hikmah pergi haji

Haji merupakan salah satu ibadah yang mengajarkan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan. Salah satu larangan dalam ibadah haji adalah mencabut atau memotong tanaman dan berburu. Larangan ini agar jamaah haji memiliki kesalehan ekologi dan selalu berwawasan lingkungan.

Manusia cenderung melakukan eksploitasi dan merusak lingkungan hidup daripada menanam dan menjaga kelestariannya. Karena itu, kecerdasan lingkungan bangsa kita idealnya semakin tinggi karena jumlah jamaah haji dan "lulusan Tanah Suci" setiap tahun terus meningkat. Sepulang haji, para hujjaj diharapkan menjadi pelopor pendidikan lingkungan, penegak pola hidup bersih, penggerak penghijauan, pelestari lingkungan, dan sebagainya.

Dengan berlatih hemat air di Tanah Suci yang gersang dan panas, jamaah haji semestinya memiliki kesadaran lingkungan agar memedulikan saluran air, tidak membuang sampah sembarangan, kelancaran drainase, sekaligus berkomitmen menghijaukan pekarangan rumah, dan sekitarnya. Pendidikan ekologi yang digerakkan oleh lulusan Tanah Suci akan semakin efektif jika dibarengi refleksi dan spirit mengambil hikmah dari banjir bandang, rob, tanah longsor, tsunami, musim kemarau panjang, dan sebagainya.

Dengan belajar dari penghijauan di padang Arafah, jamaah haji juga berkomitmen mengampanyekan penanaman pohon atau gerakan reboisasi. Nabi SAW pernah melarang umatnya menebang pohon, lebih-lebih pohon itu sebagai tempat berteduh manusia atau hewan. (HR Abu Dawud).

Islam juga memerintahkan kita untuk memanfaatkan lahan produktif untuk bercocok tanam, bertani, dan peningkatan produksi bahan pangan. Karena itu, kita dilarang menelantarkan lahan produktif agar berfungsi optimal dalam memberi nilai manfaat bagi umat manusia. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Karena itu, menanam pohon, tumbuh-tumbuhan, tanaman buah, dan sebagainya yang memberi nilai manfaat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain. Bahkan, jika tanaman itu dimakan burung, binatang, atau manusia, buah tanaman yang dimakan itu dinilai sebagai sedekah.

Ibadah haji juga mengajarkan prinsip hidup penuh keberkahan, kasih sayang, dan ampunan dari Allah SWT. Prinsip sosial ini sangat penting dimanifestasikan dalam pemeliharaan lingkungan. "Ada golongan hamba yang pahalanya terus mengalir, sementara ia telah berada dalam kubur setelah kematiannya, yaitu orang mengajarkan ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanam pohon, membangun masjid, mewariskan mushaf, dan/atau meninggalkan anak yang memintakan ampun orang tuanya setelah kematiannya." (HR al-Baihaqi, Ibnu Abi Dawud, al-Bazzar, dan ad-Dailami).

Ketika hendak pergi ke medan perang, Nabi SAW selalu berpesan kepada pasukannya untuk tidak membuang kotoran di aliran sungai, tidak menebang pohon tanpa alasan, dan tidak buang air kecil atau air besar di bawah pohon yang biasa dilewati atau digunakan manusia berteduh. Etika Islam dalam perang ini paralel dengan etika tamu Allah yang berhaji.

Jadi, pendidikan ekologi merupakan bagian integral ritualitas ibadah haji. Esensi pendidikan ekologi adalah menjaga, mengelola, memperbaiki, dan mendayagunakan lingkungan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan hidup manusia, harmoni terhadap alam raya, sekaligus memberikan kenyamanan dalam beribadah dan mewujudkan masa depan yang lebih baik. Dengan demikian, salah satu indikator kemabruran haji adalah seberapa besar alumni Tanah Suci peduli terhadap pendidikan ekologi demi kemaslahatan umat manusia.

(sumber:Republika edisi Senin, 31 Agustus 2015 Hal. 1 Oleh Muhbib Abdul Wahab)

Post a Comment

 
Top