Nama Syekh Ibnu Athaillah tak lagi asing di kalangan Muslim Indonesia. Pemilik nama lengkap Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha'illah As-Sakandari ini terkenal dengan karyanya yang monumental bertajuk al-Hikam.

Sosok kelahiran Alexandria, Mesir, 648 H/1250 M ini adalah tokoh sufi terkemuka dari Tarekat Syadziliyah. Ia merupakan murid langsung dari Abu al-Hasan as-Syadzili, yang tak lain adalah pendiri tarekat tersebut yang hidup pada masa Dinasti Mamluk.

Ibnu `Athaillah berkontribusi besar dalam perkembangan tasawuf di dunia Islam. Ia didaulat sebagai syekh tarekat ketiga di internal Tarekat Syadziliyah. Dan Ibnu Atha'illah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya sehingga khazanah Tarekat Syadziliyah tetap terpelihara. Redaksi mencoba menulusuri jejak tokoh bermazhab Maliki ini yang terangkum dalam beberapa poin berikut:

makam athaillah assakandari

Makam
Ibnu `Athaillah wafat di Kairo pada 1309 M. Ia dimakamkan di kompleks Permakaman al-Qorrofah al-Kubro. Ribuan pelayat mengiringi pemakamannya. Makamnya masih sering dikunjungi oleh para peziarah hingga kini.

Sebagian percaya bahwa para wali Allah SWT, seperti Ibnu Athaillah, memiliki karamah, sekalipun sudah meninggal dunia. Seperti pengalaman yang pernah terjadi pada al-Kamal ibn al-Hammam.
Kisahnya seperti yang terdapat dalam kitab Jami'Karamat al-Auliya', ketika Ibn al-Hammam mendengar suara dari dalam makam Ibnu Athaillah saat membaca surah Hud ayat 105.

makam ibnu athaillah

Masjid
Seperti lazimnya makam para nabi, orang saleh, dan wali, makam Syekh Ibnu Atha'illah juga dibangun masjid di sekitarnya. Masjid ini juga menjadi salah satu pusat taklim hingga saat ini.

Ibnu Athaillah mendedikasikan hidupnya utuk mendidik umat. Ia dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan.
Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas dan imam bagi para juru nasihat. Meski ia tokoh kunci di sebuah tarekat, bukan berarti aktivitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarekat.

kitab al-hikam
Al-Hikam
Kitab yang terdiri dari 264 pesan kebajikan yang disampaikan oleh Ibnu Athaillah ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Pola penulisannya sederhana, yakni hanya terdiri dari kalimat-kalimat dengan redaksional yang singkat matan. Ini menjadi alasan mengapa kitab ini mengudang minat dan perhatian ulama untuk menguraikan maksud dan pemikiran sang tokoh.

Muncul beberapa kitab yang menguraikan syarah redaksional al-Hikam di antaranya oleh Muhammad bin Ibrahim ibnu Ibad ar-Rasyid-Rundi, Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibnu Ajiba.

(sumber:Republika edisi Minggu, 26 Juli 2015 Hal. 13 Oleh Nashih Nashrullah)

Post a Comment

 
Top