Seorang budak belian yang mempunyai kedudukan terhormat dalam rentang peradaban manusia adalah Lukman al-Hakim. Dia bukan malaikat bukan pula Nabi.


Namun, namanya terekam dalam Alquran, bahkan menjadi nama sebuah surah. Sampai-sampai Nabi pun menegaskan, ada tiga orang berkulit hitam yang akan menjadi pemimpin penghuni surga.

Salah satunya adalah Lukman al-Hakim. Banyak tamsil berisi pelajaran dari Lukman. Di antaranya pesan agar jangan takabur. Ucapan Lukman kepada anaknya, “Dan janganlah berjalan di muka bumi dengan congkak. Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Lukman: 18).

Takabur sering didefinisikan dengan rasa kagum terhadap diri, sikap suka membangga-banggakan, membesar-besarkan, dan membusungkan dada.

Lantaran kagum pada potensi dirinya, akibatnya membuahkan sikap arogan, pongah, sombong, dan angkuh terhadap orang lain. Hanya dialah pemilik superioritas dan tak ada seorang pun yang bisa menandinginya.

Ar-Razi berujar, “Seseorang yang menyombongkan kudanya tidak mau menukarnya dengan kuda lain yang lebih kencang larinya sebab dia berpandangan tak ada kuda lain yang mungkin berlari lebih cepat dari kuda miliknya.”

Mutakabbir (orang yang takabur) percaya dialah satu-satunya pemilik kebenaran, karenanya tak ada kebenaran lain di luar dirinya.

Take and give tak masuk dalam kamus kehidupan orang-orang takabur. Dia bebal terhadap inovasi, saran, dan kritik orang lain. Nabi bersabda, “Sesungguhnya takabur adalah mencampakkan kebenaran dan meremehkan manusia.’’ (HR Ath-Thabrani).

Takabur tidak hanya berbahaya terhadap orang lain tetapi juga terhadap dirinya sendiri. Dia hanya tahu kelemahan orang lain, sedang boroknya sendiri tak ia sadari. Dia menutup mata rapat-rapat akan kemajuan orang lain.

Maka petaka bagi sebuah bangsa yang pemimpinnya dihinggapi penyakit takabur karena tak akan ada alih ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga ia terus berkubang dalam status quo-nya dan tersisih dari percaturan dunia internasional.

Karena si takabur berkeinginan memperoleh puja-puji tetapi sesungguhnya ia menuju ambang degradasi. Posisinya justru makin terpuruk.

Sufyan ats-Tsauri berucap, “Sesungguhnya kemaksiatan yang tumbuh dari nafsu mempunyai harapan untuk memperoleh ampunan namun setiap kemaksiatan yang lahir karena takabur, tak ada ampun baginya. Karena kemaksiatan iblis itu berawal dari takabur (dia menduga dirinya lebih baik dari Adam), sedang dosa Adam berawal dari nafsu (keinginana untuk mengecap buah pohon terlarang).

Contoh paling gamblang dari sosok takabur adalah Firaun yang karam ditelan lautan. Dia tak hanya sombong dan mengingkari ayat-ayat Tuhan tetapi juga begitu berani mengaku dirinya sebagai Tuhan.

Karena itu, belajarlah dari bumi, yang meski berjibun makhuk mengeruk pelbagai karunia darinya namun ia tetap berada di bawah.

Jalaludin Rumi, sufi besar Persia abad ke-13 berucap, “Sebuah pohon yang sarat buah-buahan, cabang-cabangnya merunduk ke bumi. Tetapi kemudian pohon itu mengangkat kepalanya ke langit, dapatkah kita berharap memetik dan menikmati buahnya?’’


(Sumber: Republika edisi : Jumat, 30 Mei 2014 Hal. 25 Oleh Makmun Nawawi)

Post a Comment

 
Top