"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak" (Annisa : 100)

HIJRAH KE HABASYAH
Menyaksikan penderitaan yang dialami kaum muslimin yang cukup mengenaskan itu, dimana tiada rasa aman lagi di Makkah, Rasulullah ... berfikir bagaimana mengatasi hal tersebut, maka ketika turun Q.S. Az-Zumar : 10 yang artinya "Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan didunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas, sesungguhnya balasan pahala orang-orang yang sabar itu akan dipenuhi tanpa batas" maka beliau segera memutuskan untuk mencari tempat lain di bumi ini yang dapat memberi keamanan kepada kaum muslimin untuk melaksanakan ajaran Islam yang beliau ajarkan. Penetapan itu ialah agar kaum muslimin buat sementara meninggalkan Makkah dan Hijrah ke tempat lain, yang secara pasti adalah ke Habasyah.

ALASAN MEMILIH TEMPAT
Alasan langsung yang Nabi ... pastikan untuk hijrah ke Habasyah ialah karena disana sedang memeritah seorang raja adil dan bijaksana yaitu Ashhamah An-Najasyi. Rasulullah memahami benar bila seorang yang memerintah dengan adil dan bijaksana  tidak akan berbuat dzalim kepada siapapun, khususnya raja Najasyi itu seorang penganut agama Nashrani yang shalih. Raja itu adalah pilihan rakyatnya, dimana ia tidak pernah memilih untuk diangkat menjadi raja. Yang kedua, bahwa habasyah itu adanya diseberang laut Arab, yang jauh dari kekuasaan Quraisy, untuk mencapai daerah itu harus menyeberangi laut, yang dalam perhitungan orang-orang  Quraisy yang hidup dalam alam perniagaan, tidak akan memberikan keuntungan apa-apa mengejar kaum muslimin yang memakan waktu, tenaga, dan biaya. Namun demikian, ternyata kemudian kafir Quraisy masih berusaha mengembalikan para muhajirin itu untuk dikembalikan ke Makkah.

TIPU DAYA KAFIR QURAISY
Usaha hijrah dimulai pada pertengahan tahun ke 5 kenabian, di bawah pimpinan sahabat Utsman bin Affan bersama istrinya Ruqayyah putri Nabi. Bersamanya turut 10 orang lainnya, yaitu : Abu Huzaifah bersama istrinya Sahlah binti Suhail, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Ustman bin Naz'um, Abu Salamah bin Abdul asad dan istrinya Ummu Salamah, Amir bin Rabi'ah dan istrinya Laila binti Hasmah, serta Abu Sibrah bin Abdurrahman. Inilah 12 orang rombongan yang berangkat pada gelombang pertama, keberangkatan mereka adalah dengan cara sembunyi - sembunyi ditengah malam menuju pelabuhan kapal yang berangkat menuju Habasyah.

Sesudah mereka menetap disana beberapa bulan terbersit kabar bahwa keadaan di Makkah sudah aman, lalu sebagian mereka kembali lagi, namun ternyata berita itu tidak benar sehingga mereka kembali lagi, kecuali beberapa orang seperti Ustman bin Affan telah dijamin oleh keluarganya, bahkan kondisi menjadi semakin parah oleh adanya peristiwa hijrah yang mencapai delapan puluh orang, dan membuat panik para tokoh kafir Quraisy, sehingga mereka mengirim dua tokoh ahli diplomasi mereka untuk menghadap raja Habasyah, yaitu Amru bin Al-Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah dengan harapan raja Habasyah itu tidak memberi izin tinggal kaum muslimin dan mengusir kembali ke Makkah.

DIALOG RAJA DENGAN KAUM MUSLIMIN
Untuk memuluskan rencana jahat kafir Quraisy, mereka membekali Amru bin Ash dan Abdullah bin Rabi'ah bermacam-macam benda hadiah yang disukai para rahib atau pastur kristen dan raja Habasyah. Dan yang pertama sekali mereka temui adalah rahib. Dimana para rahib itu tidak begitu senang dengan keberadaan kaum muhajirin di negeri mereka. Bahkan ada kecenderungan mereka untuk membantu memuluskan rencana jahat kafir Quraisy itu. Sikap memihak para pastur dan uskup itu tampak jelas ketika kedua utusan kafir Quraisy itu menyebutkan bahwa telah datang melarikan diri dari Makkah orang-orang yang menyalahi agama nenek moyang mereka, dan tak pula masuk kedalam aqidah dan keyakinan orang-orang Habasyah. Mereka itu adalah orang-orang bodoh, yang oleh keluarga mereka di Makkah minta agar supaya raja Habasyah dapat membantu memulangkan mereka. Namun raja Habasyah tidak langsung begitu saja menerima masukan tersebut, karena sifatnya yang bijaksana ia ingin tahu hal yang sebenarnya. Maka ia memerintahkan agar para muhajirin itu dihadirkan dihadapannya untuk diklarifikasi bersama laporan utusan kafir quraisy tersebut. Raja Habasyah bertanya kepada kaum muhajir itu tentang apa yang dituduhkan kepada mereka dan tidak pula masuk memeluk agama raja Habasyah.

