menjadi wanita paling bahagia
Suatu malam yang tenang dan hening, seorang ibu bernama Umamah binti Harits sedang memberikan nasihat kepada putrinya yang bernama Umu Iyas bin Auf pada malam pernikahannya.

Kata sang ibu, "Putriku, sesungguhnya engkau telah memisahkan dirimu dari lingkungan yang darinya engkau keluar. Engkau telah meninggalkan kehidupan yang darinya engkau berkembang. Seandainya seorang perempuan tidak membutuhkan seorang suami karena kecukupan dari orang tuanya dan kebutuhan orang tua yang sangat pada anaknya maka engkau menjadi orang yang sangat tidak membutuhkan suami. Namun, wanita diciptakan untuk laki-laki dan baginya laki-laki diciptakan."

Lanjutnya, "Nasihat yang pertama dan kedua, engkau harus rendah hati dengan senantiasa bersikap menerima dan selalu mendengarkan serta taat kepadanya. Ketiga dan keempat, hendaklah engkau menjaga kebersihan sesuatu yang kepadanya hidung dan mata suami tertuju. Jangan sampai ia melihat kejelekan ada pada dirimu dan jangan sampai ia menciummu kecuali engkau dalam keadaan sangat wangi.

Kelima dan keenam, hendaknya engkau selalu siapkan waktu tidur dan makan baginya. Karena, kelaparan akan membuatnya garang dan kekurangan tidur akan membuatnya mudah marah. Ketujuh dan kedelapan, hendaklah engkau menjaga hartanya, memelihara kehormatan, dan putra-putrinya. Dapat mengurus harta adalah sebuah perhitungan yang baik dan dapat mengurus anak adalah kemampuan mengatur yang baik.

Kesembilan dan kesepuluh, janganlah engkau melanggar perintahnya. Janganlah engkau menyebarkan rahasianya. Jika engkau menentang perintahnya maka membuat hatinya dongkol. Jika engkau menyebarkan rahasianya maka engkau tidak bisa menjaga kehormatannya.

Kemudian, hendaklah engkau tidak tampak senang di hadapannya manakala ia sedang sedih. Tidak pula engkau bersedih ketika ia dalam keadaan berbunga-bunga." (kisah Aidh al-Qarni dalam bukunya, Menjadi Wanita Paling Bahagia).

Subhanallah. Itulah kisah inspiratif seorang ibu yang berusaha mendidik putrinya dengan ketulusan hati. Ia telah mendidik dengan hati. Menyentuh hati dengan hati akan meninggalkan pesan yang mendalam bagi anak dan akan selalu teringat hingga dewasa.

Mengapa seorang ibu begitu tulus dalam mendidik anak? Sa'ad Karim dalam bukunya, Nasha'ih lil Aba Qabla Uquqil Abna,menyatakan, jika seorang ibu dapat memainkan perannya dengan baik dalam mendidik maka kelak ia akan memetik buah manisnya dari sang anak berupa ketaatan, birrul wali dain, dan kesuksesan di dunia dan akhirat.

Semoga Allah selalu membimbing kita para orang tua untuk dapat mendidik anak dengan ketulusan hati dan meraih buahnya. Amin.

(sumber:Republika edisi Senin, 2 Februari 2015 Hal. 1 Oleh Imam Nur Suharno)

Post a Comment

 
Top