Rasulullah SAW adalah contoh terbaik figur seorang guru. Tak dinyana, posisi dan peran guru sangat menentukan potret peradaban manusia. Imam al-Ghazali bahkan mengumpamakan guru seperti matahari yang menerangi dan memberikan kehidupan bagi umat manusia. Lewat warisan ilmu dan keteladanan akhlaknya, guru mengarahkan manusia untuk mengetahui yang benar dan salah, yang baik dan yang buruk, sehingga mereka dapat meraih kebahagiaan dunia dan kenikmatan akhirat.
Sosok Muslim, Mukmin, dan Muttaqin bisa menjadi guru. Tentu dengan tingkat kualitas hidup dan derajat ketakwaan yang berbeda. Guru Muslim banyak, tetapi berapa banyak kita menemukan sosok guru Mukmin? Siapa pun dapat mengaku Muslim. Bila yang mengaku Muslim ini guru, dia punya posisi strategis, tetapi tak selamanya mampu menjadi uswah hasanah bagi murid-murid.
Sebagai seorang hamba, tugas guru adalah beribadah kepada Allah SWT (QS adz-Dzariyat: 56). Karena gagal memahami dan memaknai hakikat hidup, guru Muslim mengalami disorientasi tujuan hidup. Peran dan tanggung jawab menjadi guru tak dimaknai sebagai ladang amal dan ibadah kepada Allah SWT, tetapi hanya sekadar menjalani rutinitas pekerjaan sehari-hari untuk menggugurkan kewajiban sebagai guru.
Guru berstatus Muslim banyak, guru Mukmin sedikit, karena menjadi Mukmin lebih sulit ketimbang sekadar menjadi Muslim. Mengaku Mukmin banyak, tetapi yang benahi tauhid sedikit.
Menjadi Mukmin artinya membenahi tauhid agar tahu dan kenal Allah SWT.
Mengenal Allah tak lain adalah mengenal diri sendiri. Kenalilah dirimu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya." Mengenal diri adalah mengenal jiwa. Mengenal jiwa adalah mengendalikan nafsu. Siapa yang dapat mengendalikan nafsu, nikmatnya terasa di hati. Siapa yang mendapat kenikmatan hati, dia kenali jiwanya. Mengenal jiwa, itulah dia telah mengenal Allah SWT.
Siapa yang kenal Allah SWT, pasti cinta, takut, dan rindu kepada-Nya menjadi satu. Siapa yang cinta kepada Allah SWT, pasti dia tak akan lagi khawatir pada apa pun urusan dunia. Memanipulasi dana bantuan operasional sekolah, merekayasa nilai rapor murid, korupsi jam kerja, memberi sogokan untuk licinkan jalan meraih sertifikasi guru, dan apa pun yang berbau duniawi tak lagi mengusik. Inilah takwa, milik orang-orang Muttaqin. Guru Muttaqin, hidupnya selamat dan menyelamatkan.
Yang belajar jadi Mukmin banyak, tetapi yang berhasil jadi Muttaqin sedikit. Sebab, orang takwa telah melewati jihadun nafsi, jihad akbar. Guru takwa bisa jadi kaya raya. Tetapi, ruahan kekayaan itu sungguh-sungguh untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda: "Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pencinta ilmu, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga kamu menjadi rusak." (HR Abu Dawud dan Turmizi).Jika kita memilih jalan hidup sebagai guru, sadarkah masa depan murid-murid ada di tangan kita? Maka pahamilah, tugas utama guru adalah mendidik diri sendiri. Jika guru berhasil mendidik dirinya, semoga keteladanannya bisa menginspirasi para murid. Oleh karena itu, teruslah menjadi pembelajar sejati yang istiqa mah membenahi kualitas ilmu dan derajat keimanan. (QS al-Mujadalah: 11).
(sumber:Republika edisi Rabu, 18 November 2015 Hal. 12 Oleh Asep Sapa'at)
Post a Comment