Malu merupakan akhlak mulia yang membawa pemiliknya menjauhi maksiat dan mendorong untuk melakukan ketaatan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa sallam bersabda yang artinya, "Malu itu tidak datang kecuali dengan membawa kebaikan." (HR Bukhari dan Muslim).

Seorang perempuan datang menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meminta agar beliau berdoa memohon kepada Allah agar aurat perempuan itu tidak terbuka saat pingsan ketika sakit epilepsinya kambuh. Padahal, terbukanya aurat perempuan karena tidak disengaja tidaklah berdosa. Bagaimana dengan kita? Apakah kita tidak malu kepada Allah jika kita memperlihatkan aurat kita kepada orang yang bukan mahram kita?

Allah berfirman yang artinya, "Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian." (QS an-Ni sa: 1). "Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada." (QS Ghafir: 19).

Imam Ibnu Katsir dalam kitab Al Bidayah Wan Nihayah menyebutkan, Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma memiliki budak yang melakukan pelanggaran. Ibnu Umar hendak menghukumnya. Budaknya berkata, "Wahai Tuanku, apakah Anda memiliki dosa? Apakah Anda takut kepada Allah dari dosa tersebut?" Ibnu Umar: "Iya." Budak itu kembali berkata, "Demi Allah, aku berharap Anda memaafkanku."

Ibnu Umar pun memaafkannya. Budak itu melakukan pelanggaran lagi. Ibnu Umar hendak menghukumnya, budak itu berkata lagi seperti ucapan sebelumnya. Ibnu Umar memaafkannya lagi. Untuk ketiga kalinya, budak tersebut melanggar lagi, maka Ibnu Umar menghukumnya dan budak itu menerimanya tanpa meminta pengampunan.

Ibnu Umar bertanya, "Mengapa Anda tidak berbicara seperti sebelumnya?" Budak itu menjawab, "Saya malu kepadamu karena saya melanggar berulang kali." Ibnu Umar menangis dan berkata, "Saya lebih berhak untuk malu kepada Allah. Pergilah! Anda saya merdekakan karena mengharap ridha Allah."

Syekh Shalih bin Awad Al Maghamisi, Imam Masjid Quba di Madinah, berkata, "Seorang yang berakal selalu berusaha menyempurnakan dirinya. Engkau tidak akan mendapatkan kebaikan lahiriah sebelum memperbaiki hatimu. Seorang yang takut kepada Allah, dia malu kepada Allah saat sendirian."

Barang siapa yang menghindari maksiat, padahal tidak ada manusia yang tahu, maka Allah akan memuliakannya di dunia dan akhirat. Malu kepada Allah tidak terbatas dalam hal menutup aurat dari pandangan orang lain. Orang yang beriman malu kepada Allah jika ia makan, padahal tetangganya lapar.

Seorang pemimpin yang malu kepada Allah tidak akan berbuat zalim kepada orang yang lemah atau bawahannya. Seorang suami yang malu kepada Allah tak akan menghinakan atau menyakiti hati istrinya. Kalau dia akan menasihati istrinya, menasihatinya tidak di hadapan anak-anaknya. Seorang guru yang malu kepada Allah tidak akan mempermalukan muridnya di hadapan teman-temannya.

Allah akan memberi kebaikan dan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya yang berbuat baik kepada sesama makhluk. Ketika seorang hamba berbuat baik kepada saudaranya, jangan sekali-kali berharap saudaranya membalas kebaikannya. Hendaknya ia hanya berharap balasan dari Allah. Kebaikan-kebaikannya untuk bekal saat ia sangat membutuhkan pertolongan Allah di alam kubur dan akhirat nanti."

Seseorang ulama berkata, "Jika Anda menyendiri dalam kegelapan, jiwamu mengajak kepada kemaksiatan, malulah Anda dari penglihatan Allah, katakan kepada jiwa, `Sesungguhnya Allah yang menciptakan kegelapan, Dia melihatku!'"

Ya Allah, sesungguhnya kami selalu dalam pengawasan- Mu. Karuniakanlah untuk kami sifat malu yang dapat menghindarkan diri kami dari bermaksiat kepada-Mu.

 

(sumber:Republika edisi Selasa, 5 April 2016 Hal. 12 Oleh Fariq Gasim Anuz)

Post a Comment

 
Top