"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar" (Q.S. Adz-dzariyat : 15-18)

Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa yang melakukan qiyamul lail di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Maksud "karena iman" adalah ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, membenarkan janji-Nya serta membenarkan keutamaan qiyam Ramadhan dan besarnya pahala."

Sedangkan maksud "mengharap pahala" adalah ia melakukan itu karena mengharapkan pahala bukan karena riya', bukan karena ikut-ikutan dsb.

Qiyamullail (shalat tarawih) di bulan Ramadhan Aisyah radhiyallahu 'anha pernah berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu malam shalat di masjid, orang-orang pun ikut shalat dengan Beliau, besoknya Beliau juga shalat, ternyata semakin banyak yang hadir, hari ketiga atau keempat orang-orang berkumpul (menunggu Beliau), namn Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak keluar menemui mereka, ketika Subuhnya Beliau bersabda :
"Aku telah melihat perbuatan yang kalian lakukan, sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk keluar selain karena kekhawatiranku akan kewajiban shalat malam kepada kalian."
Aisyah berkata, "Hal itu terjadi di bulan Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)

Tentang keutamaan shalat tarawih berjama'ah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. "Sesungguhnya orang yang melakukan qiyamul lail bersama imam hingga selesai, maka akan dicatatkan untuknya qiyamul lail semalaman." (HR. Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah, serta dishahihkan oleh pentahqiq Jaami'ul Ushuul 6/121)

Waktu shalat tarawih
Waktu shalat tarawih dimulai dari setelah shalat Isya dan berakhir hingga terbit fajar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah memberikan tambahan shalat kepadamu yaitu witir, maka lakukanlah antara shalat Isya dan terbit fajar." (HR. Ahmad, hadits ini adalah shahih)

Cara pelaksanaan shalat tarawih
Pelaksanaan shalat tarawih dengan witirnya boleh dilakukan dengan beberapa cara;

Dengan dua raka'at salam dua raka'at salam dan berwitir satu raka'at (sebagaimana dalam riwayat Bukhari di atas). Pendapat ini dipegang oleh Imam Malik, Syafi'i, Ahmad dan segolongan kaum salaf, namun dengan adanya khilaf di antara mereka apakah yang demikian wajib atau sunat.

Dengan 4 raka'at salam - 4 raka'at salam (boleh adanya tasyahhud awwal pada setiap dua raka'atnya, boleh juga tidak) lalu witir tiga raka'at (telah disebutkan dalilnya). Imam Abu Hanifah berkata, "Jika kamu mau, kamu boleh kerjakan dua raka'at. Jika mau, empat raka'at. Jika mau, enam dan delapan, dan kamu tidak salam kecuali di akhirnya." Namun yang utama dalam mazhabnya adalah melakukan 4 raka'at dengan sekali salam beralasan dengan hadits Aisyah radhiyallahu 'anha.

Sedangkan cara pelaksanaan shalat witir jika tiga raka'at ada dua cara:
Dengan tanpa tasyahhud awwal (langsung tiga raka'at) satu kali salam.
Dengan dua raka'at salam, kemudian satu raka'at salam.

Hal ini berdasarkan adanya larangan menyamakan shalat witir dengan shalat Maghrib. Bisa juga melakukan shalat sebanyak 9 kali raka'at dengan tasyahhud awwal di raka'at kedelapan dan tasyahhud akhir di raka'at kesembilan kemudian salam, lalu ia lanjutkan dua raka'at sehingga jumlahnya menjadi sebelas raka'at (sebagaimana dalam hadits riwayat Nasa'i).

Sebelumnya perlu diketahui bahwa shalat witir bisa dilakukan satu raka'at, tiga raka'at, lima raka'at tujuh raka'at atau sembilan raka'at.

Bila shalat witirnya lima raka'at caranya adalah dengan tanpa tasyahhud awwal di raka'at keenam dan tasyahhud akhir di raka'at ketujuh kemudian salam (sebagaimana dalam hadits riwayat Nasa'i).
Untuk lebih rincinya bisa dilihat kitab Bughyatul Mutathawwi' karya Dr. M. bin Umar bazmul.

Jumlah shalat tarawih
Sunnahnya shalat tarawih itu berjumlah 11 raka'at, berdasarkan hadits Aisyah  diatas. Dalam Al Muwaththa' juga disebutkan dari Muhammad bin Yusuf dari Saa'ib bin Yazid, "Bahwa Umar bin Al Khaththab rahimahulullah menyuruh Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Daariy untuk mengimami orang-orang dengan jumlah sebelas raka'at."

As Saa'ib bin Yazid juga mengatakan, "Qaari" (imam) ketika itu membaca dua ratus ayat sampai kami bersandar dengan tongkat dan kami selesai hampir mendekati fajar."
Tetapi kalaupun lebih dari sebelas raka'at maka tidak mengapa, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang qiyamullail, Beliau menjawab, "Shalat malam itu dua raka'at-dua raka'at, jika salah seorang di antara kamu khawatir tiba waktu Subuh, maka ia kerjakan shalat satu raka'at untuk mengganjilkan shalatnya itu.", akan tetapi membatasi jumlah shalat sesuai yang disebutkan dalam As Sunnah (yakni sebelas raka'at) dengan memperlambat dan memperpanjang shalatnya tentu lebih utama.

(dari penjelasan Syaikh M. bin Shalih Al 'Utsaimin dalam Fushuul fish shiyaam wat taraawih waz zakaah)
Imam Ibnu Abdil Bar berkata, "Para ulama sepakat bahwa tidak ada batasan dan ukuran tertentu shalat malam, dan bahwa hukumnya sunat. Barang siapa yang mau, ia boleh memperlama berdirinya dan raka'at shalatnya sedikit, dan barang siapa yang mau, ia boleh memperbanyak ruku' dan sujud."

Bacaan dalam shalat witir yang tiga raka'at
Sunnahnya pada raka'at pertama setelah Al Fatihah adalah surat Al A'la, raka'at kedua surat Al Kaafirun dan pada raka'at ketiga surat Al Ikhlas, terkadang pada raka'at ketiga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggandengkan dengan Al Mu'awwidzatain (Al Falaq dan An Naas) setelah Al Ikhlas (sebagaimana dalam riwayat Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Setelah selasai shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca, "Maha Suci Allah; Raja, lagi Maha Qudus." dan pada ketiganya Beliau mengeraskan suara (sebagaimana dalam hadits riwayat Nasa'i, hadits ini shahih)
Di dalam riwayat Daruqutni ada tambahan, "Tuhan Malaikat dan ruh (Jibril)." Lebih baik jika dilanjutkan dengan do'a berikut,
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan perlindungan-Mu dari hukuman-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tak bisa menghitung pujian untuk-Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu." (HR. Abu Dawud, Al Irwaa' 2/175)

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.25 Thn.XLIII, 12 Ramadhan 1437 H/ 17 Juni 2016 M Oleh Marwan Hadidi, M.Pdi)

Post a Comment

 
Top