keperluannya (khidmah). Demikianlah akhlak seorang Muslim terhadap ulama, apalagi jika ia sedang atau pernah berguru langsung padanya.

Memuliakan ahli ilmu, mengagungkannya, bahkan melayaninya merupakan sikap para salaf. Mereka melakukan hal itu karena mengharap keberkahan ilmu sang ulama turut pula mengalir kepadanya. Seorang ulama pernah bertutur, "Jika engkau menjumpai seorang murid sangat antusias memuliakan gurunya dan menghormatinya secara zahir dan batin disertai keyakinan kepada sang guru, mengamalkan ajarannya, dan bersikap dengan perilakunya, maka pasti dia akan mewarisi barakah ilmu sang guru."

Pada masa lampau, mereka yang memuliakan guru atau ulama bukan saja para pelajar. Namun, para pemuka bahkan khalifah dan raja-raja melakukan hal serupa. Mereka itu pun mewariskan sikap demikian kepada anak keturunannya. Iman, ilmu, dan adab memang tidak bisa diwariskan begitu saja dari orang tua ke anak, tapi harus disertai keteladanan dari orang tua sendiri.

Syaikh Az-Zarnuji dalam Ta'lim Al- Mut'allim mengisahkan, suatu saat Khalifah Harun Ar-Rasyid mengirimkan putranya kepada Imam Al-Ashma'i, salah satu ulama besar yang menguasai bahasa Arab untuk belajar ilmu dan adab. Di sebuah kesempatan Harun Ar-Rasyid menyaksikan Al-Ash ma'i sedang berwudhu dan membasuh kakinya, sedangkan putra Harun Ar-Rasyid menuangkan air untuk sang guru.

Setelah menyaksikan peristiwa itu, Harun Ar-Rasyid pun menegur Al-Ashma'i atas tindakannya itu, "Sesungguhnya aku mengirimkan anakku kepadamu agar engkau mengajarinya ilmu dan adab. Mengapa engkau tidak memerintahkannya untuk menuangkan air dengan salah satu tangannya lalu membasuh kakimu dengan tangannya yang lain?"

Putra Ar-Rasyid, Al-Amin dan Al-Makmun pernah berebut sepasang sandal Syekh Al-kisa'i. Keduanya berlomba untuk memasangkan sandal syekhnya itu di kakinya, sehingga mengundang kekaguman sang guru. Syekhnya lalu berucap, "Sudah, masing-masing pegang satu-satu saja."

Ketika dewasa, Khalifah Al-Makmun juga berusaha untuk menumbuhkan sifat tawadhu kepada para putranya. Ibnu Khalikan dalam Wafayat Al-A'yan telah mencatat peristiwa yang menunjukkan betapa Khalifah Al-Makmun berpayah-payah dalam berusaha agar putra-putranya kelak dewasa dengan sifat mulia ini. Wallahua'lam bi shawab

(sumber:Republika edisi Sabtu, 1 Agustus 2015 Hal. 8 Oleh Sahrim)

Post a Comment

 
Top