Dihadapan para uskup dan kedua utusan kafir quraisy,  raja Habasyah bertanya kepada kaum muhajirin, yang diwakili oleh Ja'far bin Abi Thalib sebagai juru bicara mereka. Gerangan apa yang membuat para muhajirin itu keluar dari agama kaum mereka dan tidak pula masuk kedalam agama sang raja atau agama-agama lainnya?.

Menjawab pertanyaan raja Habasyah, Ja'far bin Abi Thalib menerangkan bahwa mereka sebelum menerima ajakan dan seruan Nabi Muhammad, adalah kaum penyembah berhala, hidup dalam kejahilan dan kebodohan, memakan bangkai, berbuat keji. Memutus silaturahmi, mengusik tetangga, yang kuat menindas yang lemah, hingga datanglah kepada kami seorang rasul Allah. Ia adalah berasal dari bangsa kami yang kami mengenal nasabnya, seorang yang jujur, amanah, menyambung silaturahmi, berbuat baik kepada tetangga, dan menghindari pertumpahan darah. Ia mengajak kami menTauhidkan dan menyembah Allah, tidak menyembah berhala dan batu yang dulu menjadi sembahan nenek moyang kami. Beliau menyuruh kami agar jujur, amanah, menyambung silaturahmi, berbuat baik kepada tetangga, dan jangan menumpahkan darah. Juga menyuruh kami Shalat, membayar Zakat dan berpuasa. Ajakan beliau kami ikuti, akan tetapi kaum kami menentang ajarannya, dan kaum kami memaksa kami untuk keluar dari ajaran agama tersebut, lalu menyiksa kami hingga akhirnya kami keluar dari negeri kami dan datang ke negeri tuan ini. Kami berharap baginda tidak menzdalimi kami disisimu, kami mohon perlindungan paduka. Mendengar itu, raja Habasyah bertanya "apakah ada bukti dari ajaran bersama beliau?". Ja'far bin Abi Thalib lalu membacakan awal surah Maryam, manakala sang raja mendengar lantunan ayat Al-Qur'an itu, ia menjadi terkesan dan meneteskan air mata hingga membasahi janggutnya, demikian pula para rahib dan pendeta-pendeta yang hadir. Mengomentari ayat-ayat tersebut raja berkata, "sesungguhnya ini dan apa yang dibawa Isa bin Maryam adalah berasal dari lentera yang sama". Lalu menyuruh kedua utusan kafir quraisy itu pergi dan membiarkan kaum muhajirin bebas di negerinya.

KEBEBASAN KAUM MUHAJIRIN
Menyikapi keputusan raja habasyah yang menggagalkan rencana jahat kaum kafir quraisy itu, salah seorang utusan itu yaitu Amru bin Ash berusaha mencoba sekali lagi untuk membujuk raja agar dapat memenuhi tuntutan mereka. Sementara yang seorang lagi sudah pasrah yaitu Abdullah bin Abi Rabi'ah, seraya berkata: "sudahlah, biarkan saja mereka, karena mereka adalah keluarga kita juga". Besok harinya, dengan didampingi para rahib dan pendeta Nashrani, kembali utusan kafir quraisy mendekati raja, sambil menerangkan perlunya kaum - kaum muhajirin itu diusir untuk kembali ke Makkah.

Kembali pertemuan dengan kaum muhajirin digelar. Dan raja ingin klarifikasi tuduhan utusan kafir quraisy yang menuduh kaum muslimin telah berkata curang tentang Isa. Maka raja bertanya kepada muhajirin "apa pendapatmu tentang Isa Al-Masih?", Ja'far bin Abi Thalib yang menjadi juru bicara kaum muhajirin menjawab "kami menyatakan tentangnya sebagaimana yang diberitahukan kepada kami oleh Nabi kami SAW. Dia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, Ruh-Nya dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, perawan yang suci". Mendengar jawaban itu An-Najasy, Raja Habasyah itu memungut sebatang ranting pohon dari tanah, seraya berkata "demi Allah apa yang kamu ungkapkan itu tidak melangkahi Isa bin Maryam meski seukuran ranting ini". Mendengar itu, para pendeta dan rahib mendengus dan dengusan itu ditimpali oleh raja Habasyah "sekalipun kamu mendengus". Lalu raja berkata kepada kaum muhajirin, "pergilah, kalian aman di negeriku, siapa saja yang mencela kalain akan diberi sanksi, aku tidak ingin memiliki gunung emas dengan cara harus mendzalimi salah seorang dari kalian". Kemudian memerintahkan agar mengembalikan semua hadiah yang dibawa para utusan kafir quraisy itu.

Dengan pernyataan raja Habasyah tersebut, kaum muslimin akhirnya hidup aman dan tentram hingga akhirnya ketika Nabi ... pada tahun ke 7 hijrah berhasil menguasai Khaibar, benteng terakhir Yahudi ditanah Arab, Ja'far bin Abi Thalib meninggalkan Habasyah dan ketika raja Habasyah wafat, Nabi mengajak kaum muslimin untuk Shalat Ghaib, karena raja Habasyah telah meninggalkan tanda dalam secarik kertas pernyataan dirinya telah memeluk agama Islam.

Oleh Ali Fahmi Arsyad

Post a Comment

 
Top