"Dari Abu Hurairah Ra bahwa ada seseorang laki - laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, "Sesungguhnya Ayahku telah wafat dan meninggalkan sejumlah harta namun beliau tidak berwasiat apa - apa, apakah akan diampuni dosanya bila aku bersedekah atas nama beliau? Nabi SAW menjawab, "Ya". (H.R. Muslim dan An-Nasa'i)

Orang tua adalah orang yang paling berjasa dalam kehidupan anak keturunannya. Karenanya Allah
`azza wa jalla. Membuat ketetapan hukum yang mengatur hubungan antar mereka, baik saat masih sama - sama hidup di dunia,  maupun ketika salah seorang diantara mereka sudah wafat.

Ketika orang tua sudah wafat, masih ada interaksi yang saling menguntungkan satu sama  lainnya dalam hal penghapusan dosa, meringankan beban derita di alam kubur akibat hutang yang belum terlunaskan semasa hidupnya, Allah `azza wa jalla ataupun hutang harta kepada manusia. Disamping itu, pola interaksi yang saling menguntungkan ini dapat diwujudkan dalam hal transfer pahala kepada mereka yang sudah wafat.

Hadits diatas menerangkan tentang salah satu bentuk hubungan seorang anak dengan orang tuanya yang bermanfaat setelah wafatnya seoarng ayah.

Yaitu dalam hal menghapus dosa dengan melakukan sedekah dengan harta peninggalan orang tua-nya meskipun orang tua-nya itu tidak berwasiat apa - apa kepada anaknya. Oleh karena itu, saat seorang anak menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menanyakan perihal status hukum bersedekah dengan harta peninggalan orang tua, dan setelah  ayahnya itu meninggal, ia mensedekahkan hartanya itu atas nama orang tuanya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, bahwa hal tersebut boleh dilakukan.

Namun demikian, Islam telah menetapkan batas maksimal nominal yang ditolerir untuk dikeluarkan dari harta yang ditinggalkan oleh orang tua sebagai sedekah yang berfungsi sebagai penghapus dosa ataupun sebagai transfer pahala, yaitu tidak boleh lebih dari sepertiga harta tersebut. Sebagaimana yang tertuang pada ketetapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.Ketika ditanya oleh sahabat mulia Sa'ad bin Abi Waqqosh seperti dalam hadits berikut ini :

Diriwayatkan dari sahabat mulia Sa'ad bin Abi Waqqosh Ra. bahwa beliau berkata : "Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Menjengukku saat menderita sakit, lalu aku bertanya kepada beliau: bolehkah aku berwasiat untuk bersedekah dengan seluruh hartaku yang ada? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : "Tidak boleh". Lalu aku katakan : Bagaimana kalau separohnya? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Tidak boleh". Lalu aku bertanya lagi : Apakah boleh bersedekah dengan sepertiganya? Beliau bersabda: "Iya; dan bersedekah dengan sepertiga harta itu sudah termasuk banyak. (H.R. Muslim).

Adapun sisa harta dari sepertiga itu dibagikan kepada seluruh ahli warisnya sebagai warisan sesuai  hukum waris yang berlaku dalam Islam. Karena meninggalkan anak dalam kecukupan harta lebih baik dari pada meninggalkan mereka hidup bergantung kepada belas kasihan masyarakat sekitarnya. Mengenai hal  ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada sahabat mulia Sa'ad bin Abi Waqqosh Ra, "... dan sepertiga itu tergolong banyak; sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu kaya lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan miskin yang membuat mereka mengharapkan uluran tangan orang lain, dan sesungguhnya nafkah apapun yang telah engkau nafkahkan, sampai - sampai sesuap nasi yang engkau suapkan ke mulut istrimu itu termasuk sedekah ... (H.R. Bukhari).

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan, diantaranya, bahwa hadits diatas mengisyaratkan bahwa boleh bersedekah dengan harta orang tua yang sudah wafat, meskipun tidak ada wasiat dari mereka. Namun demikian, sedekah itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta yang ditinggalkan meskipun ada wasiat orang tua dalam hal ini.

Hadits ini juga menganjurkan kepada seorang anak untuk menjalin hubungan silaturrahim dengan kerabat dekat, berbuat baik kepada mereka, dan belas kasihan terhadap ahli waris. Hal ini juga mengindikasikan bahwa merajut hubungan silaturrahim dengan kerabat dekat jauh lebih baik dari padda kerabat yang jauh, seperti yang tersirat dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, " ... bahkan apapun infaq yang telah engkau lakukan maka sesungguhnya hal tersebut termasuk sedekah sampai sesuap nasi yang engkau suapkan ke mulut istrimu". (H.R. Bukhari).

Manfaat silaturrahim, di samping hubungan baik antara manusia dan manusia, silaturrahim dapat pula memperpanjang umur. Yang dimaksud memperpanjang umur adalah kita akan selalu diingat oleh pihak yang dikunjungi, demikian pula sebaliknya.

Kita pun yakin bahwa umur itu di tangan Allah. Allah yang menentukan kematian seseorang. Kecil akan meninggal, tua, muda, laki - laki, dan perempuan akan meninggal. Ibarat daun, yang masih hijau akan gugur dan sudah mersik pun akan mencium tanah. Kemudian, hadits ini juga memotivasi umat Islam untuk kaya dan mendermakan harta sesuai aturan hukum yang telah ditetapkan oleh Islam, sebab hal tersebut bermanfaat bagi dunia dan akhirat mereka.

Di sini juga dijelaskan bahwa orang tua agar memperhatikan kesejahteraan kerabat dekatnya. Karena kesejahteraan seseorang tidak bisa diukur hanya dengan penampilan fisik dan materi semata. Tetapi perlu adanya hubungan lahir bathin yang dapat diwujudkan dengan perhatian yang kongkrit kepada mereka.

Hadits diatas juga mengisyaratkan larangan untuk meminta - minta, apalagi menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan, atau bahkan profesi. Untuk itulah Islam mengantisipasi hal tersebut dengan membatasi sedekah tidak lebih dari sepertiga harta waris.

Salah satu bentuk berbakti kepada orang tua setelah wafatnya adalah dengan bersedekah atas nama mereka. Baik harta itu dari peninggalan orang tuanya atau milik anak keturunannya. Karena bersedekah atas nama mereka dapat menambah perbendaharaan pahala mereka.

Tidak hanya itu, seorang anak juga wajib mendo'akan orang tuanya sebagaimana yang tercantum dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah Ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya." (H.R. Muslim). Wallahu A'lam


(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.23 Thn.XXXIX, 18 Rajab 1433 H/8 Juni 2012 M Oleh Ishom Aini, Lc)



Post a Comment

 
Top